Mohon tunggu...
Prasetyo Adie
Prasetyo Adie Mohon Tunggu... -

Belajar menyentuh yang ringan, sebelum mengangkat yang berat. Semua ada waktunya. Semua perlu proses, semua perlu pengorbanan. Tak ada "jalan pintas" untuk capai kesuksesan. www.wacana.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

GUYON POLITIK

31 Desember 2010   02:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:10 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12937612671824338501

Bagi banyak orang, politik menjadi aktifitas yang serius. Seserius orang sembahyang atau melakukan ritual-ritual keagamaan lainnya. Karena sifatnya yang serius, tak ayal ritual politik atau ritual keagamaan kerap memunculkan ketegangan, bahkan kepenatan. Mungkin tidak hanya pelaku politik atau keagamaan yang mengalami hal seperti itu, tetapi orang yang turut menyaksikan dan melihat juga mengalami hal serupa.

Politik memang penuh dengan improvisasi. Di sana-sini muncul alibi, trik, manipulasi, atau retorika. Ini yang membedakan dengan ritual keagamaan. Walaupun serius, ritual keagamaan umumnya dilakukan dengan jujur, pasrah, dan apa adanya. Karena sifatnya yang penuh dengan trik, maka tak jarang aktifitas politik justru memunculkan masalah demi masalah yang baru. Bukan sebaliknya, yaitu memecahkan masalah. Kesalahan lawan politik dengan sesegera mungkin dipergunakan sebagai senjata untuk menikam. Perang urat syaraf atau bahkan perang fisik menjadi hal yang lumrah karena ketegangan-ketegangan tersebut.

Memang, sejatinya politik ialah suatu karsa untuk menegakkan moralitas publik. Walaupun penuh dengan nuansa konflik dan intrik, politik yang ideal menghadirkan ruang penyelesaian secara terbuka. Inilah bedanya nuansa politik zaman demokrasi dan otoriter. Karena itu, insan-insan politik umumnya membekali diri dengan ilmu Manajemen Konflik yang ditujukan sebagai resolusi konflik. Bahwa konflik harus diatur sedemikian rupa untuk membangkitkan kesadaran diri dan publik terhadap suatu persoalan yang sedang terjadi.

Tanpa harus membahas lebih lebar mengenai politik dan konflik, ada baiknya kita berusaha menghadirkan nuansa politik yang sejuk dan segar. Dalam istilah Gus Dur, mari mengolahragakan politik, bukan mempolitikkan olahraga. Mengolahragakan politik ditujukan agar aktifitas berpolitik menjadi sehat, bugar, segar, di mana di sana-sini terselingi humor, guyon, dan parodi. Selain menyegarkan, humor politik juga dapat dijadikan ruang kritik-otokritik yang sehat. Humor politik yang sehat akan mampu mengendurkan syaraf-syaraf yang tegang karena berbagai pikiran dan persoalan yang menumpuk di otak.

Humor atau guyon politik berbeda dengan politik humor atau dagelan politik. Humor politik adalah aktualisasi “kejujuran” seseorang yang mewujud ke dalam lelucon-lelucon yang unik, lucu, dan terkadang satir. Tentu berbeda dengan dagelan politik, yang pada umumnya didefiniskan sebagai tindakan atau fenomena politik yang lucu, aneh, tak masuk akal, dan menggemaskan. Korupsi berjamaah yang dilakukan pejabat politik, dalam hal ini tentu masuk ke dalam kategori dagelan politik. Begitu pula trik dan intrik antarpelaku politik demi ambisi kekuasaan, juga masuk dalam ranah dagelan politik.

Guyon politik semacam itu sangat akrab dalam pribadi Gus Dur. Beliau terkenal sebagai pribadi yang humoris. Dalam mengkritik sebuah fenomena atau kebijakan politik, seringkali Gus Dur menggunakan kalimat-kalimat yang santai, ceplas-ceplos, apa adanya. Misalnya saja ketika Gus Dur mengkritik DPR sebagai “Taman Kanak-Kanak.” Ataupun ketika menyoroti sesuatu dengan akhiran kalimat, “gitu aja kok repot.” Hal semacam inilah yang mampu menyegarkan ingatan publik. Masyarakat yang tegang karena ditimpa berbagai persoalan hidup, mendengar dan melihat guyon semacam ini pun akan ikut terbahak-bahak.

Sebagaimana diingankan Gus Dur, humor atau guyon politik ditujukan untuk membangun kesadaran serta menyegarkan ingatan terhadap berbagai fenomena yang luput dari pengetahuan publik. Dengan humor, persoalan menjadi cair. Dengan guyon, syaraf-syaraf menjadi lentur kembali. Mungkin dengan cara inilah kita akan mudah menemukan akar persoalan sekaligus menemukan solusi atas persoalan yang terjadi.

Selamat tahun baru, selamat berhumor politik.

Adie Prasetyo: Merintis Penerbitan Buku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun