Berbicara soal faktor kebutaan memanglah tidak menyenangkan. Tapi, hal ini juga perlu dipahami sebagai antisipasi dan edukasi untuk kesehatan pribadi mau pun orang-orang tersayang di sekeliling kita. Mulai soal katarak, glaukoma, dan sebagainya menjadi beberapa penyakit yang membuat penderita penyakit mata tadi cenderung mengalami kehilangan penglihatan secara drastis.
Kali ini penulis akan membahas seputar dunia "Glaukoma," yang juga menjadi pencuri pengelihatan penulis. Hal ini perlu adanya dibahas lebih ringan, supaya kesalahpahaman tentang glaukoma ini dapat diurai perlahan. Maksudnya bagaimana? Nah, penulis sendiri sering mendapat pertanyaan yang cukup unik, konyol, dan terkesan menggeneralisir soal glaukoma itu pasti disebapkan oleh salah satu penyakit.
Salah kaprah dan gagal paham soal "Glaukoma," ini sering penulis temui saat bertemu orang baru, lalu menanyakan muasal kebutaan yang penulis alami. Mulai yang langsung auto tebak, seperti: Karena penyakit gula, karena nama penyakitnya itu nyerempet dikit ke gula. Yaitu "Glau."
"Kan itu mirip ke Glukosa, mas. Jadi pasti karena gula kan?" kata beberapa orang yang menebak muasal glaukoma saya.
Selain itu, ada juga yang ngeyel berpendapat kalau glaukoma itu masih kerabat katarak dan berbagai asumsi liar lainnya. Hal-hal itu kadang bikin penulis pusing sendiri harus menjawab atas salah kaprah yang kadung menjadi tebak-tebak asal. Nah, maka dari itu mari kita luruskan perlahan polemik glaukoma yang menjadi misteri di tengah-tengah masyarakat awam. Supaya tidur mereka nyenyak.
Mengenal Penyakit Glaukoma
Nah, sebelum jauh-jauh membahas sebap muasal penyakit glaukoma ini, alangkah baiknya masyarakat budiman memahami pengertian dari penyakit ini. Secara sederhana Glaukoma dapat dipahami sebagai kondisi yang menyebabkan kerusakan pada saraf mata, biasanya berlangsung secara perlahan dan dalam jangka waktu lama (kronis). Di tingkat global, glaukoma menjadi penyebab kebutaan permanen ketiga. Sedangkan Di Indonesia, sekitar 4-5 dari setiap 1000 penduduk mengalami glaukoma.
Penyakit glaukoma biasanya menggangu penglihatan, yang ditandai dengan rusaknya saraf mata. Umumnya disebabkan oleh tekanan tinggi di dalam bola mata. Tekanan ini meningkat karena terganggunya aliran cairan mata yang disebut aqueous humour, sehingga cairan tersebut tidak bisa keluar dengan lancar, hingga menyebapkan penumpukan cairan di dalam mata. Â Meski begitu, ada juga kasus glaukoma yang terjadi meski tekanan bola mata normal. Jika tidak ditangani dengan baik, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. Kondisi ini sering dialami oleh lansia, terutama mereka yang berusia di atas 60 tahun. Namun, "Glaukoma," sendiri juga dapat menyerang orang-orang yang masih muda. Bahkan balita, usia remaja, atau bahkan memang ada unsur genetika sejak lahir.
Lalu sebenarnya apa penyebap dari penyakit glaukoma? Penyebab utama glaukoma adalah meningkatnya tekanan di dalam mata, atau tekanan intraokular, yang terjadi akibat produksi cairan aqueous humour yang berlebihan. Aqueous humour adalah cairan alami dalam mata yang berfungsi membersihkan kotoran, menjaga bentuk mata, dan memberikan nutrisi. Ketika cairan tersebut menumpuk, tekanan pada bola mata meningkat, dan hal ini bisa merusak saraf optik. Kerusakan pada saraf optik inilah yang memicu terjadinya glaukoma.
Ragam dan Jenis Penyakit Glaukoma
Bila merujuk dari para dokter, saat saya pernah periksa di RSUP Sardjito, RS. Yap, RSCM Jakarta, Glaukoma sendiri dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya. Pertama, glaukoma sudut terbuka, yang terjadi ketika saluran trabecular meshwork, tempat aliran aqueous humour, tersumbat sebagian. Kedua, glaukoma sudut tertutup, di mana saluran tersebut tersumbat sepenuhnya, dan jenis ini lebih sering ditemukan pada orang Asia. Ketiga, glaukoma kongenital, disebabkan oleh kelainan sejak lahir dan biasanya dialami oleh anak-anak. Selanjutnya, glaukoma tekanan normal, yaitu kerusakan saraf mata yang terjadi meskipun tekanan bola mata tetap normal, sering kali dipengaruhi oleh aliran darah yang buruk atau hipersensitivitas. Terakhir, glaukoma sekunder, yang disebabkan oleh komplikasi penyakit lain seperti diabetes atau hipertensi, atau karena penggunaan obat-obatan tertentu.