Naeng ho marlogu di atas ni solu
Pasonangkon ngolu tusi ma ro
Begitulah penggalan lirik lagu Pulo Samosir karya cipta Nahum Situmorang.
Tersirat betapa tenangnya air danau Toba, hingga pencipta lirik lagu "mempromosikan" kepada para pendengarnya, jika ingin menikmati hidup, menyenangkan hati, datanglah ke danau Toba, bersenandung diatas perahu. Begitulah kira-kira terjemahan penggalan lagu itu.Â
AlamÂ
Jika ditinjau dari segi geologis, terbentuknya Danau Toba tak terlepas dari sejarah letusan super dahsyat yang membentuk danau kaldera ini. Hal ini diungkap oleh Van Bemmelen, geolog asal Belanda dalam bukunya The Geology of Indonesia (1939) yang mengungkapkan hipotesisnya mengenai proses terbentuknya Danau Toba.
Pasca letusan dahsyat itu, Kaldera Toba tertutup bebatuan beku yang kemudian cair dan membentuk danau.( kemenparekraf.go.id)
Itulah danau yang saya saksikan setiap kali saya berkunjung ke kampung halaman. Dari Parapat kami menyebrang menuju Pulau Samosir dan sesudahnya masih harus berkendara cukup jauh menuju kampung halaman.
Sepanjang perjalanan dari Parapat menuju Pulau Samosir, paling enak memandang keluar menikmati pemandangan laut, bukit, dan tebing, sambil menikmati terpaan angin.
Pertama kali saya berkunjung ke Toba, tanpa persiapan, dan terbersit begitu saja untuk berkunjung, karena sudah nanggung sampai ke Medan.
Dan kami, saya berdua dengan adik lelaki, 'terpaksa' menumpang truk untuk sampai ke rumah Oppung kami, karena hari sudah sore dan hanya itulah angkutan yang dapat membawa kami kerumah Oppung yang berada diatas sana, didaerah pegunungan Pulau Samosir. Untunglah penumpang didalam truk tidak terlalu banyak walau cukup penuh. Kami masih bisa berdiri melihat-lihat pemandangan sekitar, melewati hutan dan bukit. Sungguh pemandangan yang indah menyegarkan mata, walau ngeri-ngeri sedap ketika melewati kelokan-kelokan yang menyebabkan truk harus miring-miring nyaris 45 derajat.