Di era globalisasi ini, perkembangan tekhnologi yang begitu pesat dan sangat maju ini banyak mempengaruhi pola hidup berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia. Dengan begitu mudahnya mengakses informasi baik dalam maupun luar negeri mengakibatkan semakin meluasnya dan menyebarnya berita-berita yang bohong yang kadang dimanipulasi maupun ditambah lebihkan. Kita sebagai Masyarakat harus dapat membentengi diri kita agar tidak terpengaruh oleh berita-berita hoax tersebut, karena mau tidak mau kita harus mengikuti perkembangan zaman ini dengan adanya arus globalisasi yang melibatkan kita harus mempunyai akun sosial media maupun mengakses berita dari internet.
Media sosial maupun internet banyak yang disalah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti menyebarkan sebuah berita yang belum jelas kebenarannya (hoax), foto-foto yang seharusnya tidak dipamerkan maupun situs-situs yang berbau pornografi, radikalisme dan lain-lainnya. Apalagi akhir-akhir ini dikarenakan kisruh pada kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh calon gubernur jakarta yang biasa dipanggil ahok semakin menyebabkan pertikaian yang jelas antara pihak yang pro dan kontra di akun-akun sosial media. Masyarakat Indonesia harus mampu untuk dapat membentengi diri kita dari berita-berita hoax tersebut dan tidak mudah terpancing untuk mendukung pihak yang pro maupun kontra. Masing-masing badan Organisasi mulai bertindak menghadapi berbagai peristiwa yang terkait hal tersebut seperti fatwa dari Majelis Syuriah PBNU pusat bahwa NU bersifat netral atau tawasuth (seimbang) tidak condong ke kanan maupun kiri.
Bahkan berita saat ini yang lebih heboh yang menyangkut pautkan salah satu Organisasi Nadhatul 'Ulama adalah adanya berita hoax yang memfitnah ketua Tanfidziyah PBNU, bapak Prof. Dr. KH. Said Aqil Sirodj. Harian Bangsa memberitakan dalam korannya memberitakan bahwa Harian Bangsa menyebut  KH. Said Aqil Sirodj sebagai makelar tanah pembangunan Gedung Seminari di kota Malang. Kabar ini menyebar luas di masyarakat teruatama warga Nadliyin dan tidak sedikit orang yang termakan oleh berita hoax tersebut.
Setelah diselidiki gedung seminari tersebut berada di Candi Bendar, Desa Karang Besuki Kecamatan Sukun Kota Malang. Gedung ini sudah lama dibangun, kabar ini dibantah Subaryo, SH. Selaku Ketua Forum Independen Masyarakat (FIMM) yang juga dicatut sebagai Narasumber. Padahal beliau mengaku tidak pernah diwawancarai Harian Bangsa tetapi bagaimana bisa namanya dijadikan sumber  berita.  Menurut Subaryo isi dari berita ini sangat berbahaya membunuh karakter seseorang.[1]Â
Begitu bahayanya berita hoax tersebut bila diterima oleh orang yang awam, bagi mereka langsung mempercayai berita tersebut tanpa mengklarifikasi terlebih dahulu kebenaran berita-berita tersebut baik melalui media cetak maupun sosial. KH. Said Aqil Sirodj berpesan dan menghimbau kepada masyarakat khususnya warga Nahdliyin dalam mencerna informasi tetap dikroscek dahulu dan diklarifikasi kebenarannya.[2] Kemudahan tekhnologi informasi yang mengandung sisi negatif disikapi dengan hati-hati. Tiap ada informasi harus dicek, tabayun, apakah benar atau tidak. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Teror Hoax atau informasi berupa teks, Â gambar atau video bohong atau pelintiran, sudah sangat masif menyebar dan meneror ruang-ruang publik dalam jaringan (daring) di Indonesia. Mulai dari tautan maupun gambar baik di facebook, instagram, WhatshApp. Beberapa pengguna internet yang tak waspada dengan teror informasi tersebut akan menyebarkan berita hoax tersebut kepada koleganya di ruang daring. Sehingga mengakibatkan bolla isu itu semakin besar bergumpal-gumpal.
Dari sebuah penelitian menyatakan, bahwa informasi hoax sudah mencangkup 60 persen dari konten media sosial di Indonesia. Informasi palsu, bohong atau pelintiran yang dimaksud terdiri dari gradasi kandungan informasi bohong yang bervariasi. Baik 100 persen, 60 persen atau 50 persen. Dari pantuan polisi  tidak hanya soal politik saja tetapi kesehatan, sosial atau konten-konten yang lainnya.
Cara agar kita dapat membentangi diri dari berita hoax tersebut ialah, bahwa kita sebagai Masyarakat yang Intelek harus:
Tidak mudah menerima semua informasi apapun dari siapa pun sebelum mengklarifikasi berita tersebut. (tabayun)
Jangan mudah ikut menyebarkan (nge-share) informasi sebelum jelas kebenarannya.
 Gunakanlah media sosial dengan bijak, jangan mudah terprovokasi pendapat maupun tanggapan orang lain baik itu menjelekkan organisasi kita maupun diri kita sendiri.