Mohon tunggu...
Wafa Syakila
Wafa Syakila Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Universitas Siliwangi

membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Analisis Tantangan dan Peluang Ekspor Produk UMKM di Indonesia

6 Oktober 2024   12:35 Diperbarui: 7 Oktober 2024   11:50 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam konteks perekonomian global yang semakin kompetitif, ekspor produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah menjadi salah satu strategi kunci bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diversifikasi produk, dan memperkuat devisa negara. Sebagai tulang punggung perekonomian nasional, UMKM memiliki potensi yang sangat besar untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan. Namun, upaya UMKM untuk menembus pasar global seringkali terkendala oleh berbagai tantangan struktural dan non-struktural yang kompleks, sehingga mengharuskan adanya dukungan yang lebih intensif dari pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan terkait.

Menurut data Kementrian Keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontribusi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap ekspor nasional masih terbilang rendah. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencatat, kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional hanya sebesar 15,7 persen pada tahun 2023. Hal ini tentu menjadi perhatian pemerintah sehingga menargetkan untuk mendorong kontribusi produk UMKM dalam komoditas barang ekspor agar dapat mencapai angka 17 persen pada tahun 2024 (Kementrian Keuangan 2024).

Menurut Iwan, salah satu faktor utama yang menghambat peningkatan ekspor UMKM Indonesia adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman sumber daya manusia (SDM) UMKM mengenai prosedur ekspor-impor. Selain itu, persyaratan yang kompleks seperti standarisasi, sertifikasi, dan pengemasan produk juga menjadi tantangan tersendiri bagi UMKM. Masalah lain yang turut memperlambat pertumbuhan ekspor UMKM adalah keterbatasan modal. Data dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) menunjukkan bahwa porsi kredit yang diberikan kepada UMKM masih relatif kecil dibandingkan dengan sektor lainnya. Meskipun sektor perdagangan besar dan eceran menjadi penerima kredit UMKM terbesar, namun total kredit yang diterima UMKM masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pengembangan usaha. Selain itu, distribusi kredit UMKM juga cenderung terpusat di Pulau Jawa, sehingga UMKM di daerah lain masih kesulitan mendapatkan akses pembiayaan. (Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia).

Bank Indonesia dan Kementerian Koperasi dan UKM telah mengidentifikasi bahwa UMKM di Indonesia masih kesulitan bersaing di pasar yang semakin kompetitif karena keterbatasan teknologi produksi mereka. Ketidakmampuan untuk memperbarui mesin dan peralatan produksi membuat UMKM sulit menciptakan produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi. Padahal, pengembangan teknologi adalah kunci untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, serta kualitas produk. Namun, kendala utama yang dihadapi UMKM adalah terbatasnya modal untuk investasi dalam teknologi baru. Hal ini membuat banyak UMKM terpaksa terus menggunakan teknologi lama yang kurang efisien.

Menurut Kementerian Koperasi dan UKM serta para ahli, UMKM dihadapkan pada berbagai kendala dalam menembus pasar ekspor. Salah satu masalah utama adalah kurangnya kompetensi sumber daya manusia UMKM dalam memahami dan menjalankan proses ekspor yang kompleks, mulai dari perizinan hingga memenuhi standar internasional. Selain itu, faktor ekonomi seperti harga jual yang kurang kompetitif, keterbatasan modal, dan biaya logistik yang tinggi juga menjadi tantangan. Terbatasnya akses terhadap informasi mengenai pasar, promosi, dan pembiayaan semakin memperumit situasi. Belum lagi, aspek legalitas seperti kepemilikan izin usaha dan sertifikasi produk seringkali menjadi kendala tersendiri (Kementrian Koperasi dan UKM).

”Haryanti menyoroti bahwa tingkat pemahaman dan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi digital di kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya pada skala usaha mikro, masih tergolong rendah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin melebarnya kesenjangan digital, di mana para pelaku UMKM menghadapi tantangan seperti kesulitan dalam mengoperasikan email atau lupa kata sandi akun digital mereka. Sebuah survei yang dilakukan oleh UKM Indonesia terhadap para pedagang di pasar tradisional memperkuat temuan ini. Survei tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang masih merasa kebingungan ketika harus berinteraksi dengan berbagai platform digital, salah satunya adalah WhatsApp Business. Banyak di antara mereka yang merasa takut atau tidak mampu untuk mempelajari dan menggunakan platform-platform tersebut secara mandiri, sehingga mereka membutuhkan bantuan orang lain. Lebih mengkhawatirkan lagi, hampir 90% dari pedagang yang disurvei menyatakan bahwa mereka belum pernah mengikuti pelatihan atau program literasi digital sama sekali.” (laporan program Pasar Juwara, UKM Indonesia).

”Dalam upaya mendorong ekspor UMKM, pemerintah Indonesia telah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XI yang mencakup KURBE. Program ini memberikan akses pembiayaan murah hingga Rp 50 miliar melalui LPEI, dengan jangka waktu fleksibel. Alokasi dana Rp 1 triliun pada 2017 menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung UMKM, meskipun realisasinya masih perlu ditingkatkan.” Terang Iwan (Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia).

Selin itu, pemerintah Membangun infrastruktur yang memadai dapat membantu UMKM meningkatkan efisiensi operasional dan memperluas jangkauan pasar, memfasilitasi ekspor melalui Free Trade Agreement (FTA) dapat mengurangi biaya kepabeanan sehingga mempermudah pelaku usaha dalam melakukan ekspor, dan menyediakan layanan satu pintu Customer Service Center dan Designer Dispatch Service (DDS) untuk membantu pelaku usaha dalam promosi, riset pasar, dan permintaan hubungan dagang (Adminkoperasi, n.d.)

UMKM harus proaktif dalam meningkatkan daya saingnya melalui langkah-langkah seperti: menyesuaikan produk dengan tren pasar, memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, meningkatkan kualitas produk secara konsisten, melakukan riset pasar secara berkala, memanfaatkan platform media sosial, dan menciptakan inovasi baru. 

Wafa Syakila Herdani

Mahasiswa Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Siliwangi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun