Mohon tunggu...
w rahman
w rahman Mohon Tunggu... profesional -

lahir di Cilacap, tinggal di Depok, Jawa Barat. belajar menyelami ilmu sedekah; sedekah ilmu, sedekah harta dan lain-lain... serta menjadi suami, ayah yang baik, manfaat buat sesama.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Di Balik Teguran Istri Hakim Heru yang Tak Terindah

17 Agustus 2012   17:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:36 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345229202133803295

[caption id="attachment_207354" align="aligncenter" width="540" caption="Ilustrasi/Admin (Yustinus Slamet Witokaryono)"][/caption] Pelajaran bagi para (calon) koruptor, tak henti-hentinya tertayang di depan mata, namun tak ubahnya seperti orang budeg (tak mendengar), mereka tetap menjejali otak mereka dengan falsafah 'anjing menggonggong kafilah tetap berlalu'. Sungguh saya terhenyak membaca berita-berita soal tertangkap tangannya dua orang hakim dan penyuap hakim oleh KPK. Kedua hakim bernama HERU KUSBANDONO dan satunya adalah KARTINI JULIANA MAGDALENA MARPAUNG. Terlebih berita yang menceritakan bagaimana hakim Heru sempat diperingatkan oleh sang Istri agar tak menerima uang suap, "agar tidak tertangkap petugas KPK. Namun Hakim Heru tidak mempedulikan peringatan sang istri," demikian kabar yang tersebar di media, seperti dikutip harian Suara Merdeka (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news_smg/2012/08/17/127420/Sang-Istri-pun-Sempat-Mengingatkan-Hakim-Heru). Oh, ini menjadi pukulan telak yang sangat menohok jantung penegakan hukum kita. Lagi-lagi sosok hakim yang seharusnya menjadi imam bagi penegakan hukum, justru menjadi pelopor suap, korupsi, dan satu lagi yang penting; pelopor tak taat istri, alias mengindahkan pesan istri. Jika benar, bahwa istri hakim Heru telah mengingatkan suaminya, saya sebagai suami yang sudah punya istri, jelas merasa bersyukur. Jika memang seorang istri menjadi pagar bagi 'pandangan' nakal suami, menjadi 'pagar' bagi kelakuan nakal suami, sungguh ini adalah contoh perbuatan yang harus dilakukan oleh para pendamping hakim, serta pendamping penegak hukum, dan tak menutup kemungkinan seluruh pendamping hidup kita semua. Jika diantara pendamping-suami atau istri anda-menjadi salah satu figur penting, baik itu pejabat, politisi, terlebih penegak hukum, maka jadilah pendamping mereka yang baik, yang selalu menjadi penjaga suami/istri anda dari setiap perbuatan yang akan menjerumuskan diri anda dan keluarga anda pada lembah kehinaan di dunia-dipenjara, dan dicemooh serta mendapatkan hukuman sosial. Namun ternyata, peringata sang istri hakim Heru ini sedikit terlambat. Sayang sekali ya, jika memang istri hakim Heru ini tahu kalau sang suami telah berbuat kurang wajar dalam menerima suap dan laku korup lainnya, mustinya diingatkan sejak awal. Kalau perlu, gugat cerai, jika memang ia tak mau menghentikan kebiasaan tak sehatnya. Ha ha... Kemudian satu lagi, hakim KARTINI JULIANA MAGDALENA MARPAUNG. Ah, nama besar lagi panjang ternyata tak menentukan panjangnya umur seseorang. He he, apa hubungannya. Ya jelas, panjang umurnya untuk berbuat baik dan memanfaatkan umurnya untuk memutuskan perkara yang haq (benar) adalah haq, batil (salah, keliru) adalah batil. Nah, kalau hakim Kartini ini, entah ya.. sejauh ini tidak ada kabar berita dari media maupun socmed, bahwa keluarganya berperan terhadap sosok yang menurut catatan Facebooknya ia lahir sekitar tahun 1972-1973 an... (diduga ini alamatnya: https://www.facebook.com/kartini.julianamarpaung). Suami, atau keluarganya berperan gak saat mendampingi sang hakim ini, seperti halnya istri hakim Heru. Ha ha.. Mungkin kita perlu sedikit teleti deh terhadap pasangan hidup kita; tentang pendapatannya, baik gaji maupun di luar gaji; jika ada gejala yang kurang sehat dan tak wajar segeralah diperingatkan. Siapa tahu, Tuhan masih sayang. Jangan sampai Tuhan membuka kedok buruk kita di saat kita justru terlambat mendengar 'seru'-Nya yang datang justru dari lingkungan dan sekitar kita. Oh, korupsi-korupsi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun