Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Artificial Intelligence dalam Dunia Masak-memasak

20 Februari 2023   22:31 Diperbarui: 27 Februari 2023   12:28 1911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: cosmosmagazine.com (Robotic hand holding service bell in plate.| Credit: AndreyPopov/iStock/Getty Images Plus/Getty)

Kehadiran ChatGPT yang dapat dicoba oleh banyak orang dengan cara yang mudah dan bisa dikatakan dekat dengan kehidupan manusia zaman now yang tidak terlepas dari koneksi internet, membuat masyarakat awam mulai menyadari kehadiran teknologi ini. Padahal, zaman saya kecil dulu, sudah ada film Vicky si Robot. 

Tetapi mungkin saat itu, teknologi robot-robotan masih berasa seperti khayalan untuk sebagian besar orang. Padahal itu adalah salah satu bentuk hasil penerapan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. 

Berhubung baru membaca tentang "Kuliner Indonesia di Pentas Dunia" maka saya jadi teringat koki pembuat makanan. Apakah mereka mencoba rasa masakan mereka sendiri atau ada orang-orang tertentu yang diminta menjadi tester?

Jadi kepikir apa mungkin si robot AI juga menggantikan pekerjaan mencoba rasa masakan? Saya yakin gak bisa! Karena mesin tidak punya kemampuan untuk merasakan sesuatu. Kalau masalah rasa, we are humans are the best!

Wait!

AI, yang merupakan suatu bentuk teknologi informasi yang dapat digabungkan dengan teknik elektro, tidak dapat menjelaskan "rasa" di lidah. Tapi, dia bisa diprogram (menggunakan sensor) untuk merasakan panas, dingin, asam, manis, pedas, pahit, enak, tidak enak. 

Robot bisa diprogram untuk "bereaksi" terhadap rasa tersebut dengan menirukan mimik manusia ketika merasakan berbagai rasa tersebut. Yang penting ada indikator standar untuk mengenali semua rasa itu. Maka jika sinyal yang diterima dibawah standar, berarti "kurang", sebaliknya adalah "kelebihan". 

Dia bisa juga diprogram untuk berbicara seolah dia mampu mengungkapkan rasa tersebut dengan cara mengkonversi "data" yang diterima oleh sensor. Misalkan jika sensor menangkap sinyal terlalu asin, maka robot dapat mengatakan "Terlalu asin, tambahkan air untuk menetralisir!" 

Jika ada orang yang memesan makanan dengan level kepedasan tertentu dan ternyata hasil masakannya kurang pedas, si robot bisa saja mengeluarkan suara, "Kurang pedas, segera tambahkan cabe rawit 10 buah lagi!" 

Kabarnya Cambridge University "melatih" sebuah robot untuk memasak dan merasakan hasil masakannya. Robot ini dapat mendeteksi rasa yang terlalu asin dan juga keseimbangan antar bumbu. Menarik! Pertanyaannya adalah, koq bisa?! Menurut saya kuncinya ada di sensor yang mengolah "rasa". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun