Pemikiran terkini sering kali dicermati menjadi era penguasaan rasionalitas dan ilmu pengetahuan, dimana individu dan warga  cenderung mengutamakan akal dan penalaran objektif pada tahu global dan mengarahkan tindakan. Namun, pada bepergian sejarah, global terkini hanya dibuat sang kekuatan rasionalisme, namun pula sang kiprah emosionalitas dan tradisi yg sering kali berinteraksi menggunakan cara yg kompleks. Munculnya pemikiran rasionalistik dalam masa Pencerahan, menggunakan tokoh-tokoh misalnya René Descartes, Immanuel Kant,dan John Locke, menaruh donasi akbar pada membangun pandangan global yg lebih ilmiah dan berbasis bukti.Namun, pada poly hal, rasionalisme ini nir bisa sepenuhnya mengatasi kebutuhan insan akan makna subjektif, emosi, dan nilai-nilai yg diwariskan menurut tradisi. Di sisi lain, emosionalitas, yg acapkalii dipercaya menjadi sesuatu yg bertentangan menggunakan rasionalitas, sudah menerima perhatian lebih pada pemikiran terkini.Teori-teori psikologi, misalnya yg dikembangkan sang Sigmund Freud dan Carl Jung, memberitahuakn bahwa aspek emosional dan bawah sadar berperan krusial pada membangun konduite insan.
Bahkan pada ranah politik & sosial, kekuatan emosional sering kali mendasari gerakan-gerakan revolusioner dan ideologi-ideologi akbar  yg ada sepanjang abad ke-19 & ke-20. Selain itu, tradisi baik pada bentuk agama, budaya, juga norma sosial permanen sebagai aspek krusial pada struktur pemikiran terkini. Meskipun sering kali dipercaya menjadi hal yg "ketinggalan zaman" pada konteks kemajuan ilmiah dan rasional, poly warga  terkini yg permanen bergantung dalam nilai-nilai tradisional buat membangun bukti diri kolektif dan orientasi moral. Tradisi ini menaruh dasar bagi etika, keluarga, dan struktur sosial yg terdapat pada banyak sekali belahan global, sekaligus sebagai asal perseteruan antara kekuatan tradisional dan modernitas. Dalam konteks ini, pemikiran terkini bisa dicermati menjadi sebuah bisnis buat menemukan jalan tengah antara rasionalisme, emosionalitas, dan tradisi. Keterlibatan ketiga unsur ini terlihat pada pemikiran filosofis atau sosial, namun pula pada bentuk hubungan yg terjadi pada kehidupan sehari-hari insan terkini.
Tujuan menurut goresan pena ini merupakan buat mengeksplorasi sinergi antara ketiga elemen tadi dan bagaimana mereka saling membangun pemikiran terkini, baik pada ranah teori juga praktik.
Dengan demikian, pembahasan ini hanya bertujuan buat tahu impak masing-masing elemen rasionalisme, emosionalitas, dan tradisi secara terpisah, namun pula buat menilik bagaimana ketiganya saling berinteraksi dan membangun ekuilibrium yg kompleks pada proses pembentukan pemikiran terkini.
Apa yang sebagai penekanan primer merupakan bagaimana mencari titik temu atau jalan tengah yg memungkinkan harmoni antara dimensi rasional, emosional, dan tradisional pada menghadapi tantangan zaman terkini yg serba cepat dan dinamis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H