Umar Bin Khattab merupakan Khalifah ketiga setelah Wafatnya Rasulullah dan setelah kepemimpinan Abu Bakar. Umar bin Khattab mendapat gelar "al-Faruq", karena ia merupakan sosok yang tegas dalam membela kebenaran dan menentang kebatilan. Umar menjabat sebagai seorang khalifah pada Agustus 634 M yang mendapat rahmat dan bai'at langsung dari masyarakat.
Saat Abu Bakar meninggal, pasukan Islam baru saja mampu melitasi perbatasan Syiria. Sedang dalam jangka waktu 10 tahun, pemerintaan Umar dengan segala upayanya baik dalam kesabaran, rencana, dan juga kebijakan serta semangatnya telah mampu menciptakan sebuah "imperium" yang sangat luas.Â
Tidak hanya Syiria, namun juga meliputi Arabia, Mesir, Iraq, Iran, Makran termasuk sebagian wilayah Pakistan dengan luasnya sekitar 2.250.000 meter persegi.
Meluasnya wilayah juga tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu faktor lemahnya imperium islam. Dalam mengimplementasikan kebijakan luar negerinya tentu saja Umar menemui berbagai problema karena wilayah kekuasaan Islam yang sangat luas saat itu. Orang-orang Arab yang dulunya hidup dilingkungan kecil sekrang menjadi "kiblat" bagi sebuah peradaban baru.
Disamping hal tersebut, Umar tetap mewajibkan para pemimpin dan komandan perangnya untuk taat pada perintah Allah dan Rasulnya. Dalam peperangan ia melarang untuk membunuh orang sipil non-kombatan, memotong pohon-pohon sesuai kemauan, membunuh wanita, anak-anak, dan para lansia.Â
Setelah takluknya Abu Ubaid, komandan pertama pada masanya, Umar semakin semangat dan ketat dalam mempersiapkan pasukannya menuju Iraq. Akhirnya pilihannya jatuh kepada Sa'ad bin Abi Waqqash untuk memimpin 20.000 pasukan ke Iraq, dan berakhir dengan kemenangan telak.
Saad bin Abi Waqqash yang kemudian diangkat menjadi gubernur di tempat itu, dikabarkan telah membangun sebuah istana untuk dirinya di Kufah. Sesampainya kabar tersebut di telinga khalifah, kemudian Umar dengan segera mengirim surat kepadanya.Â
Dalam suratnya Umar meminta dengan segera untuk merubuhkan istana Saad yang dijuluki Umar dengan "Istana Siksa" karena istana tersebut menghalangi rakyat darinya (sebagai pemimpin). Hingga akhirnya perintah tersebut dilaksanakan.
Peristiwa tersebut menggambarkan Umar dalam memberikan contoh sebagaimana harusnya seorang pemimpin bersikap. Umar tidak segan menegur pejabat pemerintahnya yang mencoba untuk memberikan batasan antara rakyat dan mereka-mereka yang duduk di kursi pemimpin. Hal ini dikarenakan Umar adalah sosok pemimpin yang selalu bisa didatangi oleh rakyatnya kapan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H