Negeri 5 Menara mengajarkan tidak hanya tentang kekuatan tekad dan kemauan kepada kita, namun lebih jauh memberikan gambaran kepada kita ketika akan menghadapi dan menemui sesuatu yang baru jangan sampai kita patah arang atau mundur terlebih dahulu sebelum melihat dan mengetahui hakekat apa yang dihadapi apakah itu baik atau buruk.
Negeri 5 Menara memberikan contoh dengan seorang anak bernama Alif yang sudah memiliki cita-cita dan komitmen luar biasa dengan kawan akrabnya untuk meneruskan studinya di ITB namun karena keinginan ibunya agar dia bisa belajar di pesantren.
Dilema dirasakan oleh Alif yang akhirnya dinasehati oleh ayahnya bahwa ibunya ingin Alif menjadi penerus cita-cita luhur sosok Buya Hamka yang mampu memberikan kontribusi yang luar biasa pada ummat. Satu nasehat yang membuat Alif berubah jalur 180 derajat yaitu bahwa untuk mengetahui sesuatu itu baik atau tidak, maka dia harus melihatnya secara langsung yang dimisalkan dengan jual beli satu-satunya ternak sang ayah untuk biaya pendidikan Alif di pesantren.
Nasihat sang ayah dan cita-cita luhur sang ibu memotivasi Alif dan meneguhkan pilihannya untuk beralih haluan untuk meneruskan studinya di salah satu pondok pesantren modern di Jawa, Pondok Madani namanya. Mulai dari sinilah Alif mulai belajar tentang banyak hal, pergolakan Alif terus berlanjut ketika dia memulai masa studinya dengan lingkungan baru tersebut dengan kebiasaannya dan surat dari kawannya yang dulu berkomitmen studi di ITB bersama Alif serta kepergian salah satu kawan akrabnya Baso dari Sulawesi yang mengundurkan diri dari pondok.
Sampai pada tahun ke dua setelah kelulusan, Alif sempat meminta untuk mengundurkan diri dari pondok tersebut karena ternyata niat Alif masih setengah-setengah. Namun berkat perenungannya kembali pada cita-cita luhur sang ibu dan kebersamaan dengan temannya akhirnya Alif mengurungkan niatnya untuk keluar dari pesantren.
Keunggulan film ini adalah dalam menyampaikan sebuah nilai tekad kesungguhan tanpa terkesan menggurui. Namun demikian ibarat mata uang ada dua sisi, ada keunggulan dan juga ada sisi yang perlu diperbaiki ke depannya. Satu hal yang perlu dikembangkan dari film bergenre drama humor ini adalah bagaimana dapat membuat film ini lebih menceritakan dinamika pesantren yang mampu membuat karakter Alif remaja menjadi sosok Alif dewasa yang suka berpetualang.
Di film ini memang sudah disebutkan kisah Ibnu Batutho sang pengelana muslim. Namun demikian proses untuk menjadikan Alif sebagai wartawan di akhir cerita belum dapat terwakili dengan hanya pentas drama Ibnu Batutho tersebut. Hal ini diperlukan agar kesan bahwa film tersebut lebih mengalir dan tidak terkesan dipotong akan nampak jelas. Saya kira inilah aspek penting yang perlu dimunculkan agar film anak bangsa ini lebih sempurna menginspirasi anak bangsa lain untuk lebih bersungguh-sungguh dalam meraih cita-cita sekaligus mengetahui prosesnya, sehingga walaupun jika tidak melalui jalan pondok pesantren seorang penonton film dapat mengambil proses inti substantif dari film ini.
Bravo Negeri 5 Menara, Bravo film karta anak bangsa Indonesia....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H