Mohon tunggu...
Destri Esarvi
Destri Esarvi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diplomasi Keamanan dalam Konflik Kongo: Upaya Internasional dan Tantangan dalam Mewujudkan Perdamaian

24 Mei 2024   18:05 Diperbarui: 24 Mei 2024   20:23 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik di Kongo bermula pada tahun 1998 ketika pemberontakan dimulai di kawasan Kivu yang dipimpin oleh kelompok Rassemblement Congolais pour la Democratie (RCD). Pemberontakan ini dengan cepat menyebar ke seluruh Kongo dan melibatkan negara-negara tetangga seperti Angola, Chad, Namibia, dan Zimbabwe yang membantu pemerintah Republik Demokrasi Kongo untuk mengatasi pemberontakan tersebut. Meskipun upaya bantuan dari negara-negara tetangga dilakukan, hasil yang diharapkan oleh pemerintah tidak tercapai.

Pada Juli 1999, pertemuan diadakan di Lusaka, Namibia, yang dihadiri oleh pemimpin dari Uganda, Rwanda, Republik Demokrasi Kongo, Burundi, Angola, dan Namibia untuk membicarakan gencatan senjata. Fokus utama dari pertemuan ini adalah menghentikan kontak bersenjata di wilayah Republik Demokrasi Kongo dan melucuti persenjataan kelompok-kelompok yang bertikai. Konflik di Kongo terus berlanjut dengan pertikaian antara pemberontak dan pasukan pemerintah, seperti yang terjadi di Bukavu. Pasukan MONUC yang ditugaskan di Bukavu terbatas jumlahnya, sementara ribuan pemberontak melakukan aksi teror di kota tersebut. Krisis ini menyebabkan banyak warga mencari perlindungan ke kamp MONUC, sementara sebagian melarikan diri ke negara tetangga. Kondisi ini memicu gelombang protes anti-MONUC di beberapa kota besar, seperti Kinshasa, yang menyoroti ketidakmampuan MONUC dalam menjaga perdamaian di Kongo.

Perkembangan konflik di Kongo terus berlanjut selama bertahun-tahun karena campur tangan pihak luar yang ingin menguasai sumber daya negara tersebut. Pengelolaan yang buruk atas negara tersebut juga memperparah kondisinya. Kongo, sebagai negara bekas jajahan bangsa Eropa, terus mengalami kekacauan meskipun telah memperoleh kemerdekaan. Pada awal kemerdekaannya, Kongo mengalami ketegangan politik antara presiden dan perdana menteri yang pada akhirnya berujung pada konflik internal yang melibatkan berbagai pihak.

Negara-negara dan organisasi internasional memainkan peran penting dalam diplomasi keamanan di Kongo. Pada tahun 1999, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi nomor 1234 yang menegaskan bahwa konflik di Kongo mengancam perdamaian dan keamanan di kawasan Great Lake, Afrika Tengah. Sebagai respons, PBB membentuk MONUC untuk mengawasi dan melindungi penduduk sipil serta personil PBB di Kongo.

Pada pertemuan di Lusaka pada Juli 1999, Sekretaris Jenderal PBB merekomendasikan kepada Dewan Keamanan PBB untuk membantu Republik Demokrasi Kongo dan negara lainnya dalam menerapkan Perjanjian Lusaka. Rekomendasi tersebut termasuk kerjasama dengan Joint Military Commission (JMC) dan Organization of African Union (OAU) untuk mengimplementasikan perjanjian, mengamati dan memonitori gencatan senjata, serta melakukan investigasi terhadap pelanggaran perjanjian.

Selain itu, negara-negara tetangga seperti Angola, Chad, Namibia, dan Zimbabwe juga terlibat dalam konflik di Kongo dengan membantu pemerintah Republik Demokrasi Kongo untuk mengatasi pemberontakan yang terjadi. Meskipun upaya bantuan dari negara-negara tetangga dilakukan, hasil yang diharapkan oleh pemerintah tidak tercapai. Dengan demikian, upaya diplomatik dan intervensi internasional yang dilakukan melalui PBB, kerjasama dengan JMC dan OAU, serta bantuan dari negara-negara tetangga merupakan upaya-upaya yang diambil untuk mencapai perdamaian di Kongo.

Namun, dari upaya-upaya yang telah dilakukan terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam mencapai perdamaian di Kongo. Tantangan yang dihadapi dalam usaha mencapai perdamaian di Kongo meliputi keberlanjutan kesepakatan, perlawanan dari pihak-pihak konflik, dan kendala infrastruktur. Implementasi kesepakatan perdamaian dapat terhambat oleh ketidakpatuhan pihak-pihak yang bertikai.

Selain itu, ketersediaan sumber daya yang tidak mencukupi, terutama dalam hal jumlah pasukan termasuk dalam tantangan yang dihadapi dalam mencapai perdamaian. Pasukan MONUC sering kali kalah jumlah dalam menghadapi pemberontak bersenjata, sehingga MONUC tidak mampu melindungi sipil secara efektif. Selain itu, keterlibatan kelompok kepentingan dalam misi perdamaian MONUC juga menjadi tantangan yang cukup menyulitkan. Baik pasukan pemberontak maupun pasukan pemerintah memiliki potensi sebagai ancaman terhadap penduduk sipil di Republik Demokrasi Kongo.

Dewan Keamanan PBB juga menghadapi tantangan dalam menentukan mandat yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Meskipun telah mengeluarkan beberapa resolusi untuk menambah mandat MONUC, menambah jumlah pasukan, dan memperpanjang masa tugasnya, Dewan Keamanan PBB masih belum mampu menentukan tindakan yang tepat untuk membawa kondisi damai kepada Republik Demokrasi Kongo. Selama masa tugas MONUC di Kongo, tidak kurang dari 60 resolusi dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB terkait dengan misi MONUC, mayoritas di antaranya adalah penambahan mandat untuk menjalankan misinya.

Dari upaya-upaya internasional yang dilakukan dalam mencapai perdamaian di Kongo telah mengalami keberhasilan dan kegagalan. Keberhasilan terlihat dari pembentukan United Nations Missions in the Congo (ONUC) dan kemudian MONUC yang bertujuan mengawasi dan melindungi penduduk sipil serta personil PBB di Kongo. Selain itu, upaya diplomatik dan intervensi internasional, seperti melalui MONUC, telah dilakukan untuk mencapai perdamaian di Kongo.

Namun, terdapat kegagalan dalam upaya tersebut. MONUC mengalami keterbatasan sumber daya yang tidak mencukupi, terutama dalam hal jumlah pasukan, sehingga tidak mampu melindungi warga sipil secara efektif. Selain itu, keterlibatan kelompok kepentingan dalam misi perdamaian MONUC juga menjadi tantangan yang cukup menyulitkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun