"In the end, we only regret the chances we didn't take."--- Lewis Carroll
"Pada akhirnya, kita hanya menyesali kesempatan yang tidak kita ambil."--- Lewis Carroll
Minat untuk menikah di Indonesia kini semakin menurun, terutama di kalangan generasi muda seperti Gen Z dan milenial. Tak sedikit dari mereka yang memilih untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan. Survei dan data statistik menunjukkan bahwa tren ini dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, dan pribadi yang merubah cara pandang generasi muda terhadap institusi pernikahan.
1. Perubahan Paradigma Sosial
Pergeseran nilai sosial turut memainkan peran dalam penurunan minat menikah. Kini, masyarakat lebih menghargai kebebasan individu dan pengembangan diri. Tidak hanya pria, perempuan kini juga semakin aktif di dunia kerja dan memiliki peran penting dalam keluarga. Karier dan pendidikan menjadi prioritas yang tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan finansial tetapi juga sebagai bentuk pencapaian diri. Hal ini membuat pernikahan, yang dulunya dianggap sebagai keharusan, kini dipandang sebagai pilihan.
Di samping itu, pemahaman akan hubungan yang sehat dan bahagia semakin meningkat. Banyak anak muda yang sadar bahwa kebahagiaan dalam hidup tidak hanya ditentukan oleh pernikahan. Ini membuat mereka lebih selektif dalam memilih pasangan dan lebih siap untuk menunggu hingga menemukan orang yang benar-benar sejalan.
2. Krisis Ekonomi yang Tak Kunjung Usai
Kondisi ekonomi yang tidak stabil dan biaya hidup yang terus meningkat juga menjadi salah satu faktor yang membuat banyak anak muda ragu untuk menikah. Kehidupan di kota besar, misalnya, memerlukan biaya yang tinggi untuk kebutuhan sehari-hari, pendidikan, dan tempat tinggal. Dengan tingginya biaya tersebut, banyak yang merasa bahwa menikah hanya akan menambah beban finansial, terutama bila mempertimbangkan biaya pernikahan, kebutuhan keluarga, dan biaya pendidikan anak di masa depan.
Menurut data, angka pernikahan di Indonesia menurun dari 2,01 juta pasangan pada 2018 menjadi 1,58 juta pasangan pada 2023. Penurunan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara maju, seperti Jepang di mana sekitar 17,3% pria dan 14,69% wanita memilih untuk tidak menikah. Perubahan status sosial perempuan, terutama yang semakin mandiri, turut berkontribusi pada penurunan angka pernikahan. Dan Korea Selatan, yang sudah lebih dahulu mengalami fenomena serupa.Â
3. Kekhawatiran Terhadap Komitmen Jangka Panjang
Pernikahan, bagi sebagian orang, masih dianggap sebagai ikatan yang "membatasi."Â Kekhawatiran tentang komitmen jangka panjang sering kali menjadi pertimbangan utama. Banyak anak muda yang menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang mengekang kebebasan. Pengalaman negatif yang dilihat atau didengar dari orang tua atau lingkungan sekitar mengenai konflik dalam rumah tangga membuat mereka takut dan merasa bahwa menikah bisa menjadi keputusan yang berisiko.