Jum'at malam atau Sabtu sore dari Jakarta adalah rutinitas bergegas menuju Gambir atau Jatinegara untuk antri membeli tiket kereta api demi bisa pulang ke Bandung.
Saat itu belum ada pembelian tiket secara online. Kalau mau pesan harus via telpon atau datang langsung beberapa hari sebelum keberangkatan, atau melalui agen atau calo. Tiket masih berupa hard copy, bentuknya seingat saya masih sama seperti yang sekarang.Â
Hari Seninnya, subuh-subuh sekitar jam 4 pagi, sudah harus berangkat lagi naik kereta ke Jakarta untuk mencari nafkah selama satu minggu ke depan. Bersaing mendapatkan tiket duduk ke Jakarta sejak Jum'at malam sambil membeli tiket ke Bandung atau sebaliknya sudah biasa. Lebih seringnya hanya mendapatkan tiket berdiri.Â
Duduk lesehan rame-rame sambil terkantuk-kantuk pun sudah biasa. Itulah gambaran penumpang kereta Bandung-Jakarta-Bandung sekitar tahun 2000-an sampai sebelum jalan tol Cipularang dioperasikan.Â
Sebagai penumpang kereta api rutin di Sabtu/Jum'at sore dari Jakarta menuju Bandung atau Minggu malam/Senin Subuh dari Bandung ke Jakarta saat itu, saya berkesempatan bertemu beberapa orang yang cukup menarik setelah mengobrol panjang kali lebar bersama mereka. Beberapa di antaranya adalah orang-orang yang sama yang saya temui pada rute dan hari yang sama.Â
Obrolan bisa terjadi dengan sesama penumpang yang kebetulan sebangku, sesama pemilik tiket berdiri yang juga berburu pojokan di balik kursi paling belakang yang space nya agak luas sehingga bisa dipakai duduk lesehan dengan kaki berselonjor untuk dua orang, atau pemilik tiket berdiri yang mendapat space di gerbong restorasi sambil duduk lesehan.Â
Dari mereka juga, saya jadi tahu kalau ada kursi-kursi khusus petugas di nomor-nomor tertentu yang tidak dijual, di mana kita bisa langsung menduduki kursi itu jika beruntung dengan memberikan sejumlah uang kepada petugas. Jika tidak beruntung, mungkin Anda akan disuruh pindah karena kursi itu sudah dijual oleh pemilik jatah ke penumpang lain.
Biasanya perjalanan diwarnai dengan obrolan sesama penumpang. Mungkin pengaruh udara yang sedikit hangat karena tidak ber-AC dan juga jumlah penumpang yang melebihi kapasitas tempat duduk, sehingga jarang ada yang tertidur pulas sepanjang perjalanan yang makan waktu antara 3-4 jam.Â
Obrolan dengan seorang bapak teman sebangku, yang awalnya asyik-asyik saja namun kemudian ujung-ujungnya bicara tentang agama.Â