Negara-negara ASEAN yang berada dalam satu regional, sedikit banyak punya kemiripan budaya dan juga beberapa negara punya rumpun bahasa yang sama, yaitu Melayu. Jadi sebelum ke luar negeri yang jauh, ada baiknya kita juga berkunjung ke negara-negara ASEAN. Sekarang ini sudah ada kesepakatan untuk bekerjasama dalam sistem pembayaran menggunakan QR Code di beberapa negara anggota ASEAN. Malah sudah berlaku di Thailand. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, seluruh negara anggota ASEAN dapat terhubung secara sistem pembayaran dengan QR Code ini.
Apakah artinya itu?
Artinya, walaupun secara perorangan, kita dapat ikut mendukung pertumbuhan ekonomi ASEAN. Coba ingat-ingat lagi apa saja yang harus dipersiapkan ketika kita akan berkunjung ke suatu negara. Salah satunya adalah menukar uang secukupnya untuk keperluan di negara yang akan dituju. Ya, menukar uang rupiah ke mata uang dari negara yang akan kita kunjungi. Karena mata uang rupiah tidak akan berlaku di negara tersebut.
Tetapi dengan konektivitas sistem pembayaran dengan QR Code yang digagas oleh Bank Indonesia, sekarang kita tidak perlu lagi membeli mata uang negara yang akan kita kunjungi dengan Rupiah. Dengan kerja sama antar negara ASEAN ini, kita bisa melakukan pembayaran menggunakan "Rupiah" selama pihak penjual (merchant) sudah menggunakan sistem pembayaran QR Code seperti QRIS. Jadi cara bayarnya seperti kalau kita menggunakan QRIS di Indonesia.
Sudah tahu kan kalau QRIS itu bukan hanya untuk pedagang-pedagang besar seperti super market atau toko-toko besar? QRIS bisa digunakan untuk melakukan pembayaran di kaki lima, pasar, warung traditional, kantin, dsj. Minimum pembayarannya pun tidak terlalu besar. Tidak ada tambahan biaya administrasi atau biaya transfer pula. Harga yang dibayar sesuai dengan harga barang yang dibeli. Misalnya beli pecel lele Rp. 20000,-, ya bayarnya segitu juga. Sama dengan kalau beli cash menggunakan uang dalam bentuk fisik.
Nah, nantinya di negara ASEAN yang sudah menerapkan kerjasama sistem pembayaran dengan QR Code ini, akan sama seperti kalau kita belanja dan membayar menggunakan QRIS di Indonesia. Praktis kan!
Saya teringat beberapa tahun lalu, ketika menjadi turis di Thailand, dan hendak menukar uang Rupiah ke Baht Thailand. Tidak ada money changer yang mau menerima penukaran uang dari Rupiah ke Baht di sekitar area turis yang saya kunjungi! Pelajaran yang didapat ketika itu, kalau kemana-mana bawa persiapan USD karena mata uang itu yang diterima di semua tempat. Alhasil ketika itu, pada akhirnya saya harus menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran, dimana hampir semua toko memberlakukan charge 3% dari jumlah pembayaran. Lumayan rugi sih. Apalagi yang menerima pembayaran dengan kartu kredit hanya toko-toko tertentu yang besar atau agak besar. Tempat makan yang menerima pembayaran dengan kartu kredit juga hanya restoran dan caf. Pengeluaran jadi melebihi budget. Sementara kalau tarik cash dari ATM, selain kena biaya 5 USD sekali tarik, nilai tukarnya juga mengikuti bank dimana kita tarik uang, yang bisa jadi lebih kecil daripada kurs rata-rata di money changer.
Saya juga punya pengalaman ketika ke Vietnam, dimana banyak warung-warung makan rumahan seperti di Indonesia, yang menjual makanan traditional Vietnam, yang bayarnya cuma terima cash karena tidak terlalu mahal. Untunglah berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, saya menukar uang agak lebih banyak demi menghindari penggunaan kartu kredit seperti pengalaman di Thailand. Pada akhirnya, uang cashnya memang tidak kekurangan, malah kelebihan. Kembalian uang cash banyak yang pecahan kecil. Sekembalinya ke Indonesia, ternyata money changer tidak menerima penukaran uang dari Vietnam. Saya coba beberapa money changer di Bandung dan Jakarta, belum ketemu yang mau terima uang Vienam. Untuk mata uang Vietnam ini, money changer di Indonesia hanya menjual saja tetapi tidak mau membeli. Maka uang sisa dari Vietnam tersebut sampai sekarang masih ada dan menjadi koleksi saja. Kepakenya nunggu ke Vietnam lagi. Itu pun entah kapan, jangan-jangan keburu gak laku lagi uangnya.
Di Filipina, Malaysia, dan Singapura sama saja. Kita harus menggunakan mata uang negara tersebut sebagai alat transaksi. Saya masih punya sisa uang Filipina yang juga menjadi koleksi. Ketika pertama kali ke Filipina, saya membeli uang Filipina, yaitu Peso, kira-kira untuk keperluan dua minggu, karena saya akan lama berada disana, yaitu di kota Manila. Saat itu saya belum tahu rata-rata biaya hidup sehari-hari disana, maka saya menghitung dari biaya hidup dua minggu di Indonesia dikalikan dua. Itulah jumlah rupiah yang saya tukarkan ke Peso Filipina. Sampai di Filipina, karena belum tahu lingkungan di sana, kemana-mana saya harus naik taksi dan bayar cash. Selain  itu, untuk top up pulsa telepon, juga bayar cash. Alhasil uang cash jadi cepat habis, dan terpaksa harus ambil lagi via ATM. Nariknya gak banyak-banyak karena cukup beresiko kalau kita menyimpan uang cash terlalu banyak dan juga ada batasan maksimal penarikan dalam satu hari. Jadilah hampir seminggu sekali, selama beberapa bulan di sana, saya menarik dana dari akun bank di Indonesia melalui ATM. Kalau ditotal, lumayan juga biaya sekali tariknya. Tapi mau gimana lagi, saat itu belum ada koneksi sistem pembayaran menggunakan QR Code. Kalau ada, kan enak. Minimal tidak perlu kena biaya pengambilan uang di ATM luar negeri.
Jika ada metoda pembayaran menggunakan QR Code yang berlaku seragam di seluruh negara ASEAN tentu akan sangat memudahkan para turis yang saling berkunjung ke seluruh negara ASEAN. Para turis tidak perlu lagi repot membawa uang cash dan menukarnya ke mata uang di negara setempat. Juga tidak perlu membawa berbagai kartu kredit dan debit yang membuat dompet jadi tebal dan berat. Jajan di pinggir jalan pun jadi gampang bayarnya. Bukankah kalau berwisata ke suatu tempat, salah satu yang wajib di coba adalah makanan traditionalnya, yang biasanya lebih enak di kaki lima atau pedagang warung daripada di restoran? Â Belanja pun bisa dimana saja termasuk toko-toko kecil semacam UMKM.