Si gadispun mengangkat tangannya dengan segera. Dengan kasar, paman Hendri mendorong tubuh gadis itu ke tembok disamping pintu.
Ditempelkannya pipi si cantik ke tembok dengan keras hingga ia tidak dapat berbicara apalagi berteriak. Hanya suara erangan kesakitan yang mampu ia keluarkan. Itupun terdengar seperti decitan tak berharga. Si gadis memang berharap seseorang dari dalam rumah bisa mendengar erangannya yang tidak seberapa tersebut. Sayang, ia juga tahu kalau pada waktu – waktu seperti ini, dikantor yayasan jarang terdapat banyak orang. Suara itu malah membuat gairah paman Hendri semakin membara. Nafasnya memburu dan pegangan tangannya terasa seperti cengkraman predator. Satu – satunya yang bisa dilakukan si gadis hanya pasrah. Hanya doa yang mungkin dapat menyelamatkannya.
“Jika aku melepasmu, apakah kau janji tidak akan teriak?” bisik paman Hendri di telinga si gadis. Suaranya serak. Membuat si gadis mengangguk. Doa di hatinya semakin keras.
“Aku akan melepaskanmu sebentar. Jangan lari! atau aku akan membunuhmu.”. Si gadis hanya menjawab dengan anggukan mantap.
Paman Hendri melepas gadis itu dan mundur beberapa langkah. Dia ingin mengamati gadis itu lebih seksama. Angin yang berhembus kencang tidak menghalanginya. Dari belakang, bentuk tubuhn ya yang langsing begitu menggoda. Rambutnya melambai dengan indah terkena angin. Bahkan rok panjangnya yang menutup hingga mata kaki bisa memberikan efek yang sangat menggairahkan.
“Balikkan badanmu. Aku ingin melihat bagaimana wajahmu.”
Dengan perlahan, si gadis membalikkan badannya. Tanpa sadar si gadis berteriak terkejut “seorang kakek tua?”. Wajahnya ketakutannya menjadi rileks sedikit.
“Bukan Kakek tua biasa gadis cantik... aku akan membuat malam ini, malam yang tak akan terlupakan selama hidupmu. Malam yang penuh dengan kebahagian...” kata paman Hendri sambil memperlihatkan senyuman srigalanya. Sayang suasana yang gelap tidak bisa juga membuat wajah gadis itu telihat jelas.
Perlahan namun pasti paman Hendri mendekati korbannya. Ia lahap seluruh tubuh gadis tu dengan matanya. Si gadis menempelkan tubuhnya ke tembok dengan segenap jiwa raga seakan – akan ia bisa tenggelam dalam tembok padat itu dan menghilang dari sana.
Satu langkah lagi oleh paman Hendri dan...
“Hah!” teriak paman Hendri kaget. Gadis itu bukanlah seorang gadis, dari raut wajahnya tampak ia berusia sekitar tujuh puluh tahun walau tampak jelas bekas kecantikan masa muda di wajahnya.