Salam Sepakbola Bangkit!!!
Tidak mau mengganggu  antusiasme masyarakat Kompasiana dalam mengikuti jalannya event AFF U16 dan U19, Ane terpaksa menunda menyelesaikan Trilogi serial artikel LPI, Revolusi yang Terlalu Singkat....
Sudah banyak Kompasioner yang menulis berbagai persiapan dan pernak-pernik seputar perjuangan Timnas U19. Â Tapi, ada satu hal yang terlewat untuk diamati, yaitu nasib sang pelatih Coach Indra Sjafri.
Bulan April 2013 lalu ada kabar mengejutkan dan menuai kontra dari banyak pihak mengenai penggantian kursi pelatih Timnas U19, Indra Sjafri. Â Hal ini berkaitan dengan mulai berkuasanya kembali para pengurus PSSI era lama, sehingga seluruh elemen penting yang berhubungan dengan sepakbola nasional dilakukan Kuningisasi. Â Mulai dari Pelatih Timnas Senior, Timnas U23, Timnas U19 dan Timnas U17. Â Pelatih-pelatih yang loyal dengan kubu lama mulai diberikan kedudukan di Timnas berbagai usia, seperti Benny Dollo, Rahmad Darmawan, Mundari Karya sampai Jacksen F. Tiago.
Berbagai pencitraan pun ditempuh, seperti dijuarakannya Persipura dengan gelar pencetak gol dan pemain terbaik dari Persipura, untuk mengangkat nama Jacksen F. Tiago sebagai pelatih yang akan dinilai sukses oleh banyak kalangan karena membawa timnya selalu juara. Â Padahal senyatanya Jacksen baru membawa 2 dari 8 tim yang pernah diasuhnya menjadi juara, yaitu Persebaya dan Persipura.
Lain lagi dengan Rahmad Darmawan yang dianggap sukses menangani beberapa tim menjadi juara. Â Tapi, perlu diingat juga RD dicitrakan baik agar masuk menjadi pelatih Timnas U23 di SEA GAMES 2011. Â Nyatanya RD gagal membawa tim bertabur bintang, bergelimang uang dan bertumpah ruah suporter, Arema Cronous, (yang merupakan klub hasil peranakan Pelita Cronous dan Arema Malang ISL) menjadi jawara di panggung hiburan ISL.
Berbeda dengan 2 pelatih di atas yang dicitrakan berhasil membawa klub-klubnya juara, Benny Dollo terbilang posisinya relatif sulit, karena ketika menangani Timnas senior 5 tahun lalu, prestasi Timnas kita amburadul. Â Tapi, para pengurus PSSI KPSI memang lihai dalam "mengatur" jatah kepada para loyalisnya. Â Benny Dollo pun didapuk menjadi pelatih Persija ISL yang sedang terpuruk karena ditinggal beberapa pemain utamanya. Â Dengan pemain seadanya, Persija ISL mulai menuai hasil baik dan lolos dari zona degradasi ke arah papan tengah. Â Dengan prestasi ini, kursi Direktur Teknis Timnas pun "menjadi layak" diembannya.
Sedangkan Mundari Karya yang menukangi Timnas U17, dicitrakan sebagai pelatih yang banyak memunculkan pemain muda, sehingga klub miskin di tanah yang kaya, PSPS Pekanbaru, yang banyak dihuni pemain muda, cukup menjadi alasan mempromosikan sosok satu ini. Â Tapi, sayangnya Timnas U16 yang sebelumnya pernah menjadi juara di AFC Festival U14 untuk zona ASEAN dan berhasil menahan imbang tuan rumah Jepang U14 di turnamen Green Sakai, Jepang, 1-1, harus gagal menjadi juara di AFF U16. Â Padahal tim-tim yang bertanding adalah tim-tim yang sama dengan AFC Festival U14 zona ASEAN tahun 2012 lalu.
Kembali ke Coach Indra Sjafri.  Sayangnya keinginan PSSI KPSI menggusur Indra Sjafri tidak kesampaian, karena selain prestasi timnas U19 yang dibawanya 2x juara di HKFA, kewajiban PSSI atas gaji Indra Sjafri belum dilunasi, alias masih menunggak.  Jangankan untuk membayar kompensasi pemutusan kontrak, untuk melunasi sisa gajinya saja masih belum sanggup.  Satu hal lagi alasannya adalah masa kontrak Indra Sjafri akan berakhir di bulan September 2013 ini, alias berbarengan dengan selesainya turnamen AFF U19.  Nah, hal ini sekaligus menjawab beberapa artikel sebelumnya yang mempertanyakan eksistensi La Nyalla soal prestasi  Timnas Muda di turnamen AFF U19, pengaturan jadwal AFF U19 yang tidak menguntungkan untuk tuan rumah serta bentrok dengan Menpora Cup, Perang Bintang dan ISG.
Kejengkelan pengurus PSSI KPSI Â bertambah tatkala Indra Sjafri tidak mau mengganti timnya dengan tim SAD dalam ajang AFF Cup U19 ini, meskipun Indra Sjafri menyelipkan beberapa nama pesanan dari SAD. Â Tidak hanya menyelipkan ke dalam tubuh tim, nama pemain SAD seperti Maldini diberitakan gencar sebagai tokoh utama dalam tim berdampingan dengan Evan Dimas, sang icon. Â Padahal pemain ini hanyalah pemain yang jago dribling, tapi umpan-umpan dan crossingnya payah. Â Padahal sebagai pemain sayap, kemampuan mengumpan adalah kompetensi dasar yang harus dimiliki. Â Dengan dipopulerkannya Maldini berdampingan dengan Evan Dimas, maka diharapkan para suporter Indonesia melupakan nama Top Skor dan Pemain Terbaik Piala Pelajar Asia 2012, Sabeq Fahmi dan Gavin Kwan Adsit yang sebelumnya menjadi tiga tulang punggung Timnas U19 bersama Evan Dimas. Â Sabeq dan Gavin diberitakan cedera, sehingga tidak dibawa ke turnamen AFF U19.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan jadwal Menpora Cup berbarengan dengan jadwal semifinal AFF U19 di stasiun televisi yang sama, karena pengurus PSSI KPSI memprediksi Timnas U19 tidak akan lolos dari putaran Grup. Â Jadi, memang seharusnya acara semifinal AFF Cup tidak disiarkan langsung oleh MNCTV. Â Tetapi ternyata prediksi para tikus PSSI KPSI meleset, Timnas berhasil lolos ke babak semifinal, bahkan lolos ke final. Â Layak kalau lolosnya Timnas Muda ini hanya dinikmati oleh para suporter, bukan oleh pengurus PSSI KPSI.