aku terbirit-birit. berlari menuju hutan. gelap gulita tak kuasa melawannya. aku melihatmu dalam sudut hati yang malang. sangat gersang. namun kau begitu nyaman. seolah malam adalah dekapan.
ia tenggelam terlalu dalam dalam keterpurukan. namun entah bagaimana ia hanya diam menebar sejuta senyuman diraut wajahnya. palsu memang, namun begitu tulus.Â
aku ingin menarikmu berada disisiku. mengukir canda dan romantisme bersama. namun, kau enggan memeperbolehkanku memasuki poros duniamu. kau membatasiku dengan sayap rapuhmu.
bibirmu selalu seraya berkata tak apa. namun matamu tak ungkapkannya. kau lebih menikmati untuk bercumbu dengan redupnya sinar sabit tipis sang rembulan. kau terlalu hangat, terlalu larut dengannya.
percayalah padaku. genggam saja rasa ini dan kita kan ukir sejarah. kau bisa merasakan jutaan malam indah penuh bunga. kau bisa merasakan sempurnanya sang purnama. kumbang kan menerangi jiwamu yang sendu itu.
kolam air di samping sudut itu memberikan cerminan dirimu. kau menyadarinya. tapi kau memilih acuh. kau memilih menahan segala hasrat kebenaran dalam dirimu.
sudah. kumohon jangan katakan kau bisa. jangan hancurkan segala asa. hingga kau pilih menetap dan menghapus diriku.
ketakutanku telah terjadi. kau kini terbang. aku terhapus jerit tangis dan tak terluluhnya dirimu. kau terbang jauh bersama sang malam. kau memilih kobaran nafsumu. kau memilih kesepianmu.Â
kupedih, tak berarti. ku terhapus oleh asa dan ketamakanmu oleh malam. pergilah saja aku sudah ikhlas. aku sudah rela dan akan kupastikan. itu akan menjadi tempat kubur dan malam kematianmu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H