Mohon tunggu...
wafi audriazhari
wafi audriazhari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi

Hobi saya membaca buku, menonton film, dengarin musik, suka hal yang berkaitan dengan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Self-Diagnose Selama Pandemi Covid-19, dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

20 September 2022   16:45 Diperbarui: 20 September 2022   16:54 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Wafi Audri Azhari Santoso

Nim : 202210230311542

Pandemi Covid-19, telah mengubah pola interaksi yang selama ini terjadi di masyarakat. Tak heran pasca Covid-19 menyerang pertama kali di Indonesia, berbagai permasalahan baik di bidang kesehatan, sosial, pendidikan, hingga ekonomi bermunculan. Permasalahan yang dirasakan bukan hanya perihal dampak pada aspek kesehatan fisik saja namun juga pada kesehatan mental. 

Dalam beberapa kasus yang ditemukan disekitar kita pada masa pandemi sedang gencar melanda banyak dijumpai masyarakat yang merasa terganggu perihal mentalnya akibat terlalu banyak dilingkupi ketakutan dalam pikirannya.

Menurut (WHO, 1990), kesehatan mental adalah kondisi kesejahteraan (wellbeing) seorang individu yang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.

Berkaitan dengan kesehatan mental, kebiasaan mendiagnosa diri sendiri menjadi permasalah serius selama pandemi berlangsung yang membuat banyak masyarakat yang menereka tentang diri mereka masing-masing. Dalam permasalah psikologi fenomena ini dikenal dengan self-diagnose. 

Dari beberapa kejadian yang ditemukan selama pandemi banyak para pemuda yang mengaku mengalami depresi dan gangguan mental di media sosial yang padahal jika ditelusuri merupakan gejala dari Self- diagnose.

Kebanyakan dari mereka yang melakukannya adalah anak muda, dan pada umumnya pelampiasan yang mereka lakukan adalah dengan menyakiti diri sendiri, memotong rambut hingga menangis terseduh-seduh sambil merekam kejadian tersebut dan mengunggahnya ke media sosial untuk mendapatkan simpati dan empati dari orang-orang yang mengikutinya dijagat maya. (Darmadi, 2022) 

Menurut (White, 2009) Self diagnose adalah upaya memutuskan bahwa diri sedang mengidap suatu penyakit berdasarkan informasi yang diketahui. Upaya ini pada dasarnya mereka lakukan karena penasaran dengan gejala yang sedang dialami yang kemudian mendorong mereka untuk melakukan penelusuran tentang gejala yang dialami dengan membandingkannya pada referensi yang didapat dari jagat maya. 

Self-diagnose dilakukan hampir oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena mereka merasa khawatir akan diberi diagnosis penyakit yang buruk apabila berkonsultasi dengan dokter. Kurangnya kepercayaan mereka terhadap dokter karena takut di diagnosis terjangkit Covid-19 menjadi alasan bagi mereka untuk melakukan diagnosa mandiri (self diagnose)

Menurut seorang psikolog (Arjadi, 2019), kebiasan self diagnose sendiri memiliki kecenderungan dan dampak negatif apabila terlalu tergesah-gesah dalam menyimpulkan dan mengambil keputusan yang belum tentun benar kevalidannya. Kesalahan terbesar bagi masyarakat yang menerapkan self diagnose adalah melakukannya secara individu dengan pemahaman yang ala kadarnya dari internet dan enggan untuk berkonsultasi pada dokter ahli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun