Mohon tunggu...
Wadkhulli Jannati Priyoko
Wadkhulli Jannati Priyoko Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Muhammadiyah Jakarta

Don’t tell people your plans. Show them your results.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peristiwa G30S/PKI dan Kaitannya dengan Teori Sosiologi Komunikasi

15 Juli 2024   01:22 Diperbarui: 15 Juli 2024   02:22 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 30 September 1965, Indonesia diguncang oleh peristiwa penting yang akan mengubah arah sejarahnya insiden G30S/PKI. Peristiwa ini merupakan upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang akhirnya gagal tetapi berujung pada pembantaian terhadap orang-orang yang diduga bersimpati terhadap komunis dan perubahan signifikan dalam lanskap politik negara tersebut. Dalam artikel ini, akan membahas insiden G30S/PKI dan hubungannya dengan teori sosiologi komunikasi.

Peristiwa G30S/PKI

Peristiwa G30S/PKI merupakan upaya kudeta yang gagal oleh sekelompok perwira Angkatan Darat yang berafiliasi dengan PKI. Kelompok yang dipimpin oleh Letkol Untung Syamsuri ini menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat berpangkat tinggi dan berupaya menguasai pemerintahan. Namun, kudeta tersebut dengan cepat digagalkan oleh Jenderal Suharto yang kemudian menjadi Presiden kedua Indonesia.

Akibat dan Pembantaian

Kudeta yang gagal itu diikuti oleh gelombang kekerasan dan pembunuh massal terhadap mereka yang diduga bersimpati pada komunis. Militer Indonesia dengan dukungan kelompok Islam dan faksi konservatif, melancarkan kampanye untuk membersihkan negara dari unsur-unsur komunis. Hal ini mengakibatkan kematian sekitar 500.000 hingga 1 juta orang, terutama yang diduga komunis, etnis Tionghoa, dan intelektual sayap kiri.

Hubungan dengan Teori Sosiologi Komunikasi

Peristiwa G30S/PKI dan dampak-dampaknya mempunyai kaitan yang signifikan dengan teori sosiologi komunikasi, khususnya dalam bidang : 

  • Agenda setting theory

Agenda setting theory yang dicetuskan oleh Max McCombs dan Donald Shaw menyatakan bahwa media memiliki kekuatan untuk menetapkan agenda publik dengan menyoroti isu-isu tertentu dan menciptakan rasa penting. Dalam konteks insiden G30S/PKI, media memainkan peran penting dalam membentuk opini publik dan menciptakan narasi yang membenarkan pembantaian terhadap orang-orang yang diduga komunis. Pemerintah yang didukung militer menggunakan propaganda dan memanipulasi media untuk menciptakan suasana ketakutan dan histeria, melabeli simpatisan komunis sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

  • Framing Theory

Framing theory yang dikembangkan oleh Erving Goffman, menjelaskan bagaimana orang mengatur dan memahami informasi dengan menciptakan kerangka kerja mental atau "bingkai." Dalam kasus insiden G30S/PKI, pemerintah yang didukung militer membingkai peristiwa tersebut sebagai tindakan heroik untuk menyelamatkan negara dari pengambilalihan komunis, sementara membingkai para simpatisan komunis yang dituduh sebagai penjahat. Pembingkaian ini berdampak signifikan pada persepsi publik dan berkontribusi pada pembenaran kekerasan yang terjadi setelahnya.

  • Interkasionisme Simbolik

Interaksionisme simbolik, sebuah teori yang dikembangkan oleh Herbert Blumer, menekankan peran simbol, seperti bahasa dan gerak tubuh, dalam membentuk interaksi manusia. Dalam konteks insiden G30S/PKI, simbol dan retorika memainkan peran penting dalam membentuk narasi publik. Penggunaan propaganda komunis, sentimen anti-Tiongkok, dan simbolisme agama berperan penting dalam memobilisasi dukungan untuk pembantaian tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun