Minggu dini hari (6/10/2013) tiga pemuda asal Papua, masing-masing Markus Jerewon, Yuvensius Goo dan Rofinus Yanggam memanjat pagar tembok setinggi dua meter dan menduduki konsulat Australia di Renon, Bali untuk meminta suaka dari pemerintah Australia. http://www.theguardian.com/world/2013/oct/06/west-papuans-australian-consulate-bali
Modus baru itu mereka lakukan setelah pemerintah baru Australia di bawah pimpinan Perdana Menteri Tony Abbott menerapkan kebijakan kontroversial terhadap para pengungsi yang datang ke negeri kangguru itu untuk meminta suaka politik. Para pengungsi tidak lagi ditampung di Australia, tetapi dikirim ke negara Papua Nugini. Kebijakan itu dikritik banyak pihak, termasuk badan PBB yang mengurusi masalah pengungsi (UNHCR) karena dinilai tidak manusiawi.
Tuntutan ketiga pemuda itu sebetulnya tidak semata-mata meminta pemerintah Tony Abbot menekan pemerintah Indonesia dalam menangani masalah Papua, tetapi sekaligus juga mengecam Australia yang dinilainya tidak manusiawi memperlakukan para peminta suaka. Rupanya para pemuda Papua itu mulai merasakan bahwa kebijakan baru Australia itu telah membatasi kebebasan mereka berjualan isu bohong tentang pelanggaran HAM di Papua melalui media-media Australia.
Karena dengan kebijakan baru itu, mereka tidak bisa lagi menyeberang dengan parahu ke Australia dan membiarkan diri mereka ditangkap lalu ditampung dan mendapatkan visa khusus. Tetapi setelah ditangkap mereka langsung dikirim ke penampungan para pengungsi di Papua Nugini (PNG). Mereka tidak bisa lagi hidup enak di Australia tanpa perlu kerja keras tetapi cukup dengan berjualan isu bohong tentang Papua. Â
Akhir bulan lalu, Mandabayan dan 4 orang laki-laki, seorang wanita dan anak kecil berusia 10 tahun yang mendarat di Pulau Tores dengan perahu nelayan tanpa persetujuan mereka langsung dikirim ke PNG dengan pesawat khusus dari Australia.
Belajar dari pengalaman teman-temannya itu, kini para aktivis Papua merdeka menempuh modus baru meminta suaka politik ke Australia, yaitu dengan menduduki kantor konsulat mereka. Jika tujuan melompat pagar itu agar media asing bisa mendapatkan informasi tentang Papua langsung dari mulut mereka, kenapa harus jauh-jauh mengungsi ke Australia? Tinggal menyeberang ke PNG lalu bebas menyuarakan apa saja tentang Papua kepada para wartawan asing di PNG karena disana wartawan asing bebas masuk tanpa perlu ijin khusus.
Tetapi dengan menduduki Konsulat Australia di Bali, mereka mau membuka mata para pemimpin dunia yang sedang menghadiri KTT APEC di Bali guna menekan pemerintah Australia yang telah memberlakukan kebijakan tidak manusiawi bagi para peminta suaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H