Dalam salah satu bait prosa lirisnya yang berjudul Pengakuan Pariyem (1981), Linus Suryadi AG menggambarkan bagaimana gelinya Pariyem ketika untuk pertama kalinya menyusui anaknya:
Dan waktu saya meneteki pertama kalinya
O, Allah, gelinya setengah mati, mas
Dengan bibir, lidah, dan gusinya lembut
penthil saya dikenyut-kenyut
Mengingatkan saya pada bapaknya
pada Den Bagus Ario Atmojo
gemar benar mengenyut penthil saya!
Ada sekian banyak pekerjaan ibu untuk bayinya, setidaknya adalah menyusui dan menyuapi. Dua kata bentukan tersebut berasal dari kata dasar "susu" dan "suap". Jika yang pertama nyaris tidak memiliki konotasi yang negatif, namun demikian kata yang ke-dua sudah terlanjur populer di dunia politik dan hukum, yang berkonotasi negatif.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini sangat sibuk dengan pemberantasan tindak "suap-menyuap", tetapi tidak pernah disibukkan oleh kegiatan "susu-menyusu."
Kegiatan menyusui hanya bisa dilakukan oleh perempuan. Perempuanlah yang ditakdirkan memiliki payudara, sementara itu laki-laki tidak. Secara biologis laki-laki dan perempuan memang berbeda. Perbedaan inilah yang kelak menimbulkan pembagian kerja secara seksual, perempuan di sektor domestik, laki-laki di sektor publik.