Kanker (neoplasma) merupakan  penyebab utama kematian  di seluruh dunia.  Pada tahun 2005, jumlah kematian akibat penyakit kanker  mencapai 580 juta jiwa. Di Indonesia, kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah  penyakit jantung (Departemen Kesehatan, 2005). Beberapa orang masih berpikir bahwa  kanker merupakan krisis kehidupan yang sangat besar.
 Reaksi beberapa orang  yang menderita kanker sangat berbeda-beda, antara lain perasaan kaget, takut, gelisah, sedih, marah, sedih, bahkan menarik diri (Gale, 1999). Reaksi-reaksi ini sangat manusiawi  dan merupakan bagian dari kehidupan  yang harus dihadapi setiap orang. Pasien kanker merasa cemas  karena  takut akan akibat di masa depan, seperti perubahan citra tubuh atau kematian (Carbonel, 2004).
Ketakutan akan kematian dapat mengganggu proses  pengobatan. Pasien kanker yang dirawat di rumah sakit memerlukan perawatan dan metode pengobatan  yang lebih khusus dibandingkan pasien lainnya. Pendekatan Terapi yang Baik oleh Dokter Menurut Kaplan dan Sadock (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien antara  lain:
Faktor internal meliputi:
1) Usia penderita
Menurut Kaplan dan Sadock (1997), gangguan  kecemasan dapat berkembang pada usia berapa pun dan lebih sering terjadi pada orang dewasa dan lebih sering terjadi pada wanita. episode kecemasan terjadi antara usia 21 dan 45 tahun.
Â
2) Pengalaman pasien
selama berobat Kaplan dan Sadock (1997) menyatakan bahwa pengalaman pertama dalam merawat pasien  merupakan pengalaman yang  sangat berharga terutama bagi seorang individu  untuk masa depannya.
 3) Konsep Diri dan Peran
Konsep diri mengacu pada semua gagasan, pemikiran, keyakinan, dan cara pandang yang diketahui seseorang tentang dirinya dan yang mempengaruhi hubungan individu tersebut dengan orang lain.
Faktor eksternal meliputi:
1) Kondisi Medis (Diagnosis Penyakit)
 Terjadinya gejala kecemasan yang  berhubungan dengan kondisi medis merupakan hal yang umum terjadi, namun frekuensi gangguannya berbeda-beda tergantung kondisi medis. Di sisi lain, pasien dengan diagnosis yang tepat tidak mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kecemasannya.
2) Jenjang Pendidikan
 Pendidikan mempunyai arti tersendiri bagi setiap orang.
 Pendidikan secara umum membantu mengubah pola pikir, perilaku, dan  pengambilan  keputusan (Noto atmodjo, 2000).  Tingkat  pendidikan yang baik memudahkan dalam mengenali pemicu stres baik internal maupun eksternal pada diri sendiri.
 Tingkat  pendidikan juga mempengaruhi persepsi dan  pemahaman terhadap rangsangan (Jatman, 2000).
Â
3) Akses terhadap informasi
adalah memberitahukan sesuatu kepada masyarakat sehingga mereka membentuk opini berdasarkan apa yang mereka ketahui. Informasi tersebut mencakup seluruh instruksi yang diberikan kepada pasien  sebelum menjalani kemoterapi saja, tujuan kemoterapi saja, proses  kemoterapi, risiko dan komplikasi, semua instruksi termasuk alternatif  yang tersedia, dan proses penatalaksanaannya (Smeltzer & Smeltzer & Baer, 2001).
4) Proses Adaptasi
Kozier dan Oliveri (1991) menyatakan bahwa derajat adaptasi manusia dipengaruhi oleh kelancaran faktor internal dan eksternal yang dihadapi  individu dan memerlukan respon perilaku  yang berkelanjutan.
 Proses adaptasi seringkali mengarahkan individu untuk mencari bantuan dari sumber-sumber di lingkungan tempat tinggalnya.
5) Tingkat sosial ekonomi
Status sosial ekonomi juga berhubungan dengan pola gangguan jiwa. Berdasarkan hasil  penelitian Durham, masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah diketahui memiliki prevalensi gangguan jiwa lebih tinggi.  Oleh karena itu, status ekonomi yang rendah atau tidak  memadai dapat mempengaruhi peningkatan kecemasan pada pasien yang menerima kemoterapi.
Â