Mohon tunggu...
Caminar yVolar
Caminar yVolar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuka kuliner, travel, dan senang ngobrol.

Camina y vuela, luego flamea el corazón para descubrir la verdad.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pandemi Berikutnya: Bukan Jika, Tapi Kapan

23 Juni 2020   14:23 Diperbarui: 23 Juni 2020   14:25 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita yang mengerikan mengenai penyakit menular menghiasi halaman muka, bukan dari awal. Setiap pandemi dimulai dari kasus kecil. Tiap indikator kemunculannya bisa saja ringan dan membingungkan. Ketika gelombang besar berikutnya datang, menyebar melintasi samudra dan benua, seolah-olah hanya sapuan dalam satu malam, mengakibatkan penderitaan dan ketakutan, membunuh ribuan bahkan jutaan orang, signal awalnya ditandai oleh kesunyian dan laporan yang membingungkan dari negeri-negeri yang jauh -- laporan yang menjadi perhatian ilmuwan penyakit, pejabat kesehatan publik, namun hanya segelintir di antara orang awam yang memperhatikan. Laporan demikian itu telah muncul dalam beberapa bulan terakhir ini di dua negara, China dan Arab Saudi.

Anda barangkali telah melihat berita mengenai H7N9, suatu jenis baru dari flu avian yang menimbulkan jatuhnya korban di Shanghai dan tempat-tempat lain di China. Influenza selalu menarik perhatian, dan seharusnya begitu, karena mempunyai potensi untuk menjerat, menyebar cepat, mengitari dunia, kemudian membunuh banyak orang. Namun, seandainya anda telah menelusuri cerita flu burung, anda barangkali belum memantau hal kecil mengenai virus corona baru di Peninsula Arab.

Virus baru ini muncul pada September (2012), ketika Menteri Kesehatan Saudi mengumumkan virus tersebut -- sesuatu yang baru untuk ilmuwan dan dunia medis -- telah terdeteksi pada tiga pasien, dua di antaranya telah meninggal. Hingga penghujung tahun (2012), total sembilan kasus terkonfirmasi, empat di antaranya berakhir fatal. Per hari Kamis (2 Mei 2013), telah ada 18 kematian, dengan total 33 kasus, termasuk satu pasien yang saat ini dimasukan di rumah sakit di Prancis setelah kembali dari perjalanan ke Uni Emirat Arab. Jumlah tersebut dipandang minor berdasarkan standar pandemi global, namun disini ada satu yang besar: rata-rata kasus fatal mencapai 55 %. Perkembangan itu hampir sama mematikannya dengan Ebola.  

Virus Corona adalah jenis yang muncul dari serangga yang mengakibatkan infeksi pernapasan dan pencernaan, kadang-kadang dengan gejala sedang, kadang serius pada manusia, mamalia lainnya dan burung. Virus ini terkenal jahat karena terkait dengan kasus 2003 dimana agen sindrom pernapasan akut atau SARS disebabkan virus corona. Jenis yang satu ini sekonyong-konyong muncul dari bagian selatan China, berpindah dari satu orang ke orang berikutnya, dari Guahgzhou ke Hongkong, kemudian selanjutnya bergerak dengan cepat melalui pesawat menuju Toronto, Singapura dan tempat-tempat lainnya. Pada akhirnya, virus itu menjangkit 8000 orang, 10 % di antaranya meninggal. Jika bukan karena jasa pekerjaan ilmiah yang cepat untuk mengidentifikasi virus dan langkah-langkah kesehatan publik yang ketat untuk menahannya, total kasus yang terhitung dan tingkat kematian bisa jadi akan jauh lebih tinggi.

Seorang yang berwenang di Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC), seorang pakar mengenai virus-virus jahat ini, menceritakan pada saya bahwa wabah SARS adalah yang paling menakutkan dari peristiwa semacam itu yang pernah dia amati. Pengalaman akan ancaman yang demikian itu merupakan salah satu alasan mengapa virus corona baru di Timur Tengah ini menarik demikian banyak perhatian.  

Alasan lainnya adalah virus corona sebagai satu kelompok sangat mampu berubah-ubah, lekas berganti, karena menunjukan rata-rata mutasi yang tinggi dan kencenderungannya untuk berkombinasi kembali: ketika virus bereplikasi, materi genetisnya secara terus menerus digandakan tidak persis secara tepat dengan sebelumnya -- dan ketika dua turunan virus menginfeksi satu sel inang yang sama, hal itu seringkali bercampur baur. Variasi genetis yang sangat kaya itu membuat mereka dijuluki oleh para pakar sebagai "evolvabilitas intrinsik", yakni sebuah kemampuan untuk beradaptasi secara cepat terhadap suasana yang baru dalam inang yang baru.

Tetapi, tunggu dulu. Saya katakan bahwa virus SARS muncul di utara China dan hal itu menimbulkan pertanyaan: dari mana muasalnya? Setiap wabah penyakit yang baru berawal dari misteri dan satu di antara hal pertama yang harus dipecahkan adalah pertanyaan mengenai sumber.

Dalam banyak kasus, jawabannya adalah hidupan liar. Enam puluh persen dari penyakit menular saat ini masuk dalam kategori ini, yakni disebabkan oleh virus atau mikroba yang dikenal dengan zoonosis. Suatu zoonosis adalah sebuah infeksi pada binatang yang dapat menular ke manusia. Sebuah bahasa lain yang agak lebih khusus: inang reservoar (penampung). Hal itu merupakan spesies binatang dimana seranga zoonitik hidup secara endemik, tidak menyolok, dari waktu ke waktu. Beberapa orang yang tidak menaruh curiga berkontak dengan monyet, kera, hewan pengerat, bebek liar yang terinfeksi -- atau bahkan dengan bebek piaraan yang telah mencari makan di sekitar kolam yang sama dengan bebek liar -- dan virus bergerak lintas batas, melintasi satu spesies inang ke spesies lainnya. Pakar penyakit menyebut peristiwa itu sebagai spillover.

Peneliti telah menyatakan bahwa virus SARS berasal dari satu kelelawar. Virus tersebut mungkin telah melewati spesies antara -- binatang yang lain, yang barangkali terinfeksi melalui kontak dari gua ke gua ke dalam salah satu dari pasar hewan hidup yang ramai di wilayah itu -- sebelum mendarat pada seseorang. Sementara SARS belum kambuh, kita dapat mengasumsikan bahwa virus itu masih tinggal di selatan China dalam inangnya: di satu atau lebih dari sejenis kelelawar.

Kelelawar, meskipun merupakan hewan yang menakjubkan dan penting, nampaknya secara tidak proporsional telah tersangkut paut sebagai inang reservoar dari virus zoonis yang baru, seperti Marburg, Hendra, Nipah, Menangle dan lainnya. Kelelawar berkumpul dalam jumlah yang besar, kesatuan yang bersosialisasi, dan mempunyai rentang usia yang panjang, sebuah suasana yang barangkali terbuka untuk virus. Dan mereka terbang. Bepergian malam hari untuk mencari makan, berpindah sewaktu-waktu dari tempat bertengger yang satu ke lainnya secara bersama, mereka membawa infeksinya secara luas dan menyebarkannya satu sama lain.

Dalam kaitannya dengan Virus Corona di Arab Saudi, inang reservoarnya belum ditemukan. Tetapi anda bisa yakin bahwa pelacakan ilmiah sedang meninjau kasus itu dan mereka akan mengamati secara mendalam kelelawar Arab, termasuk kelelawar yang mengunjungi kebun kurma yang produktif di oasis Al Ahsa, dekat Teluk Persia.

Apa yang bisa kita lakukan. Kewajiban pertama adalah sadar informasi. Laporan awal datang dari jauh, nampak eksotik dan pinggiran, tapi jangan terperdaya. Satu virus awal, cepat atau lambat akan menjadi gelombang besar berikutnya. Kasusnya bisa saja muncul pertama kali di China, Kongo, Bangladesh, atau mungkin saja di Peninsula Arab, namun kemudian mengglobal. Sebagian besar manusia di bumi saat ini hidup dalam 24 jam waktu travel Arab Saudi. Pada bulan Oktober, ketika jutaan orang peziarah Muslim mengunjungi Mekka untuk naik haji, garis keterhubungan antara manusia dari semua tempat menjadi jauh lebih pendek.

Kita tidak bisa melepaskan diri kita dari patogen yang muncul baik dengan menjaga jarak atau semata-mata kurang berminat. Planet ini terlalu kecil. Kita ibarat petinju kelas berat ringan Billy Conn, maju ke ring menghadapi Joe Lous pada 1946: kita dapat berlari, tetapi tidak bisa bersembunyi.

David Quammen, Penulis kontributor pada National Geographic, pengarang buku "Spillover: Animal Infections and the Next Human Pandemic."

Terjemahan bebas dari artikel Wartawan Penulis Sains, David Quammen, Newyork Times 9 Mei 2013 (https://www.nytimes.com/2013/05/10/opinion/the-next-pandemic-is-closer-than-you-think.html?action=click&module=RelatedLinks&pgtype=Article)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun