Mohon tunggu...
Wafa Amirotul Karimah
Wafa Amirotul Karimah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Creative

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Investasi dalam Perspektif Islam

2 November 2023   16:10 Diperbarui: 2 November 2023   16:15 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Islam  melarang segala sesuatu yang dapat merugikan kehidupan ekonomi, seperti riba, gharar dan maisir. Islam juga melarang umatnya untuk mengumpulkan uang atau  kekayaan, karena Islam tidak mengizinkan umatnya menjadi kaya dan egois demi keuntungan pribadi. Islam mempromosikan distribusi pendapatan yang adil dan kemakmuran ekonomi dalam masyarakat. Dan salah satu upaya untuk menyeimbangkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi adalah dengan berinvestasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa ekonomi Islam mensyaratkan adanya kegiatan ekonomi yang halal, baik produknya sebagai subyek, cara memperolehnya, maupun cara penggunaannya.

Semakin cepat perkembangan usaha di suatu negara, maka semakin besar peluang bagi wirausahawan untuk mengembangkan sumber daya masyarakat. Perkembangan ini ditandai dengan munculnya pemain-pemain ekonomi baru. Konsep materialis memiliki cakupan yang lebih luas dalam dunia ekonomi dan bisnis dibandingkan dengan konsep nilai spiritual saat ini. Konsep materialistis juga mendominasi sebagian besar masyarakat, terutama para pebisnis. Ketidaktahuan masyarakat terhadap hukum syariah membuat upaya pencegahan dampak negatif globalisasi menjadi sulit. Akibatnya, banyak investor berinvestasi di industri yang menghasilkan produk haram, seperti pabrik minuman beralkohol, obat-obatan terlarang, dan rokok.

Pengertian Investasi 

Investasi berasal dari bahasa inggris investment dengan kata dasar invest yang berarti mengolah, atau istathmara dalam bahasa arab yang berarti mendatangkan hasil, menumbuhkan dan menambah kuantitas (Antonio, 2007). Sederhananya, investasi adalah real estat atau aset yang dimiliki oleh perorangan atau badan usaha yang dimiliki dengan harapan memperoleh pendapatan  atau keuntungan berkala dari penjualannya dan biasanya disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama (Rahmawan 2005). Investasi merupakan kegiatan yang dianjurkan dalam pandangan Islam. Hal ini karena kegiatan investasi sudah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW. sejak  muda  sampai  menjelang  masa  kerasulan.  Sunnah Nabi SAW. yang berkaitan dengan bisnis  adalah  segala  perkataan,  perbuatan  atau  ketetapan  nabi SAW. dalam menjalankan aktifitas  bisnisnya.  Dalam  catatan  sejarah, Nabi SAW. pernah mengelola modal milik janda kaya Mekkah dan harta waris anak yatim, dan beberapa hadis perkataan nabi SAW. yang mengakui perserikatan (penyertaan modal) di dalam aktivitas bisnis.

Investasi merupakan bagian dari fikih muamalah, sehingga berlaku kaidah “hukum asal dalam bentuk muamalah adalah boleh  kecuali ada dalil yang mengharamkannya” (Djazuli. A 2006). Aturan ini ditetapkan karena ajaran Islam melindungi. kepentingan semua pihak dan menghindari sikap saling menzalimi. Hal ini mengharuskan investor untuk mengetahui batasan dan aturan investasi syariah, baik dari segi proses, tujuan, objek dan dampak investasi. Namun tidak semua jenis investasi diperbolehkan menurut hukum syariah, seperti dalam kasus bisnis yang dijelaskan di atas, mengandung penipuan dan kebohongan atau mengandung unsur kegiatan yang dilarang oleh hukum Islam.

Jenis-jenis Investasi

Investasi yang di perbolehkan:

  • Mudharabah, yaitu akad antara pemilik modal dan pengelola modal untuk memperoleh keuntungan. Pihak pertama sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan pihak kedua sebagai pengelola modal masing-masing menerima keuntungan  dibagi menurut proporsi yang disepakati pada awal akad.
  • Musyarakah, yaitu kesepakatan para pihak untuk menanamkan modalnya pada suatu kegiatan ekonomi dengan membagi keuntungan atau kerugian menurut nisbah yang disepakati.

Investasi yang dilarang:

  • Maisir, yaitu aktivitas apa pun yang melibatkan permainan untung-untungan di mana siapa pun yang memenangkan permainan tersebut, dialah yang memenangkan taruhannya.
  • Gharar, yaitu ketidakpastian akad, berkaitan dengan kualitas atau kuantitas pokok akad atau penyerahannya.
  • Riba, yaitu kenaikan dengan imbalan barang ribawiyyah (al-amwalal-ribawiyyah) dan peningkatan di atas pokok utang dengan imbalan imbalan penangguhan penuh.
  • Batil, yaitu jual beli yang tidak sesuai dengan rukun dan akad (peraturan asal/asas dan sifat) atau tidak diperbolehkan menurut syariat Islam.
  • Bay’ima’dum, yaitu jual beli  barang yang belum menjadi miliknya.
  • Ihtikar, yaitu membeli barang-barang yang benar-benar dibutuhkan masyarakat (barang kebutuhan pokok) padahal harganya murah dan menimbunnya dengan maksud untuk dijual kembali padahal harganya lebih mahal.
  • Taghrir, yaitu usaha mempengaruhi orang lain dengan perkataan atau perbuatan yang mengandung tipu muslihat, untuk membujuknya agar melakukan suatu transaksi.
  • Ghabn, yaitu ketidak seimbangan antara dua barang (objek) yang dipertukarkan dalam suatu akad, baik  kualitas maupun kuantitasnya.
  • Talaqqial-Rukbhan, bagian dari ghabn, yaitu jual beli  barang dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar karena  penjual tidak mengetahui harganya.
  • Tadlis, yaitu penyembunyian cacat pada objek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolah-olah objrk akad itu bebas dari cacat.
  • Ghishsh, merupakan bagian dari tadlis, yaitu penjual menjelaskan atau menerangkan kelebihan atau ciri-ciri barang yang dijual dan menyembunyikan cacatnya.
  • Tanajush/Najsh, yaitu penawaran barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak mempunyai niat untuk membelinya. Untuk menunjukkan bahwa ada banyak pihak yang berminat membelinya.
  • Dharar, yaitu perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian bagi orang lain.
  • Rishwah, artinya pemberian yang bertujuan untuk merampas sesuatu yang bukan haknya, untuk membenarkan yang salah dan menjadikan yang salah menjadi benar.
  •  Maksiat dan kezaliman, yaitu perbuatan yang merugikan, menindas atau mengganggu hak orang lain yang tidak dibenarkan oleh hukum syariah. Oleh karena itu, hal ini dapat dianggap sebagai bentuk penganiayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun