Hari raya idul fitri merupakan waktu yang membahagiakan bagi beberapa orang.
Bayangan kampung yang berudara segar, aliran sungai kecil, wara-wiri hewan ternak, dan pemandangan menghijau dari sawah-sawah kampung penuh sesak menghiasi pelupuk para perantau. Tentu itu adalah hal yang menyenangkan.
Tetapi ini tidak terjadi pada para jomblo, mahasiswa akhir, pekerja serabutan, dan sobat yang berjuang dari garis nol. Pertanyaan template pasti akan memberondong kewarasan.
Menjadi sosok yang berbeda atau alur hidup yang tidak sama dengan orang lain, dari segi pendidikan, profesi, taraf ekonomi, dan sejenisnya sungguh tidak mudah.
Terkadang pertanyaan, sindiran, hingga omongan sarkas harus dengan legowo saya terima. Mengapa begitu?
Yups, saya digariskan peran sebagai disabilitas netra dari sutradara kehidupan.
Peran ini baru saya terima kontraknya sejak tahun 2020 karena penyakit glaukoma yang saya alami. Karena satu, dua hal, akhirnya penyakit ini menyudahi gemrlap dunia di mata saya.
Lebaran kali ini harus saya lewati dengan berbagai pertanyaan yang unik, mengesalkan, dan memuakkan.
Tidak jarang, saat saya makan camilan dengan hikmat, rasanya langsung berubah hambar ketika ada pertanyaan yang sungguh nganyeli.
Mulai dari yang kepo, prihatin, dan bisik-bisik para ibu-ibu yang sungguh saya dapat mendengar omongan mereka menjadikan momen lebaran kali ini serasa duduk di kursi narapidana.