Di tahun 2010an, kita beralih lagi pada budaya pop Korea, dengan semakin banyaknya bermunculan drama-drama Korea di televisi kita. Bahkan puncaknya adalah di tahun 2011, dengan hadirnya boyband bergaya Korea pertama di Indonesia yang langsung melejit dan menjadi hits kala itu, yang sangat digandrungi remaja saat itu dan bahkan saking suksesnya, pada akhirnya ikut bermunculan boyband dan girlband bergaya Korea lainnya di Indonesia. Remaja di era ini, pasti hapal dengan lagu-lagu mereka dan mengkoleksi lagu mereka dalam playlist di gawai mereka.Â
Dan di tahun 2015 ke atas, bersamaan dengan pesatnya perkembangan internet dan gawai pintar serta mudahnya akses informasi dan komunikasi, kita dapat saksikan bahwa budaya pop tidak ada yang bertahan lama, selalu silih berganti. Misalnya saja, munculnya budaya pop berupa konsep cafe anak muda kekinian yang menjamur dimana-mana, lalu munculnya produk kuliner es kepal milo, atau tahu bulat yang semuanya sempat hits dan menjadi budaya pop sesaat, lalu hilang dengan sendirinya.
Bahkan, media sosial sendiri ikut terkena dampak budaya pop. Tentunya kita masih ingat, bahwa BBM atau Blackberry Messenger sempat menjadi budaya pop dan media sosial yang digandrungi pada sekitar tahun 2011-2016. Lalu digeser dengan kehadiran Whatsapp yang menjadi budaya pop dan media sosial populer sampai sekarang. Dan setahun kebelakang, media sosial baru yang menjadi budaya pop adalan Tiktok yang masih ramai digunakan banyak orang hingga saat ini.
Semua contoh di atas adalah bukti kalau budaya pop selalu berubah mengikuti perkembangan zaman dan tren yang berlaku. Sejatinya, budaya pop adalah salah satu dampak dari arus globalisasi saat ini, kita tidak bisa menghindar ataupun mengatur perubahan tren budaya pop di masyarakat. Dimanapun kita tinggal, pasti kita akan menjumpai budaya pop.Â
Apa yang sekarang menjadi budaya pop dan hits dimana-mana, bisa jadi di masa depan akan terlihat usang dan mulai terlupakan, dan apa yang sekarang terlihat biasa saja, bisa jadi akan menjadi budaya pop baru di masa depan. Kita tidak bisa memaksakan kehendak dengan merasa nyaman pada satu budaya pop dan menolak kehadiran budaya pop yang lain. Karena budaya pop akan terus menerus berganti dan membuat budaya pop lama terlihat ketinggalan zaman.
Meskipun kita tidak bisa menghindar dan mengatur perubahan budaya pop di masyarakat, tapi kita dapat memilih dan memilah budaya pop yang masuk dan berkembang dalam kehidupan kita dan budaya pop yang sebaiknya ditinggalkan dalam kehidupan kita. Sama seperti dampak globalisasi yang lain, kita dapat memfilter budaya pop yang hadir dalam kehidupan kita dengan menjadikan identitas budaya kita sebagai tolak ukurnya. Budaya pop yang sesuai dengan identitas budaya kita, maka kita serap dan kembangkan agar tidak ketinggalan zaman, dan budaya pop yang bertentangan dengan identitas budaya kita, maka kita abaikan agar tidak merusak identitas budaya kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H