Entah bagaimana teorinya, saya tidak tahu, namun saya terbiasa jalan kaki ketika merasakan ketidaknyamanan dalam diri sendiri alias stres. Mudah-mudahan ada ahlinya yang mau berbagi di Kompasiana mengenai hubungan antara jalan kaki dan buang stres.
Sejak dulu saya memang menyukai berjalan kaki. Biasanya teman-teman saya akan ngomel-ngomel kalau saya ajak jalan kaki ke suatu tempat dengan alasan jaraknya dekat.Â
Setelah dijalani, ternyata buat mereka itu adalah jarak yang cukup jauh dan melelahkan.Â
Itulah alasan mereka ngomel-ngomel, "Gila lu, segitu dibilang deket!"Â
Tapi saya gak salah juga, karena buat saya itu jarak dekat, he..he..he...
Bisa dimaklumi kalau orang Indonesia tidak suka jalan kaki, mengingat area jalan kaki yang tidak nyaman, bikin alas kaki cepat rusak, sangat berisiko kena sesuatu karena trotoar yang tidak rata, dan juga harus saingan dengan pedagang kaki lima yang menguasai trotoar.Â
Sekarang malah saingannya bukan cuma dengan pedagang kaki lima saja, tetapi juga dengan para pemilik mobil yang memarkir mobilnya di trotoar.
Ok lah memang saat ini kondisi di Indonesia tidak berpihak pada pejalan kaki. Pejalan kaki menjadi pengguna jalan yang harus selalu mengalah. Terima saja dulu, karena nampaknya solusi yang diperlukan akan sambung-menyambung ke sana dan ke sini.Â
Alhasil karena area jalan kaki yang tidak nyaman ini, maka dulu saya suka mengganti pengalihan stres saya dengan cara naik bus dan mengambil rute yang tidak biasa, hanya untuk sekedar berputar-putar dan melihat pemandangan dari jendela.
Ketika saya berkesempatan tinggal di Singapura selama beberapa tahun, kebiasaan berjalan kaki saya lanjutkan. Untungnya di sana, lingkungannya sangat mendukung.