Mohon tunggu...
Viktor Krenak
Viktor Krenak Mohon Tunggu... -

Pemuda desa dari pedalaman Papua, Putus kuliah, sekarang di Kota Baru/Jayapura,sedang "memimpikan" hidup baru yang lebih baik.\r\n\r\nMENULIS BUKAN UNTUK MEMBERONTAK

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Stop Sudah Perang Suku di Papua

4 Juli 2013   13:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:01 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13729181771241819354

[caption id="attachment_264645" align="aligncenter" width="406" caption="ilustrasi perang suku (suarapembaruan.com)"][/caption] Perang antarsuku di Papua masih menjadi pemandangan yang lumrah. Dua hari lalu, Selasa (2/7/2013) lima orang warga terkena  panah akibat perang suku di  Desa Ilekma Atas dan Ilekma Bawah di Distrik Napua, Kabupaten  Jayawijaya. Insiden itu dibenarkan Kabid Humas Polda Papua  Kombes (Pol) I Gede Sumerta Jaya. Korban luka semuanya dariIlekma Bawah . Para korban tidak dibawa ke RS, tapi dilakukan pengobatan tradisional. “Kami segera memanggil saksi-saksi guna dimintai  keterangannya,” kata Kabid. (sumber) Dilihat dari jumlah korban, memang belum sebanding dengan peristiwa perang suku di beberapa tempat lain yang mengakibatkan korban nyawa hingga puluhan bahkan ratusan orang. Contohnya tanggal 30 Mei 2013 di Kabupaten Wamena. Enam orang dikhabarkan tewas dan 21 lainnya mengalami luka-luka terkena panah.   Pertikaian antar kelompok yang dikenal dengan sebutan ‘kelompok atas’  (pegunungan) dengan ‘kelompok bawah’ (pantai) itu, terjadi hanya karena honai milik kelompok bawah dibakar oleh kelompok atas. (sumber) Peristiwa Ilaga Peristiwa perang suku paling tragis terjadi akhir Juli 2011 di Kabupaten Puncak, Papua, yang dikenal dengan ‘peristiwa Ilaga’. Massa dari Distrik Ilaga dan Distrik Dome saling serang untuk membela calon bupati mereka (Pendukung Simon Alom vs pendukung Elvis Tabuni).Bentrokkan kembali pecah pada 4 Januari 2012. Korban kembali berjatuhan. Data terakhir mengenai korban dalam insiden itu menurut Elvis Tabuni yang juga Ketua DPRD Kab. Puncak, tercatat 300 orang tewas dan korban luka-luka 900 orang termasuk korban dari petugas Polisi yang mengamankan insden itu. Untuk mendamaikan kedua kelompok itu, Pemkab setempat harus menyisihkan dana sekitar Rp 17 Milyar.  (sumber) Atas berbagai pertikaian antarsuku itu, seorang pegiat HAM asal Papua, Yosepha Alomang yang dikenal dengan panggilan akrab Mama Yosepha mengaku prihatin. “Saya menangis melihat kejadian ini, banyak anak yang menjadi korban…,” tutur tokoh perempuan suku Amungme yang sudah meraih berbagai pengharaan HAM yang juga Pembina Utama Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK) Papua ini. (sumber) Rawan Kampanye Hitam

Penyebab perang suku memang beragam. Mulai dari sengketa tanah ulayat, balas dendam karena ada anggota suku yang terbunuh atau dilukai oleh suku lain, hingga masalah politik.

Dalam sebuah kesempatan, Gubernur Papua Lukas Enembe pernah berujar: “Hari ini orang banyak mati itu terjadi di pilkada. Justru di Pilkada Papua yang banyak jatuh korban, bukan separatis, bukan yang lain-lain.” Untuk itu Lukas meminta pemerintah segera merevisi mekanisme penyelenggaraan Pilkada di Papua. (sumber)

Selain mekanisme pilkada, pembenahan serius juga perlu dilakukan pada aspek penegakan hokum, mengingat persoalan perang suku ini rawan dijadikan materi kampanye hitam Genosida oleh kelompok-kelompok kepentingan tertentu. Bahwa telah terjadi pemusnahan secara sistematis terhadap orang asli Papua. Padahal dari kasus-kasus yang terjadi, faktanya sangat jauh dari apa yang dituduhkan itu.

Apalagi saat akan ada kunjungan Delegasi MSG (Melanesian Spearhead Group) atau perwakilan dari lima Negara rumpun Melanesia ke Jakarta dan Papua untuk memantau kondisi HAM.Kelompok-kelompok pendukung Papua merdeka bisa saja merekayasa laporan tentang jumlah korban tewas akibat perang suku sebagai korban pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.

Contohnya sudah ada. Akhir Mei lalu ada isu tentang hilangnya sembilan warga Tingginambut, Kabupaten Puncak. Isu ini kemudian menjadi berita heboh di media Australia, Radio ABC. Sebuah wawancara ABC dengan Jonah Wenda, Juru Bicara sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) menuduh unit anti terorisme Kepolisian (Densus 88) dan Militer Indonesia  telah melakukan pembunuhan massal yang mengakibatkan 11 tewas dan 20 lainnya menghilang. Jonah Wenda juga mengirim melalui email ke ABC nama-nama korban dan gambar. (sumber)

Tudingan Jonah Wenda yang disiarkan Radio Australia itu kontan dibantah Juru Bicara Polda Papua, I Gede Sumerta. Melalui hubungan telefon kepada Radio Australia, Jumat (24/5/2013) I Gede Sumerta menegaskan berita itu merupakan kabar bohong. I Gede juga menegaskan bahwa tidak ada operasi gabungan militer sepanjang bulan April 2013 dimana peristiwa pembunuhan itu dituduhkan.

“Itu omong kosong. Kalau itu terjadi pasti akan heboh seantero jagat,”katanya. Dia menyebutkan nama nama korban dan gambar yang dikirimkan oleh Jonah Wenda kepada media Australia itu bisa jadi merupakan korban dari perang antar suku. (sumber)

Belajar dari kasus-kasus itu, mari kita bangun upaya bersama untuk menghentikan perang suku di Papua, karena sudah banyak korban yang mati sia-sia. Semoga***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun