Mohon tunggu...
Voni Anggraeni
Voni Anggraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Mahasiswa Prodi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sawahku Rata Jadi Jalan

25 November 2024   09:28 Diperbarui: 25 November 2024   10:42 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: https://freepik.com

Selamat membaca...

Udaranya segar, sejuk, dan menenangkan. Itulah yang Kiara rasakan ketika hidup di rumah yang menjadi saksi tumbuh kembangnya, di sebuah perkampungan yang masih asri dengan pemandangan indah dan alamnya yang hijau. Hidup sederhana dimana sebagian masyarakatnya bekerja di perkebunan dan sawah. Gubuk beratap belarak (daun kelapa) menjadi tempat berteduhnya para petani. Sawah yang membentang luas, seluas mata memandang. Saat itu padi-padinya tidak hijau, pucuk-pucuknya telah menguning tanda siap dipanen esok hari. Di bekalang rumah kakek-neneknya itulah, sawah yang membentang luas sebagiannya milik mereka.

Seorang wanita paruh baya bercaping lebar membawa parit di tangannya, dengan ceret di sebelah tangannya yang lain, ia berjalan hati-hati menyusuri pematang sawah. Kakinya lantas menginjak tanah liat yang telah mengeras itu. 

"Nek, Kiara bisa bantu apa?" tanya gadis kecil bercaping besar itu. Sesekali ia menyangga caping saat berbicara dengan sang nenek karena caping milik sang kakek yang dipinjamnya terlalu besar di kepalanya.

"Kiara bantu nenek pindahkan padi-padi ini ke sana untuk dipisahkan dari jeraminya," ujar sang nenek menunjuk ke suatu sudut memperlihatkan alat tradisional yang dapat memutar dan memisahkan padi dari batangnya.

"Siap, Nek!" balas gadis itu bersemangat membawa sekumpul tanaman padi yang dibawa dalam pelukan.

Kalau musim panen tiba, itulah kegemarannya. Selain membantu memanen di sawah sendiri yang terletak di belakang rumah, dia juga dapat berpuas hati bermain di hamparan sawah yang sedang kering tanahnya. Ia dapat berlarian, bermain bola, berlompat tali, atau bermain di atas tumpukan jerami yang kering. Tak peduli jika selepas itu tubuhnya akan gatal-gatal, tetapi bagi gadis kecil dan teman-teman sebayanya, itu sebuah kesenangan sendiri.

Prosesnya masih cukup panjang. Setelah panen telah usai, nantinya padi-padi yang telah terpisah dari batangnya akan dijemur di halaman, lalu dibawa ke penggilingan agar terpisah dari kulitnya, dan menjadi beras yang siap dijual atau dimasak.

Namun, panen kala itu bukan di musim kemarau. Tibalah hujan datang tanpa diduga, membasahi tumpukan jerami yang menggunung belum sempat dibakar. Bagi para petani, itu mungkin suatu kesusahan karena tumpukan jerami menjadi basah dan akan susah bila dibakar, tetapi bagi anak-anak seusianya, jerami yang basah, maka akan menjadi tempat berpetualang mencari jamur yang tumbuh liar di sela-sela jerami yang basah.

Ya, tiga empat hari berikutnya jamur-jamur putih bermunculan. Walau seringkali Kiara dilarang untuk berburu jamur yang tidak ada gunanya dan tidak mungkin meminta orang rumah memasaknya, tetapi jiwa bocah petualang sangat membara di kalangan seusianya. Salah satu dari mereka, Ratmi namanya. Dia gadis remaja yang lebih tua daripada Kiara, tubuhnya lebih tinggi besar dan ia yang paling tua daripada anak-anak sekompleksnya. Tahun depan ia masuk sekolah menengah awal. Ia sering dipercaya memasak air oleh ibunya yang menjadi penjual kopi dan gorengan di dekat tempat agen bus. Tentu, hal masak memasak menggunakan kompor gas dapat dilakukan di rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun