Mohon tunggu...
Syainullah Wahana
Syainullah Wahana Mohon Tunggu... Dosen - Berlokasi di Sulawesi Indonesia

Manivestasi Jiwa Petualang Negeri Di atas Awan dan Dunia Bawah Laut Ngeblog juga di http://wahanalatambaga.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Penataan Lahan Tambak Model Silvofishery

29 September 2013   20:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:13 4350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Penataan Lahan Tambak Sistem Silvofishery dalam pelestarian Ekosistem Mangrove" Oleh: Syainullah Wahana (wahanalatambaga@gmail.com) Posting date: 29 September 2013

Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini tengah serius mewujudkan prinsip Blue Economy dalam pengelolaan suumberdaya kelautan dan perikanan. Prinsip utama dari blue economy tersebut diantaranya adalah : 1) kepedulian terhadap lingkungan (pro-enviroment) karena memastikan bahwa pengelolaannya bersifat zero waste; 2) menjamin keberlanjutan (sustainable); 3) menjamin adanya social inclusiveness; 4) terciptanya pengembangan inovasi bisnis yang beragam ( multiple cash flow). Ditengah perjuangan mencapai visi pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat, perlu adanya konsep pembangunan perikanan di bidang budidaya yang sejalan dengan prinsip blue economy.

Dalam upaya membangun Indonesia sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada 2015, Direktorat Jenderal Perikanan budidaya KKP terus menggenjot sektor-sektor yang menunjang program tersebut. Dari target sekitar 6,8 juta ton pada 2011, ditingkatkan menjadi 9,4 juta ton pada 2012. Untuk itu, berbagai langkah dan strategi terus dilakukan pemerintah. Bahkan, sampai 2014 akan digenjot hingga 221 persen dari total awal sekitar 5,26 juta ton, menjadi 16,89 juta ton untuk jenis rumput laut, patin lele, nila, ikan mas, gurame, kakap, ikan kerapu, dan bandeng. Jenis perikanan budidaya untuk udang akan terfokus di daerah Aceh, Lampung, kemudian pantai utara, Bali, Sumbawa sampai lombok, dan sulawesi selatan. Indonesia akan berusaha agar ikan-ikan hasil budidayanya bisa bersaing untuk di ekspor karena mahalnya ikan laut menjadikan alternatife ikan budidaya diminati banyak masyarakat, mulai dari ikan dari ikan patin, lele, gurame, nila, mas, kakap, dan bandeng sehingga indonesia bisa menjadi negara penyuplai benih ikan ke luar negeri (Dirjen Perikanan Budidaya KKP, 2012)

Kebijakan pemerintah dalam menggalakkan komoditas ekspor perikanan, turut andil dalam merubah sistem pertambakan yang ada dalam wilayah kawasan hutan. Empang parit yang semula digarap oleh penggarap tambak petani setempat, berangsur beralih “kepemilikannya” ke pemilik modal, serta merubah menjadi tambak intensif yang tidak berhutan lagi (Bratamihardja, 1991 dalam Anwar dan Gunawan, 2006).

Dok Pribadi: (Desain Penataan Lahan Tambak Model Silvofihery Berbasis Peningkatan Ekonomi Masyarakat dan Pelestarian Ekosistem Mangrove)

Sumber daya perikanan di wilayah hutan mangrove sangat kaya sehingga sering dieksploitasi secara berlebihan, misalnya dijadikan lahan tambak. Sebagai contoh area mangrove di Kabupaten Berau terutama di Delta Berau, banyak dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya tambak udang. Namun sayangnya budidaya tambak dilakukan dengan cara membuka area mangrove, sehingga fungsi ekologis ekosistem mangrove hilang. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi keberlanjutan sumberdaya perikanan.

Mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka dasar penetapan sasaran rehabilitasi kawasan mangrove dan sempadan pantai adalah sebagai berikut:

a. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat (Pasal 14, Keppres No. 32 Tahun 1990);

b. Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosisitem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut, disamping sebagai perlindungan pantai dari pengikisan air laut serta perlindungan usaha budidaya dibelakangnya (Pasal 26, Keppres No. 32 Tahun 1990);

c.Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat (Pasal 27, Keppres No. 32 Tahun 1990).

