Indonesia menargetkan untuk mencapai Net-Zero Emissions (NZE) selambat-lambatnya tahun 2060 walau diberitakan tantangannya tidak sedikit. Mulai dari biaya yang tinggi, teknologi yang mutakhir, SDM yang mumpuni, serta kesadaran masyarakat untuk bertransisi ke produk-produk ramah lingkungan.
Apa itu Net Zero Emmision?
Menurut foredigest.com, Net Zero-Emmision mengacu pada karbon negatif. Sedangkan Emisi (Emmision) karbon dapat dikatakan sebagai pelepasan karbon ke atmosfer. Nah, karena secara alamiah manusia dan dunia tidak bisa tidak memproduksi emisi, maka emisi yang dilepaskan tersebut harus diserap kembali agar tidak ada yang menguap sampai ke atmosfer.
Secara alamiah, emisi terserap oleh pohon, laut, dan tanah. Artinya, jika pohon, laut, dan tanah tidak dapat menyerap emisi yang dikeluarkan manusia, maka emisi itu akan menguap ke atmosfer dan menyebakan pemanasan global.
Apa yang menyebabkan emisi tidak terserap secara alami?
Pepohonan yang jumlahnya semakin berkurang, laut yang tidak lagi berfungsi sebagai penyerap karbon, dan kerusakan pada lahan gambut.
Hutan
Penting untuk melakukan reboisasi atau penghijauan untuk memperbanyak jumlah pepohonan yang dapat menyerap emisi
Laut
Laut dapat berfungsi sebagai penyerap karbon maupun penghasil karbon. Nah, dalam hal ini yang diperlukan adalah laut sebagai penyerap karbon. Laut menyerap emisi ketika terjadi fotosintesis oleh fitoplankton, yaitu tumbuhan mikro yang berada di zona cahaya air laut. Kebalikan dari proses fotosintesis adalah proses respirasi oleh organisme lain di laut, yang menghasilkan karbon/emisi. Maka secara logika, laut dengan populasi fitoplankton yang cukup akan bekerja efektif sebagai penyerap emisi. Namun, akibat pemanasan global, jumlah fitoplankton di laut menjadi berkurang. Jadi segala sesuatunya memang saling berkaitan.