Tak hentinya Provinsi Maluku banyak diserbu oleh multi problem lokal yang kian rumit. Kasus Korupsi tanpa penanganan hukum yang serius di satu sisi, Maluku juga masuk dalam angka fenomenal sebagai daerah tertinggal di Kawasan Timur Indonesia bahkan di Indonesia. Angka ini dinilai anjlok dari perspektif hukum serta jauh dari pembangunan yang jika dilihat dalam karakteristik wilayah cukup punya potensi sumber daya yang melimpah, namun tersumbat dalam aspek pengelolaannya. Melihat kondisi seperti ini, maka Gubernur Maluku dan seluruh jajaran Pemda Maluku bekerja ekstra keras guna meminimalisir problem krusial yang kian lama tertimpa negeri ini.
Tak bisa dipungkiri ketika hal ini terjadi, dikala Maluku secara perlahan mulai berbenah prospek pembangunannya. Setelah “jatuh sakit” hingga kurun waktu lamanya dari ujian konflik komunal dengan singkatnya ikut merusak dimensi pembangunan dari berbagai aspek serta memberikan imej buruk bagi daerah Maluku. Sehingga butuh kebijakan strategis pemerintah daerah dalam mengembalikan citra daerah agar sepadan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Kurun waktu sepuluh tahun adalah bukan usia pendek bagi daerah yang ingin kembali berbenah usai konflik berakhir. Dibawah pundak Pemerintahan Karel – Memet dalam periode sebelumnya hingga duet Karel – Assagaf yang dipilih saat Pilkada 2008 lalu merupakan ivent historis bagi rakyat Maluku. Tentu akan di ancungi jempol dikala sepanjang masa kepemimpinan Karel hingga jelang memasuki setahun masa akhir pemerintahan, pembangunan Maluku cukup berjalan baik, pertumbuhan ekonomi meningkat, angka kemiskinan menurun, bahkan kondisi keamanan mulai pulih dan masyarakat kembali merajut kebersamaan dan keberagaman satu sama lain.
Prestasi di atas bukanlah menjadi signal positif bagi akhir sebuah problem pembangunan di Maluku, ketika kepemimpinan Karel dinilai baik dari aspek kebijakan dan pengelolaan pembangunan lokal. Masih banyak rakyat merasa pesimis saat dilanda miskin, merasa tidak mampu dalam membangun ekonomi karena merasa kurang diperhatikan pemerintah. Hal ini membuat masyarakat makin marah dan tidak percaya terhadap pemerintah daerah. Anggaran mereka (baca : rakyat) dikuras elite pejabat pemerintah, kebijakan yang tidak terfokus pada sasarannya, akhirnya rakyat tertimpah musibah kemiskinan, daerah tertinggal yang tak kunjung usai, di tambah korupsi yang terus menggurita. Potret demikian menjadi hal yang usik dengan kondisi Maluku kian tersandera hingga harus jatuh tertinggal sampai ketitik nadir.
Kondisi faktual diatas semakin menambah deretan panjang problem lokal yang akut sepanjang abad sejarah pembangunan Maluku dewasa ini. Baik dalam aspek kebijakan anggaran maupun dari sisi kebijakan pembangunan yang kian susut dan jauh dari harapan. Dalam konteks ini, tentu ingatan publik Maluku masih sengat, ketika Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun lalu, dan Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) belum lama ini telah merilis bahwa Maluku masuk dalam kategori angka fantastik yakni daerah Termiskin ke-tiga, Terkorup ke-empat dan Tertinggal di Indonesia. Cukup sempurna perolehan predikat mundur ala kepemimpinan Karel yang mengantongi tiga momentum masalah besar kali ini.Predikat apa lagi yang akan di raih nantinya ke depan, Wallahu’Alam Bissawab.
Kebijakan Pembangunan
Mencermati dinamika pembangunan Maluku selang beberapa kurun waktu terkahir paskah konflik, telah banyak tersentuh proyek pemerintah pusat yang tak terkendali. Mulai renovasi infrastruktur pembangunan yang rusak, perbaikan jalan dan jembatan yang runtuh, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan masyarakat, hingga kebutuhan daerah yang juga tak luput dari incaran perhatian Pempus.
Begitu juga dengan alokasi anggaran Pempus untuk penangnan konflik Maluku, belanja pembangunan, maupun anggaran tak terduga lainnya tak henti turun untuk membiayai kebutuhan daerah dan belanja pembangunan Maluku selama ini. perhatian pempus ini cukup dinilai fantastis mesti apa yang di minta oleh Pemda Maluku selalu terpenuhi dan bergantung kepada pemerintah pusat. Pemda menyadari bahwa bantuan pempus yang lumayan besar bisa diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat dan berupaya merekonstruksi kembali sarana pembangunan Maluku yang masih jauh tertinggal.
Di sisi lain, asset pembangunan daerah yang di dapat dari hasil retribusi dan pengelolaan potensi daerah juga tak lepas di rekrut untuk modal APBD daerah sehingga menjadi kekuatan finansial yang tidak hanya ansih untuk membangun daerah tapi juga untuk kesejahteraan rakyat. Perolehan anggaran yang didapat ini semestinya di kata mampu untuk menuai hasil pembangunan yang layak. Sehingga Maluku tidak lagi di kata miskin ataupun tertinggal walau tertimpa konflik. Yang apabila jika di tambahkan dengan besarnya potensi kucuran dana Pempus yang diterima Pemda Maluku sudah cukup baik di peruntukan untuk membangun dan membenahi sarana pembangunan di daerah ini.
Sungguh ironis dan jauh dari realitasnya, saat Maluku di vonis sebagai daerah tertinggal bahkan termiskin salah satunya di Indonesia. Rakyat Maluku patut menaruh tanya besar, kemana anggaran sebanyak itu di pakai dan difokuskan?. Rakyat tentu menaruh duga terhadap ketentuan anggaran ini di gunakan. Karena jika salah pakai anggaran, maka dampak kemiskinan dan ketertinggalan daerah akan menjadi buah dari hasil kebijakan pemerintah daerah.
Perilaku Elite Pejabat
Ditengah kemikinana dan ketertinggalan yang melilit daerah, maka kesalahan kebijakan baik dalam pola pengelolaan anggaran maupun kebijakan pembangunan sudah saatnya di tanyakan kembali kepada sekelompok orang yang notabene sebagai Pejabat Negara yang membuat dan memutuskan kebijakan di Maluku. Jika kebijakannya pro rakyat pastinya nasib rakyat juga ikut terselamatkan. Sebaliknya, kebijakannya tak terfokus maka akan membebani daerah dan rakyat menjadi korban kebijakan elite pejabat.
Ironis memang melihat kondisi Maluku saat ini, sudah termiskin dan tertinggal, kini korupsi juga menjadi biang kerok pejabat elite pemerintah daerah Maluku. Jika konflik berbuah kemiskinan dan kesengsaraan maka, sama halnya korupsi juga ikut melahirkan malapetaka besar bagi daerah. Yang jika di tanya berdasarkan besaran porsentase korupsi, maka sudah berapa pejabat yang bermental korup di lindungi, dan sudah berapa uang rakyat yang di dikorupsi.
Gejala kemiskinan dan ketertinggalan salah satunya karena ulah korupsi uang rakyat. Perilaku elite pejabat tidak lagi fokus pada nasib rakyat. Tapi satu demi satu proyek pembangunan di pungut untuk kesejahteraan elite. Bahkan hingga saat ini angka korupsi di Maluku semakin kencang dan tumbuh subur. Jika tidak diberantas secara dini maka prediksi Maluku kedepannya akan jauh lebih buruk dari saat ini.
Oleh karena itu, Maluku masa depan akan sangat tergantung kepada perilaku elite pejabat yang lebih memihak kepada nasib kesejahteraan rakyat ke depan. Kemiskinan dan ketertinggalan yang terjadi di Maluku saat ini bukan untuk menghakimi pemerintah daerah tidak maksimal dalam kinerjanya. Pemerintahan Karel sudah dinilai layak dan publik merasa terharu karena ada sedikit lonjakan perubahan yang signifikan yang patut diapresiasi selama memimpin Maluku smpai saat ini. Walau korupsi masih belum mampu di berantas dengan tegas dan berani, namun kepemimpinannya cukup berbuah pembangunan yang dirasakan baik oleh rakyat Maluku.
Kurang satu tahun usia Pemerintahan Karel akan berakhir. Maka Maluku harus kembali siap di pimpin oleh pemerintahan yang baru. Medio tahun 2013 mendatang merupakan ujian kedua bagi rakyat Maluku dalam menentukan pemimpin baru daerah ini kedepan. Manakala pesta pora yang dibalut dalam agenda besar Pilkada Maluku siap di gelar dalam tahun itu. Rakyat akan mulai terpanggil dengan denyutan demokrasi rakyat seantero Maluku tersebut, mesti manis rasanya saat rakyat hanya sekedar di ajak bersama saat pemilihan dan dilepas serta ditipu saat bicara soal kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat.
Begitu halnnya dengan fenomena figur kandidat yang bakal siap meramaikan bursa pencalonana pesta lima tahunan tersebut. Ibaratnya, Jika manusia jatuh sakit maka butuh obat penawar yang cocok dan ampuh untuk menyembuhkan kesakitan itu. Artinya bahwa, jika kondisi Maluku jatuh miskin, jauh tertinggal, dan terkorup besar, maka butuh pemimpin yang layak, bermoral, pro rakyat dan pro terhadap pembangunan serta, punya loylitas yang tinggi untuk membangun daerah ini yang maju dan sejahtrea.
Masyarakat Maluku punya kedaulatan besar dalam memilih Gubernur Maluku mendatang. Maka patut kiranya harus diseleksi secara ketat figur calon gubernur yang akan dipilih mulai saat ini. Meskipun masih sisa satu tahun lagi pilkada Maluku digelar, paling tidak sikap selektif rakyat bisa menjadi referensi politik dalam memilih Gubernur Maluku mendatang. Artinya, dengan melihat dilema kondisi daerah Maluku yang cukup akut dan rawan korupsi, sehingga masyarakat terbangun dari kesadaran untuk menentukan pilihan politik dan memilih pemimpin secara baik dan tepat. Kita berharap, kemiskinana, ketertinggalan dan korupsi besar yang melanda Maluku saat ini dapat di kurangi sehingga kedepan Maluku mampu berdiri sejajar dengan daerah lainnya di Indonesia.
[Penulis Adalah Analis Politik Demokrasi Lokal,
Direktur Eksekutif Public Policy Watch Institute (Polwais Maluku)]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H