Mohon tunggu...
Voril Marpap
Voril Marpap Mohon Tunggu... Karyawan Honorer Pemda KOta Baubau -

Pemuda sederhana, Baik hati dan Tidak sombong

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasehat Sang Pencari Kayu Bakar

4 September 2014   13:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:39 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_357098" align="aligncenter" width="300" caption="Photo : @vorilfrens.Pic"][/caption]

Dikampung halamanku, ada segelintir orang yang bekerja sebagai pencari dan pengumpul kayu bakar disekitar hutan lamusango, kemudian dijual kepada masyarakat untuk dijadikan sebagai bahan bakar utama dalam proses masak-memasak. Maklumlah kawan, dikampung halamanku ini, sebagian besar wilayahnya masih berupa hutan yang sangat lebat dan luas. Sudah barang tentu hutan yang luas itu, sangat banyak dihuni berbagai jenis hewan, pohon dan tumbuh-tumbuhan liar yang sangat menabjubkan. Aku harus akui kawan, Alam ini memang mampu menyediakan semua yang kita butuhkan termaksud pohon dankayu bakar yang kemudian dapat dimanfaatkan sepenuhnya, demi kelangsungan hidup umat manusia. Salah satu dari sang pencari kayu bakar itu adalah paman Dhalimu.

Saat itu dipagi buta, tepatnya pada hari kedua aku tiba dari Jakarta, dari kejauhan terlihat paman Dhalimu yang juga adik kandung ibuku, hendak mengerjakan rutinitas harinya mencari kayu bakar dihutan lambusango, sekedar mencari tambahan rezeki dalam menyambut hari raya Idulfitri. Saat ini aku sangat senang sekali karena dapat menjalankan ibadah puasa selama satu minggu dikampung halamanku tercinta. Aku sangat bahagia kawan, karena sebelumnya kurang lebih 6 tahun lamanya aku tidak merasakan bagimana nikmatnya merayakan bulan suci ramadhan di kampung halaman bersama saudara kerabat dan kemenakan semua alhamdulilah saat ini aku akan kembali menjalankan ibadah puasa dan hari raya idul fitri bersama kerabat sanak family dikampung halamanku.

“ Paman… Dhalim..” seruku memanggilnya

Sambil menoleh kearahku paman dhalim berkata,

“ Ia Nak Arya.. kamu Nampak segar sekali hari ini, “ ujar paman dengan senyuman yang khas

“ oh ia paman, mau kehutan lagi ya..?” tanyaku sambil tersenyum pula

“ ia nak, paman hendak mencari kayu bakar lagi, “ katanya

Tanpa menunggu lama akupun segera menghampiri pamanku seraya membalas senyumannya. Sambil berlari-lari kecil kearahnya, dengan penuh harap aku menghampiri pamanku itu. Sungguh kawan senyumannya yang khas itu, mampu memancarakan rasa nyaman luar biasa didalam hatiku, sehingga sangat ampuh menambah tiik semanggatku untuk segera menghampirinya. Karenanya sejak kurang lebih 6 tahun lalu aku tidak pernah bertemu dengan beliau sejak aku putuskan untuk merantau ke Jakarta demi memaksimalkan potensi diriku disana. Inilah cirikhas pamanku kawan, beliau sangat senang sekali menebar senyuman kepada semua orang. Parasnya yang tampan dan sifatnya yang ramah mampu membuat seluruh orang disekitar kampungku senang padanya, dan bahkan seluruh orang didesaku sangat mengenal beliaw. Disamping itu pula, beliaw dikenal sebagai pria pekerja kerakeras dengan rutinitas mencari kayu bakar di hutan. Maklumlah dirinya tidak memiliki pendidikan tinggi sehingga meksa beliau untuk bekerja serabutan demi menghidupi anak dan istri nya. Namun sebagai seorang paman yang baik dirinya selalu memberikan aku masukan dan nasehat menajubkan, bagiku paman Dhalim adalah motivator yang tinggal dihutan. Jujur Aku sangat bangga padanya kawan, aku akuiada banyak hal yang aku pelajari dari deretan nasehat-nasehat hidup yang diberikan oleh Paman Dhalim padakku, pastinya Semua nasehat tersebut telah aku simpan rapi didalam benanku.

Ketika aku berhadapan dengan paman Dhalim, tangannya yang sudah renta kembali mengusap-ngusap kepalaku yang selalu beliaw lakukan sejak aku masih kecil, sambil berkata,

“ Nak, seiring waktu, semakin hari tubuhmu semakin kuat sedangkan paman, semakin hari semakin lemah, inilah gambaran bahwa bumi ini tidak pernah berhenti berputar,” ujar paman sambil tersenyum manis

“ia paman, aku pula sadar dulu sebelum meninggalkan kampung ini, bibiku masih sehat walafiat dan kini beliaw telah meninggalkan kita semua, aku turut sedih karenanya paman, “ sambil menunduk dengan penuh air mata

Paman Dhalim, harus bertahan hidup tanpa didampingi oleh wanita yang dicintainya. Kurang lebih setahun yang lalu bibiku Zamna meninggal dunia akibat melahirkan anak bungsunya. Saat itu anak yang dikandungnya dapat bertahan hidup sedangkan bibiku tidak mampu bertahan hidung sehingga meninggal dunia.

“itulah takdir anakku, semua yang hidup pasti akan mati dan akan kembali kepadaNya, “ ujar paman dhalim dengan nada tegas

“ia paman semoga arwah bibiku dapat tenang disana..” ujarku

Seperti biasanya, sebelum menghakhiri perbincangan kami Paman Dhalim selalu mengeluarkan nasehatnya. Dan inilah nasehat paman Dhalim padaku

“ Nak, jikalau kamu menjadi ranting sebuah pohon, kamu harus senantiasa sabar karena kamu akan mudah terpisah dr indukmu,tetapi yakinlah nak, kamu akan menjadi yang pertama yang akan dimanfaatkan oleh manusia sebagai kayu bakar. Begitu pula sebaliknya nak, jika kamu menjadi induk pohon, jadilah induk pohon yang kokoh sehingga kamu akan selalu berusaha semaksimal mungkin menyebarkan makanan hingga keseluruh penjuru tubuhmu mulai dari akar hingga ke ranting, sehingga kamu akan menjadi pohon yang kokoh dan pada akhirnya akan membawa manfaat bagi manusia didunia sebagai tempat berteduh dari panasnya sengatan matahari”. Ujarnya sambil memengang ranting pohon kering

Jujur kawan, saat ini aku masih bingung akan nasehat yang diberikan oleh Paman Dhalim, aku selalu berfikir, bahwa manusia yang baik itu adalah manusia yang selalu bermanfaat bagi manusia lainya. Saya yakin semua itu tiadaklah semudah membalikkan tepak tangan untuk dilakukan, pastinya semua itu butuh proses. Apapun masalahnya hal tersebut adalah bagian dari proses yang seharusnya dihargai sebagai batu loncatan agar selalu menjadi yang terbaik. Karena pada dasarnya ilmu adalah warisan yang diberikan kepada manusia sebagai petujuk bagi orang-orang yang berpikir.

Dan kini, aku mulai memikirkannya kawan, telah aku temukan bahwa, sebagai seorang pemimpin yang baik, kita senantiasa selalu mengedepankan kepentingan bersama diatas kepantingan pribadi dimana, segala hal yang dilakukan seharusnya dapat berdampak positif bagi semua orang. Seperti halnya pohon yang kokoh selalu berusaha menebar sari-sari makanan dari akar hingga ke ranting sehingga pohon tersebut semakin hari semakin kokoh dan menjadi sulit untuk di tumbangkan. Walaupun badai besar menghadang tak sedikitpun pohon itu tergoyahkan dan bahkan akan menjadi pelindung bagi seluruh makhlukyang menggantungkan harapan didahannya.

Disamping itu pula, makna dari ranting pohon yang mudah rapuh dan kemudian menjadi yang pertama yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai kayu bakar adalah Sebagai symbol bawahan yang baik, yang selalu mengendepankan loyalitas dan kesabaran yang tinggi dalam bekerja, sehingga hasilnya dapat dinikmati bersama yang akan melahirkan rasa bangga pada diri sendiri maupun bagi pemimpin kita. Olenya itu apapun yang telah kita lakukan akan berdampak positif bagi diri pribadi dan orang lain, tentunya semua itu semata-mata demi kebaikan bersama.

Sambil bergegas kearah hutan dengan spontan aku langsung memeluk beliaw dengan penuh kasih sayang seraya berkata berkata,

“ semua yang aku dapatkan ini adalah buah dari nasehat-nasehat paman dhalim, trimakasih paman, nesehat-nasehatmu telah menjadi inspirasi sekaligus motivasi bagi hidupku, “ ujarku dengan sedih

Sambil melemparkansenyuman manis, lalu paman meninggalkanku untuk segera kehutan. Hatiku sangat senang sekali bertemu dengan pria yang syarat akan makna hidup selalu bekerja keras demi anak-anaknya walaupun berat tetapi itulah realita hidup pamanku. Semoga beliaw selalu diberi kesehatanoleh Allah SwT agar selalu memberikan aku nasehat tentang hidup dan kehidupanku kedepan.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun