Mohon tunggu...
Wahid Nur
Wahid Nur Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Become

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bersihkan Hati, Sucikan Diri, Sambut Ramadan Suci

8 Juli 2013   09:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:51 3020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rangka menyambut Ramadan kali ini, seperti biasa bersih-bersih selalu menjadi agenda awal sebelum memasuki Ramadan. Sungguh sebuah karunia lebih, apabila Ramadan kali ini, kita masih bisa bertegur sapa dan menjumpainya, masih diberi kesempatan guna bersih-bersih.

Memang suatu rutinitas, menjelang Ramadan, bersih-bersih identik dengan kesiapan, terutama menyangkut diri. Bila pada bulan-bulan di luar Ramadan, agenda bersih-bersih, mungkin bersifat seadanya, rutinitas belaka, namun dalam kesempatan menjelang Ramadan, bersih-bersih lebih dari biasanya. Bersih-bersih itu sendiri identik dengan “yang kotor”, makanya yang kotor itu sebelum Ramadan perlu untuk dibersihkan, agar suasana Ramadan suci, diri bisa menyambut berbarengan menjalaninya dengan kesungguhan.

Kesungguhan untuk membersihkan hati, umum dilakukan dengan pelafatan kata-kata bila ada salah-salah dalam ucapan maupun dalam tindakan. Sebenarnya tidak hanya hati, inderawi dan akal pikiran pun perlu melakukan hal yang sama, untuk dibersihkan. Sekiranya hati, indrawi dan akal pikiran sudah dikata bebas dari “yang kotor”, secara badaniah pun tak kalah untuk pula dibersihkan.

Soal urusan bersihkan hati, karena hati orang siapa yang tau?, maka diri sendiri yang paling tau bagaimana cara membersihkannya. Bisa dibilang semacam sign/tanda hati itu bersih, jikalau orang itu sudah tidak lagi menempa diri dengan; Saya Itu? begini, begitu dan bla-bla. Artinya orang itu tidak lagi menjagokan egonya, biodatanya, latar belakangnya, pekerjaanya, posisinya, kepemilikannya dan menyebut kesemuanya yang menyangkut siapa diri ini. Semua yang dimiliki, bila memang hati bersih, pasti ia akan menarik kesimpulan; semua ini hanyalah titipan Ilahi. Suatu saat nanti pasti akan berkurang, habis, lenyap, tidak dibawa mati.

Menyangkut sucikan diri, yang disasar adalah badan atau tubuh atau jasmaniah. Dalam rutinitas kesehatian, barang dua sampai tiga kali kita melakukan pembersihan badan dengan cara mandi. Nah, menjelang Ramadan perhelatan padusan sebagai pertunjukan massal dalam rangka membersihkan badaniah, mandi secara bersama-sama ditempat umum dan terbuka, di sumber-sumber air ataupun dipantai ramai tersiar. Karena sekujur tubuh ini adalah barang paling bisa dijamah, kasat mata, dapat diraba, maka dengan bermandi, secara jasmaniah akan terlihat bersih. Namun bersih badan atau tubuh atau jasmaniah belum tentu suci. Tapi suci mampu membersihkan, sekalipun padanya kotor.

Karena itu, soal urusan bersihkan diri dan menyangkut sucikan hati bermula dari dalam diri. Tampilan luaran hanya pancaran dari dalam. Dengan begitu, yang didalam begitu juga tampilan luaran itu, hanya diri sendiri yang mampu membersihkannya, mensucikannya.

Pada Ramadan nanti, dari tausiah atau kultum atau ceramah akan tersiar jargon soal pahala akan dilipatgandakan, sedang pintu perdosaan, neraka, akan ditutup dan setan-setan diikat agar tidak berkeliaran. Bila memang demikian. Apakah soal pahala itu yang diburu? Bukankah soal pahala berada sepenuhnya pada kuasa Yang Maha Atas Segalanya. Dalam bahasa yang tidak bermaksud sok-sok-an menafikan kuasa-Nya, “Ya, suka-suka Tuhan lah soal apa pun itu.” Entah mendapat pahala atau tidak, entah mendapat kapling disurga nanti atau tidak. Dan, kalau pun setan dikerangkeng selama Ramadan, kan masih ada manusia. Sedang manusia kadang bisa menyerupai setan, bisa lebih binatang dari binatang, juga dapat berpolah seperti malaikat, tak tentu waktu.

Dari bersih-bersih, pindah ke layar, lihat “yang berlebih-lebih!”

Beralih pada layar kaca. Dalam rangka menyambut Ramadan, layar TV malah lebih awal memberi sign/tanda datangnya Ramadan. Iklan-iklan sudah lebih dulu tampil dimuka menjajahkan barang yang diandaikan bagian dari ritus dalam Ramadan. Mudahnya kalau layar TV sudah ramai-ramai memasok iklan soal Ramadan dan sekitarnya, berarti puasa sebentar lagi. Aneh! ada-ada saja.

Saat mulai bertebaran iklan mewartakan “Selamat Menunaikan Ibadah Puasa”, dunia informasi hiburan pun tidak kalah gesitnya. Lazim tersiar program pertelevisian mengkonsep se-Ramadan-mungkin semua tayangan, dari saur sampai buka. Dari penampilan sosok-sosok terkenal dapat diketahui, bila dulu mereka biasa mengenakan pakaian terbuka, sekarang sudah mulai memasang penutup, berpaian “berlebel” muslim dan muslimah. Mudah saja.

Tak ketinggalan, menjelang Ramadan banyak orang berkunjung kemakan, berziarah ke makam sanak saudara, namun tidak kalah juga banyak orang berduyun-duyun menjejal ke pusat-pusat perbelanjaan, untuk berbelanja kebutuhan puasa. Kira-kira kalau begini, apa yang ditahan? Malah berbelanja selama bulan Ramadan meningkat, menjelang lebaran malah drastis lagi. Mungkinkan sedang berlomba-lomba dalam memburu barang dagangan? Untuk nanti berbuat maaf-memaafkan.

Jadi kalau layar kaca, TV , sudah beramai-ramai menyiarkan iklan, program dan segala macam berkaitan dengan Ramadan, berarti puasa sebentar lagi akan tiba. Tonton saja.

Lain lagi, soal penetapan kapan puasa. Nanti bakalan, kemungkinan besar, muncul perbedaan dalam menetapkan tanggal 1 Ramadan. Seperti tahun kemarin, ada tiga versi dalam penentuan ini, yakni Muhammadiyah yang identik dengan Hisab, NU yang identik dengan Rukyat dan Pemerintah yang identik dengan Imkanur Rukyat. Ini baru dari dua organisasi besar dan negara. Belum lagi menurut cara dari kelompok lain-lain yang tersebar dipencuru negeri, dan masih-masing punya jamaahnya. Tinggal yakin menurut... saja yang mana?

Karena masing-masing punya metode sendiri, begitu juga dalam pengambilan hukumnya, maka jangan heran kalau ketiganya akan sama-sama berjalan, jalurnya berbeda tapi tujuannya sama. Cuma kenapa? ya, kalaupun memang sudah dari sananya dasar penetapan dan menggunakan cara yang tidak sama, hasilnya pun berbeda, kok tidak pada bulan-bulan lainnya juga. Ya, berbeda tapi sama-sama berpuasa kan?

Dan, dalam rangka sabut Ramadan. Selamat menunggu datangnya bulan penuh rahmat itu sebenar lagi, barang hari ini atau esok hari. Selamat ber-padusan ria. Selamat berbersih-bersih diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun