Ilmuwan sosial Amerika Serikat, William Graham Sumner, adalah tokoh yang pertama kali menggunakan istilah etnosentrisme pada 1906. Definisi etnosentrisme menurut Sunner pun mirip dengan asal kata etnosentrisme. Menurut Sumner, etnosentrisme adalah pandangan terhadap sesuatu di mana kelompok sendiri sebagai pusat dari segala sesuatu dan semua yang lain diukur dan dipandang dengan rujukan kelompoknya.
Berdasarkan pendapatnya tersebut maka dapat disimpulkan bahwasannya etnosentrisme merupakan suatu pandangan ataupun sikap dimana seseorang menjadikan kelompoknya sebagai suatu hal yang paling penting baginya dimana kelompok lain terkadang dianggap lebih rendah daripada kelompoknya. Orang-orang yang memiliki pandangan atau paham seperti ini biasanya sama sekali tidak mempedulikan pandangan kelompok lain mengenai kelompoknya sendiri mereka cenderung menilai kelompok lain berdasarkan standar penilaian kelompoknya. Sehingga mereka tidak akan memikirkan pandangan dan cara penilaian dari kelompok lain.
Menurut Dayakisni dan Runiardi "Etnosentrisme adalah sikap dalam melihat dan melakukan interpretasi terhadap seseorang ataupun kelompok lain berdasarkan nilai-nilai yang ada pada budayanya sendiri". Sedangkan Menurut Joseph A Devito "Etnosentrisme menurut Joseph adalah kecenderungan untuk evaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku dalam budaya sendiri yang lebih baik logis dan wajar dibanding budaya lain".
Sehingga berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwasannya etnosentrisme adalah suatu sikap dimana seseorang merasa kebudayaannya sendiri lebih baik dibanding budaya lain. Sikap ini menganggap bahwa suku, agama, dan kebudayaannya lebih superior dibanding dengan kelompok lain. Mereka cenderung merendahkan dan meremehkan kebudayaan, suku, dan agama lain. Mereka merasa bahwa hanya kelompoknyalah yang paling baik di antara yang lain. Mereka menganggap kelompok lain haruslah mengikuti ketentuan kelompok mereka. Dan jikalau kelompok lain tidak melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh kelompoknya maka mereka akan merendahkan kelompok lain tersebut.
Berdasarkan pengertian daripada etnosentrisme itu sendiri maka dapat disimpulkan bahwasannya etnosentrisme dapat menimbulkan permasalahan di Bangsa Indonesia. Karena jikalau seseorang terlalu fanatik terhadap kelompoknya maka tidak jarang mereka akan memaksa orang lain untuk mengikuti kelompoknya itu. Orang-orang yang memiliki paham etnosentrisme mereka tidak akan menghargai dan menerima kebudayaan lain justru mereka akan dengan keras menolak kebudayaan lain tersebut. Bahkan tidak jarang jika seseorang yang sudah sangat fanatis dengan paham ini maka mereka menghina kebudayaan lain.
Sehingga karena kefanatisan mereka terhadap kebudayaan mereka sendiri maka dapat menimbulkan kerusuhan dan kekacauan di lingkungan masyarakat karena perbedaan pendapat maupun kebudayaan yang ada. Terutama di Bangsa Indonesia dimana kita terdiri dari banyaknya suku, agama, dan budaya. Dimana masyarakat Indonesia menganut berbagai macam agama, bahkan setiap daerah di Indonesia memiliki suku dan budayanya masing-masing. Sehingga jikalau ada seseorang yang memiliki pandangan atau sikap etnosentrisme ini maka dikhawatirkan dapat menimbulkan perpecahan, kerusuhan, maupun kekacauan. Karena bisa saja mereka akan terang-terangan menghina ataupun merendahkan suku, agama, ataupun kebudayaan lain di depan umum.
Sebanarnya sikap etnosentrisme tidaklah selalu membawa dampak yang buruk. Karena biasanya orang yang bersikap seperti ini akan sangat mencintai kebudayaannya. Namun pada kenyataan yang terjadi mayoritas orang yang berpandangan etnosentrisme mereka justru lebih sering merendahkan dan menghina kebudayaan lain. Sehingga bisa disimpulkan bahwasannya lebih banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh seseorang yang memiliki pandangan dan sikap etnosentrisme.
Beberapa contoh kasus yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah:
1. Konflik Sampit
Kerusuhan Sampit, Kalimantan Tengah terjadi antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah. Dimana kedua kelompok suku ini saling berseteru karena merasa kelompok masing-masing lebih baik dan kebudayaan sukunya paling benar. Sehingga kedua etnis suku ini tidak mau saling menerima dan saling menghargai.
Awalnya kerusuhan yang terjadi tidak terlalu parah namun karena adanya provokasi sehingga kerusuhan yang terjadi menjadi semakin hebat. Dimana terjadi baku hantam antara kedua kelompok suku bahkan sampai terjadi pembantaian antara kedua kelompok suku ini.