Jokowi menjadi presiden bukan tanpa proses. Ia berproses cukup lama. Tetapi sayang, proses yang dibangun Jokowi dengan susah payah, dijadikan alat untuk menggaet suara rakyat. Mulai dari pencalonan sebagai gubernur Jakarta sampai presiden RI, Jokowi seolah dipeluk-pukul seperti boneka di tempat tidur. Ya, jika pemilik boneka sedang gembira, maka boneka itu akan dipeluk dan dicium berpuluh kali lipat. Tetapi jika sedang muram-murka, maka boneka itu akan dipukul dan diobok-obok, mungkin sampai sobek.
Jokowi jelas bukan boneka. Ternyata ia bisa menghindar dan melawan dengan caranya sendiri. Lihat saja, banyak kalangan yang ingin menjadikan Jokowi sebagai boneka, tetapi mereka BELUM berhasil. Ahok adalah orang yang cukup tanggap terhadap sikap Jokowi ini. Ahok sadar bahwa ia, sama seperti Jokowi, akan dijadikan boneka partai, maka ia memberontak dengan caranya sendiri. Pemberontakan Ahok jelas sangat mengejutkan partai pengusung. Mereka pikir, "Dari mana sih anak ingusan ini belajar membangkang?" Mereka tidak sadar bahwa Jokowi adalah guru para pemberontak partai. Dialah guru yang mengajar bukan dengan cuap-cuap, tetapi dengan tindak-laku. Lihat saja, di mana ia memimpin, tak ada partai pengusung yang berani mengintervensi program-program dan keputusannya. Itu memang nyata.
Ternyata partai-partai politik di RI ini belum menyadari siapa Jokowi. Bahkan pengamat melihat bahwa Jokowi tidak berbuat apa-apa selama kurang lebih enam bulan memerintah. Lihat saja, perekonomian seolah porak-poranda sejak ia memerintah. Ini tentu di luar prediksi para ahli dan pengamat politik dan perekonomian. Mereka yakin dengan selesainya sengketa Pemilu lalu, perekonomian Indonesia akan membaik. Eh ternyata justru sebaliknya, semakin porak-poranda. Mengapa? Karena sebenarnya, pihak asing tidak memihak kepada Jokowi. Pihak asing tahu bahwa Jokowi bukang pribadi yang bisa didikte, diancam dan dipaksa. Jokowi bukan orang yang mudah ditekan. Sebaliknya, capres satunya adalah orang yang haus pujian dan sokongan.
Maka sampai sekarang, Jokowi tak terpahami. Baik oleh para pengamat maupun para ahli. Bahkan JK, Wapres, sendiri belum memahami Jokowi dengan baik. Apalagi para politisi yang menganggap bahwa negara ini dapat diobok-obok dengan omong kosong belaka. Bagaimana mereka tahu pemimpin mereka, jika mereka sibuk dengan partai masing-masing?
Karena kebingungan terhadap Jokowi, dua partai politik pecah belah, dua institusi negara berseteru dan perekonomian RI tidak menentu. Apa yang Anda lihat? Jelas ini bukan ulah Jokowi. Malahan Jokowi ingin membuka mata para politikus, pengamat, para ahli, dan masyarakat Indonesia bahwa banyak kebobrokan yang selama ini tertutupi dengan sangat baik. Maka bagi Jokowi, ketersembunyian bau busuk pemerintahan selama ini perlu dibukakan kepada publik agar mereka sadar betapa RI ini ternyata tidak senyata yang mereka lihat.
Mari kita lihat:
1. POLRI VS KPK. Ini menunjukkan bahwa para pemimpin kedua lembaga negara ini punya kebusukan masing-masing. Maka keduanya harus didorong untuk saling memperbaiki diri dengan cara saling memelototi satu dengan yang lain.
2. Partai GOLKAR dan PKS. Dualisme kepemimpinan ini timbul karena hadirnya JOKOWI di kancah perpolitikan RI. Selama ini mereka begitu mulus mempermainkan gerak arah politik. Tetapi kali ini mereka menyadari bahwa posisi mereka terancam. Maka mereka yang selama ini dibungkam mulai mengangkat suara. Mereka harus mengubah haluan politik modern.
3. BBM gonjang-ganjing. Di saat BBM mengikuti pasar dunia, maka kelihatanlah pencitraan SBY selama pemerintahannya yang selalu menimbulkan pergerakan besar di negeri ini ketika akan menaikkan BBM. Lihat, ketika Jokowi datang dengan harga BBM yang berubah-ubah, rakyat dan mahasiswa, yang selama ini berdemonstrasi untuk menurunkan BBM, bungkam sendiri karena mereka merasa tidak bisa menuntut apa-apa dan kepada siapa. Sebab pendapatan dan pengeluaran dibukakan ke mata mereka. Mau tidak mau, harus menerima kenyataan bahwa sebenarnya BBM di negeri ini sedang genting. Maka mereka harus mengencangkan ikat pinggang masing-masing. Ini membuktikan, walau mereka mengeluh dengan keadaan, tetapi tetap mau dan percaya mengikuti Jokowi, presidennya.
Bagi penulis, terlalu dini untuk memahami gaya pemerintahan Jokowi. Ia adalah orang yang mencitrakan diri secara tidak sengaja. Artinya, tidak ada keinginan untuk menciptakan pencitraan. Lain hal dengan banyak pemimpin lain yang dengan segaja mengeluarkan statement yang mengganggu akal sehat. Mereka selalu mencari cara yang paling ampuh untuk mewartakan diri. Jokowi seorang manager. Seorang manager tidak akan mudah melakukan sesuatu tanpa perencanaan dan pertimbangan. Seorang manager tidak pernah mencari solusi problematika persoalan hanya untuk sementara waktu. Seorang manager harus merelakan waktu lebih untuk mematangkan rencana dan program. Tetapi seorang manager tidak pernah ragu memutuskan sesuatu hal harus direalisasikan atau tidak. Waktu yang tepat, perhitungan tepat, pelaksanaan dan tujuan tepat, adalah prinsip seorang manager.
Maka adalah lebih bijak bila memberi sepenuhnya waktu lima tahun ini untuk Jokowi.