Sampah, permasalahan 'kecil' yang dapat membuat masalah besar. Dibuang di sungai, selokan, parit, pasti karena si pembuang berpikir sampah-sampah itu akan hilang dibawa air mengalir.Â
Atau mereka pikir daripada didiamkan didepan mata sampai membusuk, lebih baik dibuang diam-diam di tempat-tempat itu. Berharap tidak ada orang yang melihat saat membuangnya, atau karena memang sudah banyak tumpukan sampah disitu, maka mereka pikir sah-sah saja menambah tinggi tumpukan itu.
Jika aliran air di sungai, parit, selokan, lancar-lancar saja, mungkin sampah-sampah itu akan menghilang dari mata, namun tahukah Anda bahwa sampah-sampah yang dibuang di aliran air mungkin saja tersangkut disuatu tempat sebelum sampai pada pembuangan 'terakhir'-nya di laut?Â
Dan sampah yang nyangkut itu dapat mempengaruhi teman-temannya untuk ikutan nyangkut sehingga lama-lama memblokir aliran air. Akibatnya? Air meluap keluar selokan, parit, sungai, dan terjadilah banjir ketika hujan datang.
Disaat banjir datang, pantaskah kita menyalahkan pemerintah?
Ya... bolehlah sedikit. Salahkan pemerintah karena tidak dapat mendisiplikan warganya. Salahkan pemerintah karena tidak dapat mendisiplinkan petugas kebersihan untuk rajin mengangkut sampah-sampah yang dihasilkan masyarakat.Â
Salahkan pemerintah karena tidak punya solusi untuk mengurangi produksi sampah terutama sampah yang merusak lingkungan. Salahkan pemerintah karena infrastruktur yang menyulitkan pembersihan selokan, got, sungai, dan sejenisnya.
Jangan lupa, salahkan diri sendiri juga karena menjadi pelaku utama pembuangan sampah tidak pada tempatnya. Pejabat-pejabat dan petugas-petugas berwenang yang mengurusi masalah lingkungan jumlahnya jauh lebih sedikit daripada pelaku pembuangan sampah ditempat terlarang lho.
Jika sampah-sampah itu lancar mengikuti aliran air sampai ke tempat pembuangan terakhirnya dilaut sana, apa yang terjadi?
Para relawan, memunguti sampah-sampah itu di laut. Bahkan untuk membersihkan dasar laut, harus melibatkan para divers (penyelam).Â