Mungkin banyak orang lebih suka mendengar daripada membaca. Nah berita-berita yang disampaikan dengan cara berbicara langsung didepan kamera juga saya rasa tidak boleh memprovokasi.
Bagaimana dengan pembawa acara gossip? Sebaiknya media-media, terutama media digital, mulai mencari bentuk pemberitaan yang lebih elegan ketika harus membahas tentang seorang public figure, daripada sekedar gossip yang seringkali terlalu berlebihan sehingga melanggar privasi seseorang, selain tidak mendidik para pendengarnya.
Atau mengarahkan nara sumber pada sesuatu yang belum tentu benar, namun presenter atau pembawa acara sudah menggiring nara sumber pada kesimpulan yang dibuat sendiri entah berdasarkan apa.
Mungkin hanya sekedar menarik perhatian para pemirsa agar menjadi bahan omongan sehingga dapat menaikan rating? Entahlah.
Secara tidak langsung, pers bertanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat tentang banyak hal. Karena itu pergunakanlah kesempatan itu untuk mengedukasi dengan benar, bukan memprovokasi demi mendapat banyak pembaca dan pendukung, sehingga menarik para pengiklan juga.
 Kita semua tahu semua bisnis, termasuk dunia jurnalistik, pasti mencari keuntungan. Dan tentunya ada banyak cara kreatif untuk mendapat keuntungan dengan cara yang elegan, sehingga dapat bertahan lama.
Seorang jurnalis seharusnya adalah seorang pembelajar karena tentunya ada banyak hal yang didapat dari pekerjaannya.
Kendala-kendala yang dulu ada karena ketiadaan teknologi, saat ini seharusnya sudah dapat dikurangi, sehingga para jurnalis punya lebih banyak waktu untuk menciptakan pers yang lebih baik dengan karya-karyanya. (VRGultom)
*) Menyalin sebagian atau seluruh isi artikel dan mempublikasikannya di media lain selain Kompasiana.com adalah pelanggaran hak cipta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H