Pesulap paling purba di muka bumi ini, bisa jadi menggunakan teknik sihir; mengubah tali menjadi ular, puluhan ular, bahkan ratusan ular di balai penghadapan Raja Firaun yang Agung ketika menghadapi Nabi-Nya, Musa. Mereka menggunakan air raksa yang disiramkan ke tali dari serat pohon, sehingga serat itu akan mengkerut-kerut dan tampak hidup. “Akulah Tuhan,” katanya.
“Dan siapakah Tuhanmu, Musa?”
Sulap-sulap ini hadir menjadi semacam kesenian untuk menyokong rezim, memperkuat rezim, untuk menyenangkan hati sang raja. Tetapi; bagaimanakah jika di sebuah negeri; justru sang raja itu sendirilah, alias si pesulap ulung, menjadi Sang Raja?
Jadi begitulah; pada tengah tahun itu, si Pesulap, yang baru saja memenangkan kejuaraan Sulap (ya; di negeri itu, sulap sebagai kesenian sangat digemari masyarakat) digadang-gadang menjadi calon terkuat pengganti Raja yang sudah terlalu tua untuk memimpin negeri yang indah itu.
“Saudara-saudara negeri yang tercinta! Pada tahun ini, hadir seorang pesulap besar, seniman besar, yang akan mampu mengubah negeri kita!” kata seorang pendukungnya.
“Dialah pesulap agung yang mampu memunculkan bermacam keajaiban! Puji Dewa Segala Keajaiban!” sambung yang lain. Medan kampanye sangat gempita.
“Tuhan Maha Besaaar! Hidup Pesulap Yang Maha Besaaaar!”
Tak disangka, muncul seorang penentang yang cukup kuat; dia bukan pesulap, bukan pula seniman. Dia adalah seorang bekas panglima perang yang terkenal garang (dan yang pasti; sangat mengenal kelebihan dan kekurangan negeri itu, termasuk kelebihan duitnya). Untuk pertama kalinya, negeri itu terpecah menjadi dua bagian; kalangan agamawan dan angkatan perang, serta golongan seniman dan buruh-buruh pasar di sisi lain.
“Kita pasti bisa memenangkan kejuaraan ini sekali lagi! Dunia ini adalah dunia yang penuh dengan keajaiban!” kata si pesulap dengan percaya diri.
Si pesulap memiliki keahlian khusus, sebagai mentalis. Mentalis, adalah personal yang bekerja dengan memanipulasi kekuatan mental. Ya; membengkokkan sendok, membengkokkan tiang listrik dan apakah anda tahu siapa yang membengkokkan tanduk banteng? Tentu saja Tuhan. Tuhan kita bukan pesulap. Ah, definisi ini mungkin akan membuat marah pesulap sakti yang hidup di luar cerpen ini, jadi, kita sebut saja, dia mampu memanipulasi makna-makna, dan mengubahnya jadi kekuatan mental. Dia yakin dengan kekuatan mentalis yang dia punya, dia mampu merevolusi negeri ini.
Satu saat, Di sebuah keramaian pasar, beberapa orang asyik sekali menonton tivi. Si Pesulap sedang tampil live, berbincang dengan pembawa acara yang sekedar basa basi bertanya perjalanan masa lalunya sebagai pesulap. Seperti umumnya tayangan live, si pesulap memang hadir secara fisik di tempat itu. Beberapa saat kemudian, iklan. seorang pedagang lain, di sekitar kios bertelevisi itu, sedang merapikan sayuran di kulkas. Mendadak, dia berteriak dengan keras: si pesulap, si pesulap!