Nunun Nurbaeti akhirnya ditangkap di Bangkok, Thailand. Buronan Interpol itu, Sabtu (10/12/2011) dibawa pulang ke Jakarta dan langsung menjalani pemeriksaan administrasi dan kesehatan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat ini ia mendekam di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah berhasil menghadirkan tersangka kasus dugaan suap cek pelawat, NunungNurbaeti, ke Indonesia. Apresiasi Presiden terutama diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga Kedutaan Besar RI di Thailand.
Apresiasi yang sama juga pernah diberikan Presiden ketika buronan KPK M Nazaruddin berhasil ditangkap di Kolombia pada Agustus 2011 yang lalu.
Dengan tertangkapnya Nunun Nurbaeti dan Nazaruddin oleh aparat penegak hukum, paling tidak ada secercah harapan bahwa semua buronan Interpol asal Indonesia dapat “dipulangkan” ke Tanah Air melalui modus yang sama.
Siapa Target Berikutnya …?
Dalam Red Notice yang dikeluarkan oleh Interpol, Nunun Nurbaeti dan Nazaruddin adalah dua dari 58 buronan Interpol asal Indonesia. Mungkin tidak harus sekaligus “membawa” 56 orang itu ke Tanah Air. Namun prioritas penanganan saat ini, dimana negeri ini tengah fokus membenahi persoalan Papua, mungkin baik juga jika aparat penegak hukum mengupayakan “pemulangan” Benny Wenda yang sejak tahun 2002 berkeliaran bebas di London, Inggris.
Menurut pengakuan Benny Wenda, sampai saat ini ia masih mendapat status sebagai pencari suaka di Inggris. Ia mendapat visa jaminan pencari suaka dari pemerintahan Inggris. Namun sejak medio November lalu ketika Interpol secara tegas memasukan Benny ke dalam Interpol Red Notice, tampaknya, Inggris tak lagi menjadi zona aman baginya.
“Seharusnya Interpol tidak memasukkan nama saya…” ungkap Benny lesu ketika diwawancarai Radio Nederland belum lama ini.
http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/tetap-bersuara-kendati-dikejar-interpol?page=2
Pemerintah Indonesia mengejarnya dengan tuduhan atas peristiwa di Abepura tanggal 7 Desember tahun 2000 lalu. Laporan hasil penyelidikan KPP HAM Papua/Irian Jaya tanggal 8 Mei 2001 yang ditandatangani Dr. Albert Hasibuan, S.H. dan Sriyana, S.H. (Ketua dan Sekretaris Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Papua/Irian Jaya) menyebutkan :
Pada tanggal 7 Desember 2000, pukul 01.30 WIT dini hari telah terjadi tiga peristiwa yang berbeda yaitu Penyerangan Mapolsek Abepura, Pembakaran Ruko di Lingkaran Abepura dan Pembunuhan anggota Satpam di Kantor Dinas Otonom Tk. I Propinsi Irian Jaya, di Kotaraja. Rincian dari Peristiwa-peristiwa tersebut adalah :
1. Penyerangan Mapolsek Abepura.
Sekitar pukul 01.30 WIT sekelompok massa yang berjumlah kira-kira 15 orang memasuki halaman Mapolsek Abepura dan melakukan penyerangan terhadap petugas Polsek Abepura. Akibat penyerangan dengan senjata tajam berupa kapak dan parang itu Brigpol Petrus Epaa tewas, sedangkan Briptu Darmo, Bripka Mesak Kareni dan Bripka Yoyok Sugiarto menderita luka-luka.
2. Pembakaran Ruko
Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan masuknya massa ke halaman Mapolsek Abepura terjadi pembakaran ruko di Jl. Gerilyawan yang berjarak sekitar 100 m dari Mapolsek yang dilakukan oleh kelompok massa lain yang tidak dikenal. Ruko yang dibakar terdiri dari satu rumah makan Padang dan satu lagi toko pakaian dan arloji “Restu Ibu”.
3. Pembunuhan satpam di Kantor Dinas Otonom Tk I, Irian Jaya, Kotaraja
Sekitar pukul 05.00 atau menjelang pagi ditemukan mayat Markus Padama di kantor Dinas Otonom yang berjarak sekitar 2 km dari Mapolsek Abepura. Markus Padama sehari-harinya bekerja sebagai Satpam di kantor tersebut. Korban diperkirakan tewas akibat luka bacok pada leher, luka tombak pada bagian perut.
http://www.hampapua.org/skp/skp06/var-03i.pdf
Atas tuduhan itu, Benny mengatakan bahwa dirinya bukan kriminal. Benny malah menyerang balik pemerintah Indonesia dan mengatakan bahwa seharusnya pemerintah Indonesia, dalam hal ini presiden yang mestinya masuk dalam daftar Interpol.
“Saya waktu itu tidak di tempat namun karena saya memimpin rakyat untuk keluar dari bingkai negara Indonesia, sehingga saya dituduh melakukan peristiwa itu. Jadi saya dihukum.” Ujar Benny membela diri.
“Saya sendiri belum tahu apa yang akan terjadi nantinya. Untuk menangkap saya maka Interpol harus punya alasan yang kuat. Sebab saya juga punya argumen mengapa saya harus lari dari penjara. Saya siap untuk menghadapinya,”kata Benny.
Pindah Kewarganegaraan
Agar bisa luput dari kejaran Interpol dan aparat hukum Indonesia, Benny Wenda saat ini tengah mengajukan kepada Pemerintah Inggris untuk mendapatkan kewarganegaraan Inggris. Dengan adanya pencarian oleh Interpol saat ini, pemberian kewarganegaraan Inggris bagi Benny akan dipercepat. Maka aparat hukum Indonesia agar bisa berlomba dengan waktu. Dan sebagai bangsa, kita patut berharap, bahwa Inggris sebagai salah satu dari 188 negara anggota Interpol mau bekerjasama dengan Indonesia untuk menegakan kedaulatan hukum di negara masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H