Mohon tunggu...
Vyra Ayunda
Vyra Ayunda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi

Halo, saya adalah Mahasiswi Psikologi yang senang mendengarkan lagu dan menulis. Seringkali juga saya mengikuti perkembangan berita yang ada di media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membongkar Realitas Media Sosial: Pentingnya Berpikir Kritis di Era Digital

21 Juni 2024   13:40 Diperbarui: 21 Juni 2024   13:41 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era digital saat ini, kemudahan mengakses berbagai informasi dan berita terkini telah menjadi kelebihan yang paling mencolok. Melalui media sosial, individu dengan mudah dapat membagikan momen, tulisan, video, foto, dan berbagai jenis konten lainnya (Aziza, 2019). Beragam kalangan dan lokasi dapat turut memberikan tanggapannya, menciptakan keragaman dalam paparan informasi. Namun ironisnya, apa yang dibagikan di media sosial tidak selalu mencerminkan keadaan yang sebenarnya (Kurniawaty et al., 2022). 

Seringkali, realitas yang dilihat di media sosial berbanding terbalik dengan apa yang sebenarnya terjadi di dunia nyata. Perbincangan yang terus berkembang di platform media sosial menyoroti dampak viralnya konten terhadap individu. Seperti halnya saja yang menjadi sorotan saat ini adalah kasus seorang satpam K-9 yang bertugas di salah satu mal besar di Indonesia. Video singkat tentang satpam tersebut menjadi viral di berbagai platform media sosial hingga memicu berbagai kecaman dari netizen. Meskipun berawal dari video singkat, dampaknya sangat besar bagi individu tersebut. Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi?

Bijak Media Sosial dengan Berpikir Kritis 

Menyoroti kemunculan konten viral seperti halnya kasus satpam K-9 di salah satu mal besar yang terlihat memukul seekor anjing (Bustomi, 2024). Banyak netizen yang menyayangkan kejadian tersebut, terlebih bagi para dog lovers. “Ga berperikehawanan banget”, “Pecat aja ga si itu satpamnya”, “Mending anjingnya kasih aku aja biar aku yang rawat, ga tega liatnya”, dan masih banyak komentar lainnya yang tersebar di berbagai media sosial. Tidak bisa dipungkiri sebenarnya ketika melihat cuplikan video tersebut membuat netizen menjadi geram. Hal ini dikarenakan satpam tersebut dinilai tidak berperikehewanan. Pasalnya terlihat cukup jelas adegan ketika anjing tersebut dipukul.

Namun demikian, di samping banyaknya netizen yang langsung memberikan kecaman sebelum mengetahui lebih dalam mengenai berita tersebut, cukup banyak juga netizen yang lebih memilih untuk menunggu selanjutnya lebih dahulu dari berbagai pihak lain yang bersangkutan. “Gamau komen dulu deh tunggu laporan pihak polisi aja”, “Guys, siapa tau anjingnya dipukul karena mau nyerang sesuatu”, “Ga membenarkan perilaku pak security, tapi ini cuma baru satu pov doang”. “Be smart guys dari kemarin banyak berita yang setengah-setengah gini, jangan pada langsung percaya”, dan masih banyak komentar lainnya yang menunjukkan bahwasanya mereka perlu mencari tahu informasi lebih mendalam terlebih dahulu sebelum menghujat atau mengatakan sesuatu yang dampaknya bisa saja merugikan. 

Namun ternyata, berdasarkan video cctv yang tersebar baru-baru ini menunjukkan bahwasanya terdapat seekor anak kucing kecil yang digigit oleh anjing tersebut (Noviansah, 2024). Satpam tersebut berniat untuk melepaskan dari gigitan anjing yang menyerang anak kucing tersebut yang mana dari segi ukuran tubuh anjing jauh lebih besar. Akan tetapi, karena hanya video singkat itu yang lebih dahulu tersebar di berbagai media sosial membuat dampak kejadian tersebut menjadi berbanding terbalik hingga merugikan diri satpam tersebut dan orang-orang sekitarnya sebab mal tersebut sampai mengeluarkan statement tidak bekerja sama dengan vendor dari satpam tersebut (Viral Sekuriti Pukul Anjing, Plaza Indonesia Setop Pakai Jasa Vendor, 2024).

Berdasarkan kasus tersebut, penting sekali rasanya untuk menyadari peran berpikir kritis dalam menghadapi realitas media sosial (Aziza, 2019). Hal ini guna menghindari kerugian diri sendiri maupun orang lain sebagai dampak dari kurang mendalamnya informasi yang didapatkan. Dalam Paul & Elder (2014), berpikir kritis adalah proses yang aktif dan terampil dalam merumuskan alasan secara sistemastis dengan cara menyusun konsep, menerapkan, melakukan analisis, mengintegrasikan (sitensis), atau melakukan evaluasi informasi yang diperoleh melalui pengamatan, pengalaman, penalaran dalam menentukan tindakan. Selaras dengan hal tersebut, menurut Cottrell (2005) juga mendefinisikan berpikir kritis sebagai kemampuan untuk membuat kesimpulan secara akurat terhadap suatu hal dengan meninjau dan meneliti keputusan yang diambil secara mendalam. Berpikir kritis menjadi kunci untuk menyaring ruang informasi yang kompleks dan kadang-kadang menyesatkan di media sosial sebelum memutuskan untuk membuat kesimpulan dan mengambil tindakan. Ini dikarenakan dengan diterapkan kemampuan berpikir kritis menjadikan individu menggunakan pemikiran terbaiknya secara menyeluruh dengan mengumpukan informasi terbaik yang ada sebelum mengambil keputusan pada setiap situasi (Paul & Elder, 2014).

Penting bagi individu untuk berpikir kritis yang mana melibatkan kemampuan untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang ditemui daripada menerima begitu saja apa yang disajikan (Prasetyo, 2018). Ketika kita melihat konten di media sosial, penting untuk bertanya-tanya tentang sumbernya, motif di baliknya, dan apakah informasi tersebut didukung oleh bukti yang kuat. Melalui pemikiran kritis tentu menjadikan individu tidak mudah percaya begitu saja dengan berita yang berseliweran di media sosial. Jika tidak dipastikan lebih dalam terlebih dahulu dapat menyesatkan diri sendiri maupun orang lain sebab dengan pemikiran kritis akan memberikan perspektif baru dan lebih objektif (Paul & Elder, 2014).

Manusia yang menerapkan berpikir kritis mampu mengintegrasikan tiga dimensi pikiran, yaitu idealis, realisitis, dan pragmatis (Paul & Elder, 2014). Idealis maksudnya adalah kita dapat membayangkan bahwa informasi yang didapatkan adalah benar pun bermanfaat, tetapi kita perlu realistis menyadari bahwa tidak semua berita di media sosial dapat dipercaya begitu saya dan bisa saja adanya bias. Oleh karena itu, pemikiran pragmatis diperlukan dengan mengambil langkah-langkah, seperti memeriksa kembali sumber berita, mencari konfirmasi dari sumber terpercaya, dan memeriksa kebenaran informasi sebelum mempercayainya dan membagikannya (Paul & Elder, 2014). Melalui berpikir kritis dapat melindungi diri dari maraknya jebakan hoax, manipulasi informasi, dan bias yang mungkin ada di media sosial (Prasetyo, 2018). Ini menjadi semakin penting di tengah lautan konten yang terus mengalir di media sosial tiada henti bahkan setiap harinya. 

Menghadapi Realitas yang Tidak Selalu Terlihat 

Berpikir kritis bukanlah sesuatu kemampuan yang mudah dilakukan, terutama di tengah lautan konten yang terus mengalir di media sosial. Generasi Z, dengan kecenderungan mereka yang terampil dalam menggunakan teknologi, memiliki kesempatan besar untuk mempraktikkan berpikir kritis ini (Kurniawaty et al., 2022). Dengan mempelajari pentingnya memverifikasi informasi sebelum mengikutinya atau membagikannya, gen Z dapat menjadi agen perubahan dalam memerangi bias media sosial yang kerap terjadi. Selain itu, pentingnya kesadaran individu pun masyarakat untuk memahami bahwa apa yang terjadi di media sosial tidak selalu merefleksikan realitas. Konten yang viral atau populer di media sosial seringkali hanya menunjukkan sebagian kecil dari cerita yang lebih besar dan dapat dimanipulasi hanya untuk sekedar mempengaruhi persepsi publik (Prasetyo, 2018). Dengan mempertahankan sikap skeptis dan kritis, kita dapat mengurangi kesenjangan antara informasi yang tersebar di media sosial dan realitas yang sebenarnya terjadi. Hal ini membantu kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih akurat dengan situasi yang sedang berlangsung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun