Mohon tunggu...
Rinaldi Abrakadabra™
Rinaldi Abrakadabra™ Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Anak muda

Anak muda yang rajin beribadah, sesungguhnya telah kehilangan masa mudanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Pendidikan dan Pragmatisme di Dunia Nyata

18 November 2017   11:51 Diperbarui: 18 November 2017   12:12 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: liberdadeeduca.blogspot.com

BENAR, bahwa setiap individu pasti punya potensi kelebihan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, kalau dihakimi hanya menggunakan satu parameter kepintaran, pastinya cuma sebagian kecil saja yang lolos dan dapat predikat "pintar". Selebihnya dicap "goblok".

Tapi, dunia nyata bersifat pragmatis dan membutuhkan suatu parameter untuk "menghakimi" apakah seseorang itu dapat terpakai atau tidak dalam kehidupan ini. Jadi persoalannya, bukan apakah seseorang itu bodoh atau pintar, melainkan apakah segenap potensi dan kepintaran yang dimiliki seseorang bisa bermanfaat?

Gajah, monyet, kuda nil, ikan, kucing dan anjing semua boleh jadi memiliki potensi kelebihan masing-masing. Tapi ketika dunia nyata membutuhkan "seseorang" yang bisa memetik kelapa dengan cepat dan rapih, dan semua hewan tersebut mencoba melamar pekerjaan itu dan dites, pastilah monyet yang memenangkan pekerjaan itu.

Semua alat yang diciptakan manusia itu pasti ada gunanya. Tapi kalau persoalannya adalah kita mau menyebrangi sungai, jelas kita lebih butuh rakit, bukan microwave.

Jadi kalau ada seseorang yang --anggaplah---dinilai bodoh di komunitasnya, belum tentu dia benar-benar bodoh. Boleh jadi dia memiliki kecerdasan, potensi dan bakat tertentu, hanya bakatnya tidak terpakai oleh lingkungan sekitarnya. Pendek kata, tidak ada demand atas keahlian yang dia miliki sehingga dirinya tidak "match" dengan lingkungan sekitarnya.

Inilah salah satu sebab, kenapa banyak sarjana nganggur, atau susah cari kerja. Bukan semata-mata karena kurangnya lapangan pekerjaan, tapi potensi dan keahlian yang terkait dengan gelar kesarjanaannya tidak terpakai di dunia nyata. Pintar, tapi demand atas kepintaran tersebut tidak ada, atau sekurangnya sangat sedikit. Akhirnya, beberapa orang dari golongan tersebut memilih pekerjaan di luar bidang kesarjanaannya, itu juga karena memiliki keahlian terapan di bidang lain. Selebihnya, yang tidak memiliki keahlian terapan di bidang lain, ya nganggur atau kerja serabutan.

Makanya, jangan heran kalau lulusan SMK seringkali lebih cepat dapat pekerjaan daripada lulusan S1. Dunia nyata itu pragmatis, itulah kenyataannya. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun