Hubungan Internasional merupakan studi hubungan yang mempelajari interaksi antar negara. Namun, seiring berkembangnya zaman dan isu-isu global, HI tidak hanya mempelajari interaksi dan akibat yang ditimbulkan atas dua negara atau lebih, namun telah melebar pada aktor non-negara termasuk individu maupun kelompok di dalamnya. Globalisasi yang menghilangkan batas-batas negara dan semakin krusialnya isu yang ditimbulkan membuat cakupan bahasan HI tidak hanya perang dan damai saja. Namun juga kepada isu-isu lain seperti ekonomi, lingkungan, kesehatan dan lain sebagainya.
Sebelum menjadi suatu disiplin ilmu mandiri , HI sebelumnya telah dipelajari di bawah pokok bahasan lain yakni dibawah ilmu politik. Namun, semakin modernnya zaman tidak bisa dipungkiri bahwa HI tidak hanya membahas politik. Karena itu, HI sifatnya multidisipliner, artinya HI tidak bisa di pisahkan dengan disiplin ilmu lain seperti ekonomi, filsafat, hukum, psikologi, antropologi, dan sebagainya. Bahkan perspektif dalam teori HI juga membahas tentang sifat-sifat manusia sesuai dengan pandangan mereka.
Munculnya HI klasik utamanya adalah untuk menghentikan peperangan. Sehingga lahirlah suatu pemikiran dari kaum Idealis. Dalam perspektif Idealisme mereka memiliki beberapa asumsi dasar terkait negara dan juga sifat manusianya. Karena interaksi manusia itu kemudian akan mempengaruhi interaksi antar bangsa-bangsanya. Idealisme berasumsi bahwa sifat dasar manusia itu ialah baik, menginginkan kerjasama dan selalu damai. Anggapan bahwa "manusia itu baik" dalam perspektif Idealisme ini telah dijawab dalam Al-Qu'an yang tertulis dalam Surat At-Tin ayat ke 6 , yang mana dijelaskan manusia itu adalah mahluk yang baik hanya jika ia beriman dan berbuat baik.
Setelah lahir Idealisme, dan kegagalannya dalam mengatasi berbagai persoalan dunia, membawa lahirnya sebuah perspektif baru. Perspektif tersebut adalah perspektif Realisme, yang mana memandang sesuatu lebih kepada realis dan tidak seperti idealis yang dianggap utopis. Kaum realisme selalu memandang dunia dengan power  dan kepentingan didalamnya. Sehingga dalam pencapaian national interestnya selalu mengedepankan power. Peperangan tentu saja membawa kerusakan. Aktor terkecil adalah individu atau manusia iu sendiri berarti yang dianggap sebagai mahluk perusak. Bahkan ketika kita membahas realisme terdapat ungkapan yang terkenal soal manusia yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes, homo homini lupus yang artinya manusia adalah serigala bagi manusia yang lain. Manusai dianggap sebagai mahluk perusak juga telah dijawab dalam Al-Qur'an, hal ini tertulis didalam Q.S Al-Baqarah ayat 30. Yang mana dalam ayat tersebut berarti Allah mengutus manusia sebagai khalifah di bumi, selain itu Allah tidak serta merta menciptakan manusia, namun Allah juga turunkan Rasul yang menjadi tauladan dan Al-Qur'an sebagai sebuah pedoman.
Jadi, berbicara mengenai dua perspektif diatas sejatinya telah dibahas dalam Al-Qur'an, karena sejatinya Al-Qur'an merupakan sebuah rahmat bagi seluruh umat manusia yang dapat dijadikan sumber pedoman dalam segala sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H