Mohon tunggu...
Mohammad Agus Khoirul Wafa
Mohammad Agus Khoirul Wafa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemerhati fenomena sosial ekonomi, politik, dan budaya Aktivis dakwah kampus dan Mahasiswa Ekonomi Islam, FIAI UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Power of Jadda ala Negeri 5 Menara

8 April 2012   09:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:53 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negeri 5 Menara mengajarkan tidak hanya tentang kekuatan tekad dan kemauan kepada kita, namun lebih jauh memberikan gambaran kepada kita ketika akan menghadapi dan menemui sesuatu yang baru jangan sampai kita patah arang atau mundur terlebih dahulu sebelum melihat dan mengetahui hakekat apa yang dihadapi apakah itu baik atau buruk.

Negeri 5 Menara memberikan contoh dengan seorang anak bernama Alif yang sudah memiliki cita-cita dan komitmen luar biasa dengan kawan akrabnya untuk meneruskan studinya di ITB namun karena keinginan ibunya agar dia bisa belajar di pesantren.

Dilema dirasakan oleh Alif yang akhirnya dinasehati oleh ayahnya bahwa ibunya ingin Alif menjadi penerus cita-cita luhur sosok Buya Hamka yang mampu memberikan kontribusi yang luar biasa pada ummat. Satu nasehat yang membuat Alif berubah jalur 180 derajat yaitu bahwa untuk mengetahui sesuatu itu baik atau tidak, maka dia harus melihatnya secara langsung yang dimisalkan dengan jual beli satu-satunya ternak sang ayah untuk biaya pendidikan Alif di pesantren.

Nasihat sang ayah dan cita-cita luhur sang ibu memotivasi Alif dan meneguhkan pilihannya untuk beralih haluan untuk meneruskan studinya di salah satu pondok pesantren modern di Jawa, Pondok Madani namanya. Mulai dari sinilah Alif mulai belajar tentang banyak hal, pergolakan Alif terus berlanjut ketika dia memulai masa studinya dengan lingkungan baru tersebut dengan kebiasaannya dan surat dari kawannya yang dulu berkomitmen studi di ITB bersama Alif serta kepergian salah satu kawan akrabnya Baso dari Sulawesi yang mengundurkan diri dari pondok.

Sampai pada tahun ke dua setelah kelulusan, Alif sempat meminta untuk mengundurkan diri dari pondok tersebut karena ternyata niat Alif masih setengah-setengah. Namun berkat perenungannya kembali pada cita-cita luhur sang ibu dan kebersamaan dengan temannya akhirnya Alif mengurungkan niatnya untuk keluar dari pesantren.

Novel dan Film ini dibumbui dengan kisah romantis dengan virus hati merah mudah yang muncul di hati Alif kepada keponakan direktur pondok. Kisah ini hanya berjalan sepintas dalam jalan cerita ini. Tema Negeri 5 Menara diangkat dari tekad para Shahibul Manara (red-Penunggu atau yang sering berkutat di Menara) untuk bersinggah pada beberapa negara yang memiliki menara fenomenal dengan semangat “Man Jadda Wajada” (Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dapat lah apa yang diharapkan).

Keunggulan film ini adalah dalam menyampaikan sebuah nilai tekad kesungguhan tanpa terkesan menggurui. Namun demikian ibarat mata uang ada dua sisi, ada keunggulan dan juga ada sisi yang perlu diperbaiki ke depannya.  Satu hal yang perlu dikembangkan dari film bergenre drama humor ini adalah bagaimana dapat membuat film ini lebih menceritakan dinamika pesantren yang mampu membuat karakter Alif remaja menjadi sosok Alif dewasa yang suka berpetualang.

Di film ini memang sudah disebutkan kisah Ibnu Batutho sang pengelana muslim. Namun demikian proses untuk menjadikan Alif sebagai wartawan di akhir cerita belum dapat terwakili dengan hanya pentas drama Ibnu Batutho tersebut. Hal ini diperlukan agar kesan bahwa film tersebut lebih mengalir dan tidak terkesan dipotong akan nampak jelas. Saya kira inilah aspek penting yang perlu dimunculkan agar film anak bangsa ini lebih sempurna menginspirasi anak bangsa lain untuk lebih bersungguh-sungguh dalam meraih cita-cita sekaligus mengetahui prosesnya, sehingga walaupun jika tidak melalui jalan pondok pesantren seorang penonton film dapat mengambil proses inti substantif dari film ini.

Bravo Negeri 5 Menara, Bravo film karta anak bangsa Indonesia....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun