Banyak orang yang tak mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik, sulit dalam mencari solusi, serta sulit menentukan keputusan. Terutama pada anak-anak dalam masa belajarnya tidak mudah dengan cepat mengerjakan tugas yang diberi guru tanpa bantuan orang dewasa. Faktanya orangtua yang sibuk bekerja lebih dulu kesal dalam membimbing anaknya belajar, sehingga memutuskan untuk belajar disekolah saja. Bahkan bagi orangtua yang menengah keatas memilih untuk mencari guru les.Â
Antonio R. Damasio berkata, faktanya megambil keputusan atau penalaran dan emosi memiliki titik persimpangan di otak. Ada beberapa sistem di otak menunjukkan proses berpikir yang berorientasi pada tujuan yang disebut penalaran dan memilih respons yang disebut pembuat keputusan. Sistem otak yang sama ini juga terlibat dalam emosi dan perasaan. Emosi dan perasaan memiliki pengaruh kemampuan nalar yang kuat, sehingga perasaan memiliki status sangat istimewa, dengan keuntungan di mana-mana secara mental. Perasaan menentukan keadaan otak  dan kognisi menjalankan fungsinya, sehingga kemudahan maupun kesulitan seseorang dalam bertindak maupun menentukan masalah berhubungan dengan integensinya.
Intelegensi sendiri merupakan kemampuan multifaset, yang mana mempelajari pengetahuan baru, berpikir logis, merencanakan sesuatu dengan baik, mampu memecahkan masalah dan mampu beradaptasi dengan situasi. Goddard pun menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan individu dalam memberikan solusi untuk masalah yang dihadapinya dan memprediksi situasinya yang akan datang. Banyak tokoh yang menggambarkan intelegensi sebagai kemampuan memecahankan masalah pribadi (problem solving), dan beberapa pakar menjelaskan intelegensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dalam pengalaman sehari-hari. Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk mencapai potensinya dalam memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.
Kecerdasan atau intelegensi setiap orang berbeda-beda, untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang dilakukan uji intelegensi. Harapannya melalui tes intelegensi dapat mengungkap intelegensi seseorang dan bisa mengetahui keadaan tarafnya. Binet sebagai ahli pertama yang membuat tes intelegensi. Uji Intelegensi Binet pertama kali disusun pada tahun 1905 dan kemudian direvisi oleh Binet sendiri dan para ahli lain. Didirikan pada tahun 1949 Wechsler Intelligence Scale for Children atau WISC, dikhususkan untuk anak-anak. Kemudian pada tahun 1955, Wechsler membuat tes intelegensi untuk orang dewasa yang disebut Wechsler Adult Intelligence Scale atau tes WAIS.
Dapat kita ketahui bahwasanya tingkat intelegensi seseorang berbeda-beda, adanya perbedaan tersebut dipengaruhi oleh bebrapa faktor sebagai berikut:
1. Faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa seseorang berasal dari keluarga atau bersaudara kandung, nilai tes IQ mereka korelasi tinggi (+0,50), yang bersaudara kembar (+0,90) yang tidak memiliki saudara kandung (+ 0,20), anak angkat atau diadopsi (+ 0,10- + 0,20).
2. Faktor lingkungan
Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsinya, sehingga pemberian makanan bergizi sangat berpengaruh pada intelegensi seseorang. Selain itu guru, dan rangsangan yang diberikan juga sangat penting terutama yang bersifat kognitif emosional. Faktor lingkungan seperti pendidikan dan memberikan latihan keterampilan juga tidak kalah penting, apalagi pada masa anak-anak.
3. Stabilitas inteligensi dan IQÂ
Stabilitas intelegensi yang tergantung pada perkembangan organik otak, sehingga IQ bukan lah intelegensi. Intelegensi merupakan konsep dasar tentang kemampuan seseorang, sedangkan IQ merupakan hasil dari tes integenesi.