Mohon tunggu...
Vrita Amerta
Vrita Amerta Mohon Tunggu... -

a passionate woman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Revitalisasi Teluk Benoa: Tepis Keretakan, Picu Solidaritas Sosial Baru

31 Januari 2015   15:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:03 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengejutkan! Itulah kata paling pas untuk mendeskripsikan berbagai dukungan deras terhadap pembangunan revitalisasi Teluk Benoa. Setelah berbagai ormas, budayawan, dan kelompok relawan, kini dukungan tersebut kembali datang dari Paiketan Pemangku Tirta Yatra Bhaga Pawana Santhi Bali di Jembrana Bali (19/1/2015. Dukungan ini menjadi penanda bahwa revitalisasi Teluk Benoa tidak dapat dipandang sebelah mata. Suara-suara lantang dukungan tersebut merupakan bagian dari gerakan sosial untuk solidaritas sosial.

Gerakan mendukung revitalisasi yang melimpah, sesungguhnya dipicu oleh harapan besar akan terwujudnya Bali sebagai destinasi wisata unggulan. Tentu saja gerakan tersebut tidak dipicu oleh kepentingan politik dan kuasa ekonomi dalam segala apseknya. Namun hal ini dipicu oleh solidaritas sosio-kultural untuk memberikan takaran makna dan nilai lebih bagi masyarakat Bali tentang arti sebuah pembangun berwawasan potensi alam. Kelompok-kelompok tersebut menjadi semacam ‘imam’ bagi pandangan-pandangan maju masyarakat Bali. Sekaligus menjadi titik balik bagi upaya menjadikan Bali sebagi induk dari berbagai potensi, pusat budaya, ekonomi berbasis jasa, dan yang lebih penting pusat solidaritas sosial.

Gerakan sosial sebagai penyangga kebudayaan seperti yang terjadi selama ini, menggambarkan  sebuah ikhtiar antitesa terhadap berbagai segregasi penolakan revitalisasi Teluk Benoa. Gerakan sosial mendukung revitalisasi menjadi muasal dari komitmen menjaga keluhuran sosial dan kebudayaan Bali. Sehingga gerakan tersebut sesungguhnya sejenis bius mutakhir untuk membuat masyarakat candu pada sebuah arti solidaritas sosial. Tidak semata-mata masalah besar seperti yang diterorkan oleh kelompok-kelompok partisan penolak revitalisasi.

Berbagai dukungan revitalisasi yang datang dari banyak tempat, kelompok, dan pemangku adat secara heroik, memberikan afirmasi yang akurat dan konstruktif terhadap masyarakat Bali. Bukan sebatas masyarakat Bali berhak tahu, akan tetapi jauh lebih dari pada itu bagaimana masyarakat perlu mengembangkan sendiri pandangannya terhadap revitalisasi Teluk Benoa secara cerdas dan terbuka. Begitu pula untuk mengkounter tekanan-tekanan fisik maupun simbolik dari pada kelompok yang menolak revitalisasi Teluk Benoa.

Gerakan sosial mendukung revitalisasi nyatanya bersifat simultan, bahwa ia akan mengelinding menjadi kredo ‘suci’ bagi masyarat Bali menyangkut makna sebuah solidaritas sosial yang hakiki. Sebab selama ini, berbagai reaksi muncul dari berbagai pihak yang mencoba menolak revitalisasi bahwa akibat revitalisasi terjadi keretakan sosial yang terjadi, padahal cukup jelas bahwa persepsi tersebut justru tidak berdasar mengingat yang terjadi justru sebaliknya.

Kelompok yang bersuara secara lantang untuk mendukung revitalisasi tidak berangkat dari ruang kosong dan jalan buntu. Jean Cohen (1985) menulis secara panjang tentang posisi gerakan sosial di era baru dimana gaya-gaya perjuangannya secara eksplisit selalu bertumpu pada beberapa aspek antara lain (1) faktor-faktor gerakan sosial baru tidak berjuang secara utopis (2) aktornya berjuang untuk solidaritas dan pluralitas (3) untuk memperbaiki masa lalu untuk merelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran dan (4) mempertimbangkan stabilitas dan masa depan ekonomi dari sebuah negara.

Berangkat dari pijakan-pijakan ini maka lahirlah semangat baru tentang “daya tonjok “ berjamaah membangun gerakan mendukung revitalisasi Teluk Benoa. Gerakan yang akan menjadi konsensus solidaritas sosial dan moral dalam rangka menciptakan surga Teluk Benoa. Surga yang dibangun dengan pengetahuan, kearifan, kebijaksanaan, dan ketulusan masyarakat Bali. Tak perlu bimbang, sebab apapun prosesnya, akhirnya akan berbuah manis atas masyarakat Bali secara umum. Posisi revitalisasi Teluk Benoa sebagai akibat dari krisis, sudah sepantasnya bahkan ‘wajib hukumnya’ untuk segera diselamatkan oleh semua kalangan. Termasuk melalui gerakan-gerakan sosial lintas sektoral.

Asaz gerakan sosial untuk revitalisasi Teluk Benoa sejatinya untuk mengubur fragmentasi sosial yang hari ini terjadi. Dimana berbagai kelompok pragmatis berkedok asing melakukan intervensi besar-besaran di tengah-tengah masyarakat yang telah berbuntut pada upaya adu domba dan friksi sosial. Gerakan sosial dari berbagai elemen untuk revitalisasi pada akhirnya memuat agenda melukiskan arti kebersamaan dan solidaritas sosial. Bahwa apa yang diperjuangkan tidak lain untuk kebaikan bersama dalam irama yang sama. Skeptisisme harus dikubur. Optimisme lahir menjadi pangkal dari gerakan sosial untuk revitalisasi Teluk Benoa. Om Swastiastu, Om Awighnamastu Namo Siddham.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun