Seingat saya sudah sejak Agustus lalu hujan tidak turun di area tempat tinggal kami. Dan saya yang tidak terlalu rajin dan teliti menyiram tanaman di halaman rumah kami yang tergolong luas, baru sadar ada beberapa tanaman yang tadinya berwarna hijau segar, kini kuning kering hampir mati.Â
Rerumputan hijau yang sengaja dibiarkan muncul dari sela-sela lantai semen di sekitar halaman, biasanya seminggu sekali harus dipotong agar rapi, sekarang terlihat juga berwarna kuning kering dan mati. Tidak perlu lagi di potong.
Air PDAM pun mulai sering tidak mengalir. Kalau mengalir kadang airnya keruh. Konon katanya sumber airnya surut. Beruntung kami masih punya bak dan drum air besar untuk menampung air.Â
Untungnya lagi menurut berita di Instagram PDAM Bandung, mereka dapat membagikan air bersih gratis kepada penduduk jika diminta secara kolektif. Ada yang gratis ada yang berbayar. Entah apa bedanya karena di area kami belum ada permintaan kiriman air bersih ke PDAM.
Yang kurang menyenangkan adalah sampah plastik dan kertas yang mampir ke rumah kami dibawa angin. Kalau dedaunan kering dari pepohonan di pinggir jalan sekitar rumah memang wajar jatuhnya ke halaman rumah kami.Â
Tetapi sampah plastik, kertas, kertas tisu yang entah berasal dari mana, cukup menjengkelkan. Begitulah masyarakat kita. Masih banyak yang belum sadar akan tanggung jawab mengenai kebersihan lingkungan.
Itu hanyalah tiga efek kemarau panjang (El Nino) yang dirasakan rakyat seperti saya. Mengenai efeknya pada kesehatan, belum terlalu berasa di area kami. Aktivitas warga sekitar masih biasa-biasa saja.
Sebenarnya, sekarang ini, di saat El Nino sedang bersama kita mampir ke Indonesia, apakah tidak terlambat jika kita bicara antisipasi dampak El Nino?
Antisipasi seharusnya dipersiapkan jauh-jauh hari agar efeknya tidak terlalu buruk. Namanya juga antisipasi.
Menurut situs National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), fenomena El Nino dapat terjadi rata-rata setiap dua sampai tujuh tahun, tetapi tidak ada jadwal yang teratur.