Mohon tunggu...
wafi audriazhari
wafi audriazhari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi

Hobi saya membaca buku, menonton film, dengarin musik, suka hal yang berkaitan dengan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Self-Diagnose Selama Pandemi Covid-19, dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

20 September 2022   16:45 Diperbarui: 20 September 2022   16:54 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Self diagnose pada kesehatan mental dapat membuat individu mengalami kecemasan secara berlebih. Karena kecemasan berlebih inilah lazimnya para individu tersebut berperilaku tidak lazim seperti contohnya panik tanpa alasan, ketakutan berlebih terhadap suatu hal yang sebenarnya dapat diatasi.

Pada kasus selama pandemi kepanikan tersebut banyak dialami orang-orang yang memiliki ketakutan berlebih terhadap penyebaran virus Covid 19 sehingga melakukan beberapa tindakan yang tidak lazim dan cenderung tidak bisa dikontrol (panik) seperti panic buying, dan dampak paling buruk lainnya adalah meningkatkan kecemasan yang membuat seseorang merasa depresi.

Misalnya seperti menganggap segala bentuk penyakit yang berkaitan dengan batuk, radang dan hidung tersumbat sebagai gejala dari terjangkitnya virus Covid 19, yang kemudian hal tersebut mendorong seorang penderita untuk melakukan diagnosa pribadi melalui bantuan internet dengan mencari tahu tentang gejala dan cara pengobatan alaminya tanpa harus pergi ke dokter. Hal ini membuat para penderitanya menjadi resah dan cemas akibat rasa takutnya yang berlebih atas anggapan liarnya. Padahal pada dasarnya gejala tersebut mungkin saja hanya karena maindset seseorang tersebut, yang akibatnya adalah pada psikis seseorang tersebut dan mengganggu metabolisme tubuhnya.

Maka dari itu, Perlu adanya sosialiasi dan pendampingan terhadap para pendiagnosa untuk perlahan meninggalkan kebiasaan self diagnose yang tidak disertai dengan pengetahuan yang memadahi. 

Maka pendekatan yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak self diagnose adalah dengan memberikan edukasi dan berdiskusi dengan masyarakat tentang bahayanya self diagnose. Pendekatan ini dilakukan agar supaya masyarakat umum tidak menelan mentah informasi yang didapat dari internet tanpa pengetahuan yang cukup tentang hal tersebut. 

Masyarakat perlu mengetahui bahwa laman penyedia informasi tersebut apakah kredibel atau tidak. Untuk bisa mendapatkan diagnosis dengan benar, seseorang perlu mendatangi dokter. Lalu dilakukan anamnesis terkait keluhan dan pemeriksaan fisik dasar. Apabila dokter tersebut tidak mampu menangani penyakit tersebut, bisa dilakukan proses rujuk ke fasilitas tingkat lebih tinggi.

Daftar Pustaka

Arjadi, R. (2019). Bahaya self diagnose bagi kesehatan mental. Radiordk.

Darmadi, D. (2022). Self diagnosis dan pamer mental ilness. DetikNews.

White, R. &. (2009). Cyberchondria: Studies of the escalation of medical concerns in web search. ACM Transactions on information System, 1-37.

WHO. (1990). A, The introduction of a mental health component into Primary care.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun