Mohon tunggu...
Vladimir Preximovic
Vladimir Preximovic Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Asli Semarang tapi jarang ada di Semarang. Melanglangbuana menjelajah ke seluruh pelosok nusantara demi mengusahakan rezeki yang halal untuk anak-istri dan keluarga....

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

ISL, Naik Kelas, Kembali ke Kelas Atau Tinggal Kelas?

21 Desember 2014   19:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:48 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Salam Sepakbola Nasional,

Setahun lebih tidak pernah menulis lagi karena kesibukan di kantor, bahkan untuk sekedar memberi komentar atas artikel-artikel kawan-kawan di kanal Olahraga Kompasiana pun tidak sempat.  Hanya sesekali membaca artikel-artikel yang wara-wiri, terutama dari Bung Wefi yang masih sering membuat artikel yang obyektif dan sangat-sangat aktif di dunia Kompasiana ini.

Sudah banyak artikel yang membahas soal perang antara Kemenpora dengan PSSI akhir-akhir ini, di tengah-tengah hancurnya saham-saham Bakrie Group yang terjun bebas sampai level Rp. 50,- per lembar.  Byuh... Byuh... 1 liter bensin bisa buat beli 2 lot (200 lembar) sahamnya BUMI, BRAU, dsb.  Jadi, Ane mau bahas soal ISL aja deh.  ISL di sini maksudnya tentunya Indonesia Super League (Bukan India Super League) yang belum lama ini akhirnya berhasil merampungkan kompetisinya untuk kasta tertinggi maupun kasta kedua (Divisi Utama).  Masih dengan kehingarbingaran dan keglamouran khas PTLI.

Beberapa artikel mengungkap mengenai ISL yang akhirnya kembali berhasil mengirimkan perwakilannya di AFC Champions League, dengan berakhir pada kesimpulan bahwa ISL sudah naik kelas atau kembali ke habitatnya.  Sebagai bangsa Indonesia bangga dong dengan kenyataan ini.  Tapi, setelah Ane buka situs resmi AFC (Federasi Sepakbola Asia), khususnya bagian AFC Champions League, rasanya muka ini seperti ditampar pakai penggorengan butut yang lagi panas-panasnya.

Pada tahun 2010, Liga Indonesia menjadi liga dengan peserta terbanyak di ACL untuk zona ASEAN, yaitu 1 lolos otomatis dan 1 play-off.  2 tahun kemudian, posisi Indonesia digeser oleh Thailand yang berhasil mengirimkan 2 peserta ke ACL.  2 tahun kemudian (atau saat ini), posisi Indonesia digeser lagi oleh Vietnam.  Tahun ini Vietnam mengirimkan 2 pesertanya ke ACL, 1 lolos otomatis dan 1 lewat play-off (babak 1).  Sedangkan Thailand sendiri jatahnya bertambah menjadi 3, 1 lolos otomatis, 2 play-off (1 play-off babak 1, 1 play-off babak 2).  Sementara itu, Indonesia hanya mendapatkan 1 play-off babak 1.  Jadi, yang dihadapi Persib nantinya bukanlah juara Liga Vietnam yang tahun lalu mempermalukan Arema di AFC Cup, melainkan hanya peringkat 2 si Hanoi T&T.

Lebih mengenaskan lagi, sekarang Liga Indonesia (ISL) sekelas Liga India, Liga Myanmar, Liga Malaysia, Liga Singapura dan Liga Hongkong.  Liga-liga yang barusan Ane sebut adalah liga-liga yang baru pertama kalinya join ke ACL.  Jadi, dengan usia Liga Indonesia yang hampir sama tuanya dengan Liga Jepang (J-League) itu kelasnya di AFC adalah Liga Profesional kemarin sore.

Ternyata masuknya klub Indonesia ke ACL bukanlah karena ISL berhasil menaikkan rating, kualitas atau apalah itu, si Liga Indonesia, tapi ini adalah bagian program jangka panjang AFC yang ingin menambah jumlah klub atau negara yang bisa berpartisipasi di ACL, dengan misi ACL tidak kalah semarak dengan European Champions League.  Jadi, Ane termakan propaganda mengenai kualitas ISL, padahal hati nurani Ane masih melihat ISL tetap semi-amatir, berantakan dan glamour di dalam - gempor di luar.  Harusnya emang Ane mengikut kata nurani Ane.

Apalagi kalau melihat bagaimana Persib menyewa Danurwindo agar bisa berpartisipasi di ACL.  Lagi-lagi, kita dipertontonkan dengan aksi klub-klub kita "mengakali" peraturan, seperti kala final ISL dilakukan di Palembang, di mana para Bobotoh tetap berangkat ke Palembang meski tanpa atribut, di tengah-tengah hukuman yang ditimpakan kepada mereka.  Hal ini pernah dilakukan klub-klub Indonesia di tahun 90-an ketika pertama kali tampil di Piala Champions Asia, dengan menyewa pemain dari klub lain untuk meningkatkan kualitas klub agar bisa lebih bersaing dengan klub-klub negara lain.

Kalau masih terus "mengakali" peraturan untuk tujuan jangka pendek, jangan pernah klub-klub Indonesia melabeli diri sebagai klub Profesional.  Lebih baik mengaku amatir dan berpartisipasi di AFC President Cup saja, yang memang sebenarnya lebih cocok untuk kondisi klub-klub Indonesia saat ini.  Filipina pun sudah mulai masuk ke AFC Cup mulai tahun ini, jadi ISL sebaiknya benar-benar serius, bukan ngakalin....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun