cobaan hidup karena tertangkap basah dan dinyatakan bersalah telah melakukan tindakan korupsi dalam bentuk gratifikasi, suap, mark up biaya, dll.
Seorang tokoh di negeri ini mendapat"Ini cobaan, saya harus kuat menghadapinya!",begitu katanya seperti disiarkan stasiun televisi seluruh negeri.
Diwaktu lain, jauh sebelum pemberitaan penangkapannya, tokoh yang sama disiarkan sedang memberikan bantuan sosial atas nama pribadi untuk korban bencana alam, rumah yatim piatu, dan lain-lain-lain. Demikian pernyataannya yang disiarkan lewat televisi dan berbagai media:
"Alhamdulilah masih diberi rejeki"
"Puji Tuhan, ada rejeki dan saya ingin berbagi"
Terpikir oleh saya apakah dia melakukan tindakan korupsi demi bisa mendapatkan rejeki yang dapat dibagi-bagikan kepada orang yang membutuhkan, seolah tokoh si Pitung versi modern.
Dia juga dikabarkan hidup dalam kemewahan dalam kesehariannya, yang nampak "terlalu" high class dibandingkan orang selevelnya. Namun, kita memang tidak berhak menghakimi orang lain hanya berdasarkan penampakan kesehariannya.Â
Mungkin saja dia adalah pemilik banyak perusahaan dengan keuntungan tinggi atau mungkin pemilik saham-saham blue chip yang selalu untung, atau juga investor robot forex yang konon katanya dijamin selalu untung. Entahlah...
Namun, ketika tiba-tiba tertangkap basah, dan akhirnya dijatuhi hukuman, pantaskah dia bicara,"Ini cobaan!". Apakah dia tidak salah bicara? Saya pikir jika sudah tertangkap basah dan terbukti bersalah dan akhirnya dijatuhi hukuman, itu semua adalah akibat perbuatan yang harus dipertanggung jawabkan. Bukan cobaan! Cobaan dan akibat perbuatan jelas beda.
Mana yang benar?
Karena dia tertangkap mencuri disebuah toko, maka orang itu diserahkan kepada polisi untuk ditindak lanjuti.
 Atau
Karena dia tertangkap mencuri disebuah toko, maka orang itu mendapat cobaan harus berurusan dengan polisi.
Konsekwensi dari sebuah perbuatan bukanlah cobaan, tetapi akibat. Hukuman yang didapat adalah bentuk pertanggung jawaban akibat perbuatannya. Bukan cobaan!
Lantas, apakah jika hasil korupsi sebagian disalurkan untuk "beramal" maka seseorang dapat dibenarkan melakukan tindakan-tindakan yang dikategorikan sebagai tindakan korupsi? Bolehkah seseorang memperkaya diri dengan cara yang tidak benar untuk mendapatkan dana untuk amal atas nama pribadi?
Bukankah di negeri ini sudah ada departmen sosial yang bertugas "mengamalkan" uang negara kepada rakyat yang membutuhkan, dengan mengatas namakan negara, yang juga berarti atas nama seluruh warga negara pembayar pajak? Jadi mengapa harus meniru-niru tokoh si Pitung, mencuri dulu dan kemudian menyalurkannya kepada yang membutuhkan? Apakah ada maksud-maksud lain, misal mengambil hati masyarakat.
Tidak jarang saya mendapati orang-orang disekitar saya, meminta pengertian atas perbuatannya merugikan orang lain, seperti menempatkan hanya fresh graduate dalam sebuah proyek tanpa didampingi tenaga ahli yang mumpuni, sehingga mengakibatkan proyek gagal implementasi.Â
Dan ketika gagal implementasi, mereka berkilah, kasihan anak-anak fresh graduate itu susah mencari pekerjaan. Bisakah dibenarkan alasan-alasan seperti itu? Bukankah itu hanya alasan agar mereka dapat membayar murah tenaga fresh graduate demi mendapat keuntungan lebih tinggi?
Menurut saya alasan-alasan beramal, kasihan, dan sejenisnya itu tidak dapat diterima. Beramal memang baik, tetapi sebaiknya gunakan dana dari kantong sendiri, jangan mencuri dari kantong rakyat atau kantong orang lain.Â
Jelas perbuatan-perbuatan itu berbeda dengan perbuatan tokoh si Pitung. Si Pitung memang profesinya dikenal sebagai perampok ulung dimana hasil rampokannya dia bagi kepada rakyat kecil. Tidak ada kemunafikan pada karakter si Pitung.
Jika tidak punya dana pribadi yang cukup untuk beramal, daripada merampok uang rakyat dengan cara korupsi, lebih baik mengajak beberapa orang lain untuk ikut dalam aksi sosial yang ingin dilakukan. Namun jangan mengakui aksi bersama itu sebagai aksi pribadi, karena itu adalah aksi bersama atas nama kelompok. Â
Ada sebab ada akibat. Jika Anda tertangkap basah melakukan tindakan korupsi, janganlah mengatakan hal itu sebagai cobaan, namun ketika tidak tertangkap dan tidak ada yang mengetahui perbuatan Anda, maka Anda bersyukur karena masih diberi rejeki oleh Tuhan.Â
Dihukum akibat perbuatan yang salah adalah akibat dari perbuatan salah itu, dan Anda bertanggung jawab untuk menebus kesalahan Anda dengan menjalani hukuman.Â
Ketika Anda berhasil mendapatkan uang dengan cara tidak benar, dan tidak ada yang mengetahuinya, apakah tidak ada rasa bersalah dalam diri Anda?
Mudah-mudahan hati nurani masih berbicara dan mampu mendengarkan suara hati sendiri sehingga dapat berbesar hati mengakui suatu perbuatan salah dan tidak bersyukur karena mendapatkan rejeki. Sesuatu yang didapat dari hasil korupsi bukanlah rejeki!
Karena itu janganlah mengatakan materi yang masuk ke pundi-pundi uang Anda dari hasil tindakan korupsi sebagai rejeki ketika tidak ketahuan, sementara setelah ketahuan berdalih dengan mengatakan hal itu sebagai cobaan.Â
Selamat memperingati hari Anti Korupsi 2021!Â
(VRGultom)
*) Mengutip sebagian atau seluruh isi artikel asli dari Kompasiana.com ini adalah pelanggaran hak ciptaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H