Di dalam undang-undang No.27 tahun 2007 tentang pengolahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pada bagian ketiga pasal 9 ayat 3 diamanatkan bahwa perencanaan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, dan keseimbangan daya dukung ekosistem, fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan.

Menurut Kusmana (2009), ekosistem mangrove harus dikelolah berdasarkan pada paradigma ekologi yang meliputi prinsip-prinsip interdependensi antar unsur ekosistem, sifat siklus dari proses ekologis, fleksibilitas, diversitas dan koevolusi dari organisme beserta lingkungannya dalam suatu unit fisik DAS dan merupakan bagian integral dari program PWPLT (Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu). Alternatif pemanfaatan daerah pesisir yang bersifat multiple-use dimana mangrove sebagai salah satu unsur ekosistemnya. Menurut Triyanto, dkk. (2012), budidaya sistem silvofishery di dalam area hutan mangrove memungkinkan adanya budidaya perikanan tanpa perlu mengkonversi area mangrove. Dengan alternatif pengelolaan seperti ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi hutan mangrove, tanpa mengancam fungsi ekologisnya.

Komoditas perikanan yang sesuai untuk budidaya di air payau kawasan mangrove adalah kepiting bakau (Scylla serrata), ikan bandeng (Chanos chanos), udang windu (Penaeus monodon), udang vanamei (Penaeus vannamei), ikan patin (Pangasius pangasius), ikan kakap (Lates calcarifer), rumput laut. Sedangkan komoditas perikanan yang sesuai untuk budidaya silvofishery di kawasan mangrove adalah kepiting bakau. Kepiting bakau mempunyai karakteristik yang sedikit berbeda dengan komoditas lainnya karena kemampuannya untuk bertahan hidup dalam kondisi kurang air. Oleh karena itu membudidayakan kepiting tidak memerlukan tambak yang luas (Triyanto, dkk., 2012).

Penanaman benih atau bibit mengrove dalam sistem wanamina yaitu dengan membuat tambak atau kolam dan saluran air untuk budidaya ikan seperti ikan bandeng, udang, dan lain-lain. Dengan demikian terdapat perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya sumberdaya ikan (mina). Ada banyak cara dalam memanfaatkan mangrove secara lestari, diantaranya ada lima bentuk utama, yaitu: (a) tambak tumpangsari, dengan mengkombinasikan tambak dengan penanaman mangrove; (b) hutan rakyat, dengan pengelolaan yang berkelanjutan dengan siklus tebang 15-30 tahun atau tergantung dari tujuan penanaman; (c) budaya memanfaatkan mangrove untuk mendapatkan hasil hutan selain kayu seperti kegiatan DKP (Pemerintah) dan LPP Mangrove (Pemerhati) berhasil memanfaatkan buah dan daun mangrove sebagai bahan baku beragam makanan kecil dan minuman sirup karena berdasarkan penelitian laboratorium, buah mangrove mengandung gizi seperti karbohidrat, energi, lemak, protein dan air; (d) silvofishery (mina hutan); dan (e) bentuk kombinasi pemanfaatan mangrove yang simultan (Diposaptono,S. dkk., 2009).

Pengelolaan budidaya ikan/udang di tambak melalui konsep silvofishery, disamping sangat efisien juga mampu menghasilkan produktivitas yang cukup baik dengan hasil produk yang terjamin keamanannya karena merupakan produk organik (non-cemical). Bukan hanya itu konsep ini juga mampu mengintegrasikan potensi yang ada sehingga menghasilkan multiple cash flow atau bisnis turunan antara lain adalah bisnis wisata alam (eco-taurism business) yang sangat prospektif, pengembangan UMKM pengolahan produk makanan dari buah mangrove, disamping bisnis turunan lainnya. Jenis komoditas perikanan yang dapat dikembangkan dalam silvofishery antara lain : kakap, kerapu, bandeng, atau baronang, jenis Crustase (Udang, Kepiting Bakau dan Rajungan), Kerang-kerangan (Kerang hijau atau kerang bakau).

Silvofishery merupakan pola pendekatan teknis yang terdiri atas rangkaian kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya ikan, udang atau usaha kepiting lunak, dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menerapkan silvofishery, yaitu:

1.Kontruksi pematang tambak akan menjadi kuat karena akan terpegang akar-akar mangrove dari pohon mangrove yang ditanam di sepanjang pematang tambak dan pematang akan nyaman dipakai para pejalan kaki karena akan dirimbuni oleh tajuk tanaman mangrove

2.Hasil Penelitian Martosubroto dan Naamin (1979) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara luas kawasan mangrove dengan poduksi perikananbudidaya dimana semakin meningkatnya luasan mangrove maka produksi perikanan budidaya juga turut meningkat.

3.Salah satu nilai ekologis dari ekosistem mangrove telah digunakan sebagai pengolah limbah cair sejak 1990, percobaan lapangan dan eksperimen rumah hijau telah di ujikan efek dari penggunaan ekosistem mangrove untuk mengolah limbah. Hasil dari studi lapangan di pelestarian sumberdaya alam nasional futian, China, mengindikasikan penambahan konsentrasi polutan di lahan mangrove tidak menyebabkan terdeteksinya kerusakan pada tanaman mengrove, invertebrate bentik, atau spesies algae.

4.Peningkatan produksi dari hasil tangkapan alam dan ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat petani ikan.

5.Mencegah erosi pantai dan intrusi air laut ke darat sehingga pemukiman dan sumber air tawar dapat dipertahankan

6.Terciptanya sabuk hijau di pesisir (coastal green belt) serta ikut mendukung program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global karena mangrove akan mengikat karbondioksida dari atmosfer dan melindungi kawasan pemukiman dari kecenderungan naiknya muka air laut.

7.Mangrove akan mengurangi dampak bencana alam, seperti badai dan gelombang air pasang, sehingga kegiatan berusaha dan lokasi pemukiman di sekitarnya dapat diselamatkan

Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan OISCA Jepang dan instansi terkait misalnya, sejak tahun 2003 telah menanam mangrove di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Baik di daerah pesisirnya sebagai pemecah ombak maupun di sekitar tambaknya dengan model silvofishery. Karena dari pengalaman sebelumnya seperti di ketahui, desa pesisir yang berada dipantai utara jawa tengah itu sejak tahun 1988 terkena rob, erosi, pencemaran, kerusakan mangrove. Padahal jauh sebelumnya (tahun 1974) terjadi kerusakan seiring dengan perkembangan pertambakan udang. Dampaknya, sejak tahun 1988 air laut merambah pemukiman akibat terjadinya erosi pantai di Desa Bedono. Hingga pada tahun 1999 penderitaan masyarakat terdapat pada puncaknya yaitu di Dusun pandansari dan dusun senik juga nyaris tenggelam kerena selalu tergenang air laut, terutama jika laut pasang. Kerusakan ini tidak hanya terjadi pada pemukiman, tetapi juga terjadi pada prasana fisik seperti jalan yang menghubungkan dusun-dusun di desa bedono.

Pengembangan budidaya kepiting bakau dengan sistem silvofishery dapat juga menjadi alternatif aktivitas ekonomi bagi rakyat pedesaan di pesisir dan dapat mengurangi tekanan ekologis terhadap hutan mangrove. sistem silvofishery ini juga sangat cocok untuk melakukan kegiatan usaha budi daya kepiting menghasilkan kepiting dewasa. Kepiting yang gemuk dan matang gonad mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Namun demikian, dewasa ini salah satu produksi budi daya kepiting dewasa yang sangat menjanjikan bila dilihat dari nilai jualnya adalah produksi kepiting lunak (sesaat setelah molting), dengan harga jual mencapai dua kali lebih tinggi dibanding dengan yang berkulit keras (Fujaya, 2007). Oleh karena itu, banyak petani ikan dan udang beralih memelihara kepiting cangkang lunak (soft shell). Dimana pada plataran tambak, pepohonan mangrove tetap dipelihara untuk dijadikan areal pemeliharaan kepiting cangkang keras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun